Mohon tunggu...
Aris Balu
Aris Balu Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis seputar fiksi dan fantasi || Bajawa, Nusa Tenggara Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Peter Pan

19 Juli 2022   17:40 Diperbarui: 22 Juli 2022   21:15 1356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Peter Pan. (sumber: UNIVERSAL STUDIO/JASIN BOLAND)

"Jangan bercanda, Ibu. Siapapun tahu kalau itu tidak benar. Ibu tahu orang-orang di kota memanggilnya apa? Captain Hook, si penjerat hutang." Bantah Wendy menghempaskan tangan ibunda.  

Killian Jones ialah seorang saudagar kaya. Perusahaan kapal The Jolly Roger miliknya menguasai jalur perdagangan yang menghubungkan kota dengan wilayah lain. 

Jika Wendy menikah dengan Killian, ayahnya akan mendapat akses distribusi di seluruh wilayah, beserta penghapusan hutang yang menumpuk tak terbayarkan. 

Wendy tak bedanya dengan hasil panen yang dijual sang ayah. Ketika sudah waktunya merekah, ia dipetik, dipelintir kepalanya agar patuh menerima takdir laksana buah yang telah matang. 

Tapi ia bukan seorang wanita, setidaknya belum. Ia hanya gadis kecil yang baru saja berhenti menimang boneka dan menuangkan angin kedalam cangkir teh. Mengapa ayahnya tega? tak ingatkah ia akan janjinya?

"Kau tahu, ibu juga dijodohkan dengan ayahmu." Ujar ibunda menarik Wendy dari lamunannya.

"Benarkah ibu?" Tanya si gadis, parasnya mengeras karena terkejut.

"Waktu itu, ibu setahun lebih mudah darimu. Awal pernikahan juga sangat menyiksa bagi ibu. Tapi semuanya berubah semenjak..." Ia menatap putrinya lekat-lekat. Senyum kecil menyimpul di bibirnya.

"Semenjak apa bu?"

"Putri kecil ibu lahir." Ia mengecup kening Wendy hangat, "Kau menghapus kesengsaraan ibu." Ia menggenggam tangan Wendy dan meletakannya di dada.

"Dengarkan ibu, Wendy. Tidak masalah jika kau tidak mencintai suamimu. Namun kau akan mencintai darah dagingmu. Senyuman mereka akan membuat segalanya sepadan. Penderitaan akan berlalu, lalu yang menunggumu diseberang ialah kebahagiaan. Percayalah." Sang ibu menelan ludah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun