Mohon tunggu...
Muhammad Ariqy Raihan
Muhammad Ariqy Raihan Mohon Tunggu... Penulis -

Lelaki sederhana dan penikmat sastra. Hanya ingin mencari kata-kata untuk disambung menjadi sebuah cerita.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sekotak Rindu dan Sepotong Risoles

14 November 2015   18:11 Diperbarui: 14 November 2015   18:23 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

            Ada yang berbeda dengan koran pagi itu. Ada sebuah nama yang memanggil rinduku kembali. Hei, ini masih pagi, kataku pada rindu. Aneh, kan, jika aku menemukan diriku terhanyut dalam rindu, di saat aku, bahkan, belum meraih beberapa potong roti sarapanku?

            Ah, koran ini tak hanya memanggil rindu, tetapi juga sepucuk nama dari relung terdalam yang bernama harapan ini. Nama seorang lelaki yang kemudian ditelisikkan oleh hujan begitu manisnya. Loh, aku baru sadar kalau hujan turun hari ini.

            Aku mencatat alamat yang tertera di koran itu. Akhirnya aku bisa mengembalikan tempat makan ini. Aku berutang perasaan padanya. Aku lelah memungut rindu di tiap perjalanan, sementara kamu entah hilang kemana.          

Aku menderu mobilku di tengah hujan ini. Perasaan ini rasanya tak keruan. Entah manis atau kelu. Aku tak tahu itu. Pradugaku berucap cepat. Anggap saja, ini adalah kado dari Waktu untukku, katanya. Atas kesabaranku untuk tak mengkhianati nasihatnya kepadaku dulu.

            Aku bahagia hari ini. Waktu hadir bersamaku di mobil. Ia kini duduk di sampingku. Tersenyum manis. Ia perlahan menggenggam tanganku seraya berkata, “Kuberikan hari ini untukmu. Jangan kamu sia-siakan.”

            Mobilku berhenti, tepat di depan sebuah kedai di pinggir jalan. Ah, sebaiknya aku meminta nasihat pada Waktu saja ya, apa yang harus dilakukan sekarang. Aku gugup di hadapan tempat yang kini tampak sakral olehku.

***

            Ada mobil terparkir di luar sana, pikirku. Siapa gerangan datang sepagi ini di kedaiku? Tempat ini rumahku juga, sudah pasti sepagi ini mataku sudah terjaga. Terutama, menikmati sepotong roti dengan selai blueberry.

            Seorang perempuan, rupanya. Dia beranjak keluar dari dalam mobil itu, berpayung biru, dan berjalan mendekat, meraih kenop pintu yang pagi ini kebetulan tak dikunci. Eh, tunggu. Kenapa aku membuka kuncinya ya?

            Perempuan berparka biru langit itu pun masuk dan meninggalkan payungnya di depan pintu. Dia sekarang menatapku. Wajah kita saling berpadu di tengah rasa sejuk hujan ini. Sedikit aneh, karena kita sempat saling melempar diam untuk beberapa saat.

            “Matahari?” tanyaku agak tergugup. Takut salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun