Sekolah tanpa PR mungkin terlihat seperti langkah memanusiakan, tapi tanpa pengawasan dan tujuan yang jelas, ini bisa menjadi bumerang.
PR yang diberikan dengan penuh kasih sayang dan pemahaman terhadap kebutuhan anak-anak bisa menjadi alat yang kuat untuk membentuk karakter mereka.
Salah satu tujuan utama dari pendidikan adalah menumbuhkan rasa ingin tahu. PR yang baik adalah PR yang mampu memancing rasa ingin tahu siswa.Â
Misalnya, PR yang menantang mereka untuk melakukan eksperimen kecil di rumah atau mencari informasi tambahan tentang topik yang menarik minat mereka.
Ini bukan hanya tentang menyelesaikan tugas, tetapi juga tentang menemukan kesenangan dalam proses belajar.
Keseimbangan adalah Kunci
Jadi, apakah sekolah tanpa PR itu mendidik atau memanjakan? Jawabannya tidak hitam putih. Keseimbangan adalah kunci. PR yang terlalu banyak memang bisa menjadi beban, tapi tanpa PR, kita juga kehilangan alat penting untuk mendidik.
Pendidikan bisa mengelola keseimbangan manakala ia mengawal tumbuh kembang anak. Kita harus terus bergerak, terus beradaptasi, terus mencari keseimbangan antara belajar dan bermain, antara tanggung jawab dan kebebasan.
Pada akhirnya, sekolah tanpa PR bukanlah tentang mendidik atau memanjakan. Ini tentang bagaimana kita memandang pendidikan itu sendiri. Apakah kita hanya ingin anak-anak kita pandai secara akademik, atau kita ingin mereka tumbuh menjadi manusia yang utuh, yang memiliki karakter, disiplin, dan tanggung jawab?
Ada baiknya juga kita bisa lebih bijak dalam melihat PR, bukan sebagai beban, tapi sebagai bagian dari proses pendidikan yang lebih besar. Sebuah proses yang mendidik, membentuk karakter, dan mempersiapkan anak-anak kita untuk menghadapi masa depan dengan percaya diri.
Mencari Solusi di Tengah Jalan