Mohon tunggu...
Muhammad Ariqy Raihan
Muhammad Ariqy Raihan Mohon Tunggu... Penulis -

Lelaki sederhana dan penikmat sastra. Hanya ingin mencari kata-kata untuk disambung menjadi sebuah cerita.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sekotak Rindu dan Sepotong Risoles

14 November 2015   18:11 Diperbarui: 14 November 2015   18:23 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

            Matahari perlahan mulai memakan risoles itu di kelas. Seakan Takdir ada di sini, guru Biologi ternyata tidak bisa hadir hari ini, sedang sakit, begitu isi surat yang sampai di meja guru. Jua, tak lupa teh manis tadi juga diminumnya. Tentu, dengan rasa penasaran. Barangkali, itu adalah racun. Tapi jika iya, mana ada pembunuh yang meninggalkan secarik pertanyaan seperti itu? Sepertinya, gadis itu suka risolesnya. Andai, dia tahu siapa yang memberinya tempat bekal itu...

***

            Waktu adalah sahabat bagi setiap orang. Seringkali, begitu asyiknya berbincang, kita tak pernah sadar bahwa segalanya terasa berlalu begitu cepat. Sudah sampai masanya Aku, Lintang, Matahari, dan teman-teman lainnya menanggalkan seragam kebesaran putih abu-abu, menggantinya dengan seragam kebesaran kesukaan kita masing-masing.

            Aku dan Lintang kembali duduk bersebalahan di kelas ber-AC dan bertingkat melingkar ke bawah ini. Ya, sepertinya Waktu dan Takdir menginginkanku untuk tak berpisah dengan sahabat hebatku sepanjang masa ini. Takdir memberitahuku, jika perasaan Lintang tak pernah mati. Bahkan, ketika sendupun dia akan tetap menunggu Matahari tiba.

            “Senja. Aku duluan ya, mau ke kampus Matahari dulu.” ucap Lintang selepas kelas kami hari ini. Ia pun segera berlalu menuju parkiran mobilnya.

            Hanya senyum kecil yang bisa kutampakkan pada lelaki itu. Aku mendongakkan wajahku pada langit senja yang berbagi nama denganku, berharap semoga semua indah pada waktunya. Aku pikir sepotong risoles dan secangkir teh manis hangat adalah pasangan serasi untuk menemaniku sore ini.

            “Matahari, Aku mau ngomong sesuatu sama kamu” Lintang menggenggam tangan Gadis berbalut sweater biru itu dan menariknya pada sebuah kursi di sebuah restoran tak jauh dari kampus tempatnya belajar.

            Matahari bergeming. Entah bagaimana membedakan guratan wajahnya. Antara penasaran, senang, dan tak acuh. Lintang tak pernah tahu bahwa Matahari tak pernah menyukai dirinya. Bahkan, semenjak masih dibalut seragam abu-abu, gadis itu sebenarnya sudah memantapkan hatinya. Ia sudah menetapkan sepucuk nama di dalam hatinya. Nama yang disimpannya dalam-dalam di sebuah relung yang bernama harapan.

            “Aku suka sama kamu.” Lintang langsung tanpa basa-basi

            “Aku sudah tahu” ucap Matahari tak acuh.

            “Lin, aku sudah menetapkan pilihanku. Aku tak mau membuatmu lelah seperti ini hanya untuk seorang gadis yang bahkan tak memilih namamu dalam hidupnya. Tolong, kita seperti semula saja ya, teman berbagi keceriaan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun