Akan tetapi, sering sekali saya menemukan novel atau film populer yang menggunakan seting luar negeri. Mulai dari penamaan karakter hingga tempat dimana narasi berlangsung yang kental akan nuansa Eropa, China, Timur Tengah atau Korea Selatan, bahkan jika cerita tersebut menceritakan perjalanan wong Indo.Â
Jika hal ini terus dilakukan secara masif, produk narasi Indonesia bisa kehilangan identitasnya. Dengan demikian, plagiarisme karya fiksi luar negeri menjadi hal yang wajar bagi media hiburan kita.
Sebagai komparasi, saya mengajak teman-teman menutup mata sejenak. Bayangkan secara ekstrim, (karakter, cerita, alur dan seting) seperti apakah identitas film Indonesia, lalu bandingkan dengan film India.Â
Saya berani bertaruh, kesan yang lebih kuat pasti muncul dari film India, sebab industri perfilman India telah membangun karakteristik yang kental selama bertahun-tahun keberadaannya.
Keseriusan industri hiburan India dalam menempatkan identitas di baris depan  adalah pelajaran penting yang dapat dipetik oleh industri hiburan tanah air.Â
 Nuansa kebudayaan dalam film India begitu membekas pada setiap penikmatnya sebab karya-karya tersebut berakar dari identitas bangsa yang termuat dalam public domain.
Poin ini tidak bertujuan untuk membatasi kreatifitas penulis sebab semua orang bebas menulis cerita yang mereka inginkan. Namun jika penulis terinspirasi untuk menerbitkan buku atau film bernuansa lokal, tunjukan secara eksklusif kekhasan dari nilai-nilai identitas lokal dalam cerita tersebut.Â
- Di-mentioned Asing = Bangga
 Pada tahun 2021 lalu, media masa hiburan tanah air digemparkan oleh sebuah film animasi karya Disney, Raya and The Last Dragon. Film itu mendapat pujian (sejauh pengamatan saya di media sosial) dari masyarakat Indonesia sebab mengadopsi unsur kebudayaan di Asia Tenggara. Sebagai penggemar aksi, koreografi pencak silat didalamnya mendapat perhatian saya saat menonton film itu. (Bangga tidak? bangga dong!)
Saya sempat menjelajah beberapa konten review film Raya yang dibuat oleh penggemar Indonesia. Beberapa komentar pada konten-konten tersebut cukup mengganggu saya.Â
Banyak orang yang berharap film itu dapat menjadi awal bagi Disney untuk memproduksi  film-film animasi dengan nuansa Indonesia, menggunakan public domain dari negara kita. Cerita rakyat seperti Timun Mas, Roro Jonggrang dan lainnya dianggap cocok untuk dijadikan bagian dari Disney Princess.
(toh ga ada salahnya, ris. kenapa mengganggu? kan bagus itu.)