Mohon tunggu...
Aris Balu
Aris Balu Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis seputar fiksi dan fantasi || Bajawa, Nusa Tenggara Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Fantasi: Anjing Liar Part 3

5 Juni 2022   11:35 Diperbarui: 5 Juni 2022   11:38 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

'Apa yang kulakukan?' Ujar anjing pada dirinya sendiri. Ia telah membunuh hewan yang telah membukakan pintu mereka dan memberinya bubur lezat. Perasaan baru seketika muncul dihatinya. perasaan sakit yang lebih parah dari yang selama ini ia rasakan. Begitu menusuk hingga membuatnya sulit untuk bernafas.

Penyesalan."

Haka melemparkan tatapan dingin nan kaku pada Ouhm. Jemarinya bergetar pelan sebelum ia menempatkannya kembali pada lubang-lubang seruling. Nada pilu kembali menggema di teras. berat dan penuh tekanan layaknya tangisan seorang anak kecil.

"Akan tetapi, anjing menyadari sesuatu. Perasaan baru ini telah meyakinkannya bahwa apa yang dikatakan oleh anak beruang sudah pasti salah. Jika ia tidak memiliki hati, ia tidak mungkin merasakan penyesalan. Kali ini ia bersedih dengan alasan, tidak seperti kesedihan kosong yang selalu ia rasakan. Hal itu membuatnya tersenyum bahagia untuk pertama kalinya.

Ia melangkah keluar dari rumah keluarga beruang dengan semangat. Ia menari-nari dan meloncat sembari bersenandung. Kegilaannya hari itu telah melahirkan kebahagiaan baru bagi dirinya.

Beberapa tahun kemudian anjing memiliki keluarganya sendiri. Seorang istri dan juga seorang putri. Dengan hati yang ia ambil dari keluarga beruang, kini si anjing belajar mencintai serta memberi. Ia pun dicintai oleh keluarga kecilnya serta penghuni hutan dimana ia tinggal. Dan begitulah... akhir kisah anjing dan tiga beruang."

Haka membunyikan lagu penutup yang menyerupai irama awal namun dimodifikasi dengan tempo yang lebih pelan tanpa pecutan tajam diujung. Nada hampa yang seolah membukakan jalan bagi pendengarnya untuk merenungkan dongeng tersebut serta mungkin, masa lalu.

"Bagaimana menurutmu, tuan?" Tanya Haka sembari mengusap-usap seruling besinya.

"Kurasa itu bukan dongeng yang bisa kuceritakan pada putriku."

"Kenapa tidak? bukankah seorang putri patut mengetahui seperti apa orang tua yang melahirkannya?" Tanya si pendongeng sembari menyodorkan gelas teh untuk diisikan kembali.

Ouhm menatapnya lekat-lekat. Ia mencengkram gagang teko dengan geram lalu menuangkan teh. Bagaimana ia bisa lupa pada tatapan mata itu? tatapan tajam yang sangat mirip dengan orang itu. Orang yang menjadi target pekerjaan terakhirnya sebelum ia memutuskan untuk berhenti menumpahkan darah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun