Mohon tunggu...
Muhammad Ariqy Raihan
Muhammad Ariqy Raihan Mohon Tunggu... Penulis -

Lelaki sederhana dan penikmat sastra. Hanya ingin mencari kata-kata untuk disambung menjadi sebuah cerita.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sekotak Rindu dan Sepotong Risoles

14 November 2015   18:11 Diperbarui: 14 November 2015   18:23 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

            Perempuan itu masih bergeming. Lagi, Aku tunduk pada perasaan yang lama kulipat rapi dalam lemari ketidakpercayaan diriku. Jika saja ada Takdir di sini, ingin ku tinju rasanya. Aku sudah berulang kali bilang padanya untuk tak mengejutkanku dengan hal semacam ini.

            “Hai, Senja..” balasnya, sembari mengusap beberapa bulir hujan yang kini turut jatuh di wajahnya. Dia memegang sebuah dus cokelat dan kemudian menyerahkannya padaku.

            “Bukalah.”

            Akupun membuka dus itu. Isinya sebuah kotak bekal makan yang dulu kutinggalkan di depan kelas musik itu. Ada sepotong risoles, sebotol teh manis, dan secarik amplop di dalamnya. Dia tak pernah membuangnya selama ini, rupanya. Hujan pun turut hinggap di kedua mataku. Aku dan Matahari kini terpaut dalam rindu yang memuncak di antara dimensi yang indah ini. Aku meletakkannya di atas meja dekat kasir, dan kubaca surat itu.

            Halo, lelaki yang membawakanku sepotong risoles dan sebotol teh manis. Ngapain kamu buat pertanyaan bodoh seperti itu? sudah jelas risoles adalah makanan favoritku. Apalagi teh manis. Emm... pasangan serasi sekali! Eh, eh, tunggu. Kenapa sih bukan kamu saja yang langsung meberikannya padaku?

            Pada akhirnya aku tahu kamu siapa. Itulah kenapa, aku memilih mengacuhkan Lintang dan menatapmu. Aku tahu kita tak pernah berani untuk mengungkapkan perasaan kita satu sama lain. Aku merasa justru perasaan kitalah yang terpaut semenjak saat itu. Jika tidak, buat apa Waktu dan Takdir mau repot-tepot untuk mengirim sekotak rindu di hati kita masing-masing?

            Senja. Aku tak mau menunggu lebih lama lagi. Aku tak mau lagi memungut rindu di jalan yang tadinya ada kamu, namun kemudian hilang entah kemana. Aku mau kita memungut rindu itu bersama-sama. Saling mendekapnya dalam perasaan paling indah di dunia ini. Ah, kamu pasti tahu maksudku.

            Senja, aku siap untuk hadir di dalam hidupmu. Jika kamu mengizinkannya, aku ingin menjadi satu-satunya muara tempat kapalmu pernah berlabuh.

            Haru pun pecah. Aku kemudian menggenggam erat tangan Matahari. Aku memeluknya erat-erat dengan penuh rasa kasih sayang.

            “Tahukah kamu? Tuhan menciptakan pertemuan agar aku dan kamu ada disini. Tuhan pula menciptakan Waktu, agar pertemuan menghampiri kita dan menyatukannya. Dalam sebuah ikatan yang aku menyebutnya, keterpautan perasaan.”

Matahari pun diam tanpa kata, dia hanya tersenyum bahagia. Yang kutahu, dia tak pernah melepaskan genggamannya dalam genggaman tanganku. Di keheningan hujan, aku melukis udara dingin. Bahwa harapan takkan hilang, jika kita percaya bahwa Tuhan sudah menyiapkan yang terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun