Pasokan air bersih untuk memenuhi kebutuhan warga Dusun Gertas yang terdiri dari 5 RT berasal dari sumur bor dengan kedalaman 90 m. Air ditampung di tandon kemudian didistribusikan ke rumah-rumah warga. Mereka membayar biaya bulanan sesuai dengan pemakaian, "Kata Ribut (46)," warga dusun Gertas yang memiliki kebun kopi varietas robusta. Tanaman kopi jenis ini tumbuh subur ditempat ini.
Trek pendakian ke puncak Kelir cukup vatiatif, mulai dari jalan rabat beton, makadam (jalan berbatu tersusun rapi) dan jalan setapak tanah kering yang sudah mengeras. Bau wangi bunga kopi menemani pendakian saya. Selain tanaman kopi, ada juga tanaman buah-buahan, seperti pisang, nangka, durian dan alpukat. Kebun milik warga pun ada yang ditanami pohon suren dan sengon.
Selama pendakian saya menjumpai ada tiga pos dengan shelter kayu. Namun Pos 2 dan Pos 3 dalam kondisi rusak. Petunjuk arah ke puncak pun sudah jatuh ke tanah. Sedangkan tulisan besar "Lereng Kelir" pun warna kuningnya sudah pudar. Tempat wisata yang kurang dikelola dengan baik atau memang sudah tak diminati wisatawan lagi, sehingga dibiarkan rusak begitu saja.Â
Setelah berjalan selama 1 jam 5 menit (2.5 km) akhirnya saya sampai di puncak "Gunung Kelir." Lumayan juga olahraga saya hari ini. Turunnya saya akan melalui jalur yang sedikit berbeda.
Tak seorangpun saya jumpai di puncak Kelir selain saya sendiri. Namun solo hiking tetaplah mengasyikkan. Setiap pendakian selalu memberikan pengalaman dan pengetahuan baru bagi saya.
Saya lalu menaiki gardu pandang yang masih cukup kokoh. Panorama yang cukup indah tersaji sejauh mata memandang. Gunung Ungaran, Gajah, Telomoyo dan Danau Rawa Pening terlihat elok. Namun sayangnya masih agak berkabut sehingga gunung-gunung yang lain, juga Kota Salatiga dan Ambarawa tak terlihat jelas.
Setelah istirahat sebentar di shelter sambil minum dan makan roti yang saya bawa dari rumah, saya pun jadi kepo. Seberapa sih kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran di Lereng Kelir. Saya lalu memeriksa lahan bekas kebakaran tersebut.