Mohon tunggu...
ariq nabagakan
ariq nabagakan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

suka aja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Keuskupan Agung Jakarta

14 Mei 2024   09:18 Diperbarui: 14 Mei 2024   13:15 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perhatiannya terhadap pers diwujudkan dengan diterbitkannya dwimingguan "Penabur" tahun 1946 dan mingguan "De Katholieke Week" (kini menjadi Majalah Hidup) tahun 1947. Willekens memainkan peran yang sangat penting selama Perang Dunia II di Indonesia. Sebagai wakil diplomatik Vatikan, ia tidak bisa diinternir, tidak seperti yang terjadi pada para misionaris dan imam lainnya. Akibat kondisi ini, kepemimpinan Gereja hampir secara eksklusif jatuh pada dirinya. Dengan cara bertindak seperti ini, ia memerintahkan untuk tetap hormat. Setelah berakhirnya Perang Dunia II, Willekens memulai penyesuaian Gereja Katolik di Indonesia untuk mengubah keadaan. 

Dia mempertahankan hubungan baik dengan pemerintah Indonesia dan mengusahakan pengangkatan sebanyak mungkin klerus lokal Indonesia yang terlatih. Ia juga mendorong upaya fusi antara Federasi KSV dengan Perserikatan Mahasiwa Katolik Indonesia (PMKRI Yogyakarta) yang kemudian menjadi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Pada 7 Februari 1950, Vikariat Apostolik Batavia berubah nama menjadi Vikariat Apostolik Djakarta, sehingga jabatannya berubah menjadi Vikaris Apostolik Djakarta. Pada 23 Mei 1952, Mgr. Petrus Johannes (Peerke) Willekens, S.J. memutuskan untuk mengundurkan diri.

Dimasa kepemimpinan Mgr. Petrus Johannes (Peerke) Willekens, S.J. tepatnya pada 7 Februari 1950, nama Vikariat Apostolik Batavia berubah menjadi Vikariat Apostolik Djakarta. Adapun orang yang melanjutkan adalah;

8. Adrianus Djajasepoetra, S.J. (3 Januari 1961 s.d. 21 Mei 1970, pensiun)

Mgr. Adrianus Djajasepoetra, S.J.dan dipilih oleh Paus Pius XII menjadi Vikaris Apostolik Jakarta pada 18 Februari 1953. Setelah penunjukkan dirinya menjadi Vikaris Apostolik Djakarta dengan gelar Uskup Tituler Trisipa pada 18 Februari 1953, ia ditahbiskan menjadi uskup pada 23 April 1953 oleh Nuncio Apostolic untuk Indonesia sekaligus Uskup Agung Tituler Misthia, Mgr. Georges de Jonghe d'Ardoye, M.E.P., dengan Uskup Ko-konsekrator Mgr. Albertus Soegijapranata, S.J. yang merupakan Vikaris Apostolik Semarang dan Mgr. Pierre Marin Arntz, O.S.C. dari Vikaris Apostolik Bandung. Seiring peningkatan status Vikariat Apostolik Djakarta menjadi Keuskupan Agung Djakarta yang terjadi terkait Konstitusi Apostolik Qoud Christus Adorandus tentang berdirinya Hierarki Gereja Katolik di Indonesia secara mandiri oleh Paus Yohanes XXIII, maka status Mgr. Djajasepoetra berubah dari Vikaris Apostolik Djakarta menjadi Uskup Agung Djakarta sejak 3 Januari 1961. 

Kondisi sosial politik Indonesia saat itu memberi banyak dampak pada kepemimpinannya. Seperti penentangannya pada intrik yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin dan perubahan besar dalam diri gereja setelah diadakan Konsili Vatikan II (1962--1965), di mana ia menghadiri keempat sesi yang diadakan. Ia menghabiskan masa tuanya di Girisonta, Jawa Tengah sampai wafat pada 10 Juli 1979 dalam usia 85 tahun.

Tingkat KAJ

Seiring berjalannya waktu pada tanggal 3 Januari 1961, status Vikariat Apostolik Batavia kemudian ditingkatkan menjadi Keuskupan Agung Djakarta dengan uskup agung pertamanya Mgr. Adrianus Djajasepoetra, SJ dan memiliki 2 Keuskupan Sufragan yaitu: Keuskupan Bogor dan Keuskupan Bandung. Namun, untuk upaya penyesuaian ejaan bahasa, pada tanggal 22 Agustus 1973, nama Keuskupan Agung Djakarta diubah menjadi Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Adapun beberapa uskup setelahnya yang menjadi penerus uskup agung pertama KAJ, Mgr. Adrianus Djajasepoetra, yaitu:

1. Mgr. Leo Soekoto, S.J. (Masa Jabatan : 15 Agustus 1970 -- 30 Desember 1995, wafat) 

Pada 21 Mei 1970, RP Leo Soekoto, SJ ditunjuk oleh Paus Paulus VI untuk menjadi penerus jabatan Mgr. Adrianus Djajasepoetra, SJ. Ia diangkat dan ditahbiskan menjadi uskup agung kedua KAJ pada 15 Agustus 1970 oleh Mgr. Yustinus Kardinal Darmojoewono. Pada tahun yang sama, ia juga terpilih menjadi sekretaris Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI). Mgr. Leo memilih lambang keuskupan berupa perisai bergambar salib, yang di atasnya bertengger kepala singa sedang mengaum menggambarkan Leo Agung, Paus, dan sarjana gereja "Pelindung dan penyelamat Kota Roma dari serangan bangsa-bangsa yang belum berkebudayaan." Dua tangkai daun dan buah jali tersunting di kiri-kanan yang mengiaskan asal kelahiran beliau: Kampung Jali, Desa Gayamharjo.Dan selembar pita bertuliskan Scio Cui Credidi  yang berarti "Aku tahu kepada siapa aku percaya." 

Pada 17 Juli 1993 tugas penggembalaannya sebagai Mgr. Leo Soekoto SJ semakin berat. Bapa Suci menunjuknya sebagai Administrator Apostolik ad Nutum Sanctae Sedis untuk Keuskupan Bogor. Tugas rangkap dua Keuskupan ini dijalankannya sampai tanggal 23 Oktober 1994, setelah Uskup Bogor yang baru, Mgr. Michael Angkur OFM, ditahbiskan menjadi Uskup Bogor. Beliau akhirnya memutuskan pensiun dari tugasnya sebagai Uskup Agung Jakarta tanggal 10 November 1995. Mgr. Leo kemudian tinggal di Girisonta, Jawa Tengah untuk menghabiskan masa purnakarya dan pada tanggal 30 Desember 1995, Mgr. Leo meninggal dunia pada usia 75 tahun, setelah memimpin KAJ selama 25 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun