Sungai, warna surga melebur bersama arus
Putri, malam bersembunyi dari cahayanya
Air mengalir tak tentu, kelaut jua surga membawanya
Air mengalir malam itu, engkau bersama malam
Surgaku bersama malam, rembulan menepihkan terangnya
Hanya warna, hanya aku, hanya engkau surgaku, hanya malam yang mencintai rembulan.
Lashwi tersenyum geli membaca tulisan sang suami. Gaya tulis kekanak-kanakan Ouhm yang tidak pernah berubah meskipun sudah hampir kepala tiga membuatnya tak mampu membayangkan apa yang ada dipikiranya sembilan tahun lalu, saat pria itu mengajaknya melihat rembulan di tepi sungai. Dasar bodoh, aku juga mencintaimu, gumam Lashwi sembari mendekatkan secarik kertas itu ke dadanya.
Jauh di atas bukit, jauh dari pandangan Ouhm serta karavan kereta, seorang penunggang kuda berjubah hitam tengah mengamati Ouhm secara seksama. Matanya tajam membara bagai seekor elang siap menerkam kelinci buruan. Kudanya menghentak-hentakan kaki seolah tidak sabar menerjang kebawah. Aura virant yang keluar dari tubuh pria tersebut merupakan tanda bagi sang hewan tunggangan bahwa tuannya ingin membunuh.Â
"Tidak sekarang, kawanku. Tunggulah sedikit lagi..." Ujar pria itu mengelus-elus leher kudanya.
Bersambung....