Mohon tunggu...
ariq nabagakan
ariq nabagakan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

suka aja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Keuskupan Agung Jakarta

14 Mei 2024   09:18 Diperbarui: 14 Mei 2024   13:15 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keuskupan Agung Jakarta adalah salah satu keuskupan metropolitan pertama dan tertua di Indonesia dalam provinsi gerejawi Jakarta. Asal usul terbentuknya keuskupan ini melalui perjalanan yang panjang dan rumit sejak awal kedatangan Verenigde Oostindische Compagnie yang menggeser misionaris portugis pada abad ke 16. Pada saat itu, para imam Katolik berkebangsaan Portugis dilarang melanjutkan penyebaran ajaran Katolik. Hal ini disebabkan oleh Belanda yang datang dengan membawa misi dagang sekaligus misi penyebaran ajaran agama Kristen Protestan. Bangsa Portugis hanya diperbolehkan melakukan kegiatan agama Katolik di luar wilayah Batavia (sekarang Jakarta). Maka dari itu, Portugis mendirikan gereja di luar kota pada 1696, yang sekarang dikenal sebagai Gereja Sion di Jalan Pangeran Jayakarta, Jakarta Barat.

Peta politik negeri Belanda pun berubah setelah kekuasaan beralih di bawah kendali Raja Louis Napoleon dari Perancis yang beragama Katolik. Ia adalah saudara dari Kaisar Napoleon I. Penguasa Batavia pada waktu itu Marsekal H.W. Daendels (1808-1811). Pergantian penguasa ini mengubah sikap penguasa kolonial terhadap orang Katolik. Imam-imam diijinkan untuk merayakan Misa Kudus secara terbuka. 

Paus Pius VII mendirikan Prefektur Apostolik di Hindia Belanda atas persetujuan Gubernur Du Bus de Ghisignies yang seorang bangsawan Belgia. Dengan wilayahnya yang mencakup hampir seluruh wilayah Hindia Belanda. Prefek Apostolik pertama adalah Pastor Jacobus Nelissen Pr. Bahkan, Gubernur Du Bus de Ghisignies juga menghadiahkan tempat kediaman tentara dan wakil gubernur jenderal kepada Umat Katolik sebagai tempat ibadat (1830). 

Tingkat Vikariat Apostolik 

Pada tanggal 3 April 1842, Prefektur Apostolik Batavia secara resmi ditingkatkan menjadi Vikariat Apostolik Batavia yang saat itu meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda. Namun, karena perkembangan Gereja Katolik di Indonesia akhirnya didirikannya beberapa Vikariat Apostolik baru yang ada di dalam maupun di luar Pulau Jawa itu sendiri. Ada beberapa nama yang kemudian menjabat sebagai Vikaris Apostolik Batavia;

1.  Jacobus Grooff (20 September 1842 s.d. 19 April 1852, wafat)

Mgr. Jacobus Grooff adalah Vikaris Apostolik pertama Batavia sejak ditunjuk pada 20 September 1842. Groff tiba di Batavia pada 21 April 1845. Selama berkarya di Hindia Belanda, Mgr. Grooff terkenal sebagai seorang uskup yang memiliki ketertiban, memiliki prinsip, dan bersikap tegas. Hal ini membuat ia mengalami perbedaan pandangan dengan pemerintah dan juga dengan para imam yang telah lebih dulu berkarya di Hindia Belanda. Grooff juga sempat berselisih dengan pemerintah Hindia Belanda, termasuk kaitannya dengan penunjukkan imam di Semarang dan Surabaya. Ia menolak intervensi pemerintah dalam hal itu dan meyakini bahwa penunjukkan imam merupakan wewenangnya sebagai Vikaris Apostolik. Hal ini membuat pada munculnya Nota der Punten yang dikeluarkan pada tahun 1847, yang menegaskan bahwa hanya seorang Vikaris Apostolik yang dapat melakukan pengangkatan dan pemindahan para imam, serta tidak adanya syarat dari pemerintah Belanda mengenai imam yang ditugaskan di Hindia Belanda yang hanya berasal dari kalangan imam praja.

2.  Petrus Maria Vrancken (19 April 1852 s.d. 28 Mei 1874, pensiun)

Petrus Maria Vrancken adalah Vikaris Apostolik kedua Batavia sejak Vikaris Apostolik sebelumnya Jacobus Grooff meninggal dunia pada 29 April 1852 hingga 28 Mei 1874. Di Batavia, Vrancken bersama beberapa orang lainnya mendirikan panti asuhan Dana Bantuan Santo Vincentius a Paulo di Batavia (kini bernama Perhimpunan Vincentius Jakarta) pada 29 Agustus 1855.  Ia juga memiliki pemikiran untuk pendirian seminari sebagai lembaga pendidikan dengan skala kecil untuk kaum pribumi, agar mereka dapat menjadi seorang imam. Ia meyakini bahwa memiliki imam dari kalangan pribumi adalah hal penting dalam pengembangan misi di Hindia Belanda saat itu. Hal ini akhirnya tidak dapat terwujud karena kurangnya dana dan personalia. Pada masa kepemimpinannya, Vrancken turut mengundang berbagai ordo dan kongregasi untuk datang ke Hindia Belanda dan melakukan karya dalam bidang pendidikan dan rumah sakit.

3. Adam Carel Claessens (16 Juni 1874 s.d. 23 Mei 1893, mengundurkan diri)

Adam Carel Claessens adalah Vikaris Apostolik ketiga Batavia sejak ditunjuk pada 16 Juni 1874 hingga pengunduran dirinya diterima pada 23 Mei 1893. Pada 16 Juni 1874, Claessens ditunjuk menjadi Vikaris Apostolik Batavia ketiga setelah pengunduran diri Vikaris Apostolik sebelumnya, Petrus Maria Vrancken diterima oleh Tahta Suci. Pada tahun 1882, Claessens menjadi Vikaris Apostolik Batavia pertama yang menulis Surat Gembala dalam dua bahasa, yakni bahasa Belanda dan bahasa Mandarin. Pada tahun 1881, Claessens membeli sebuah lahan di Bogor untuk dijadikan panti asuhan bernama "Vincentius". Pada tahun 1896, keponakannya, yakni R.D. M. Y. Dominicus Claessens mendirikan gereja yang kelak menjadi Gereja Katedral Bogor. Adam Claessens juga berperan dalam pembangunan kembali Gereja Katedral Jakarta yang roboh pada tahun 1890 di lokasi yang menjadi Gereja Katedral saat ini. Pada 23 Mei 1893, ia mengundurkan diri dari jabatan sebagai Vikaris Apostolik Batavia. Ia kemudian tinggal di pastoran Bogor dengan ditemani oleh keponakannya, Dominicus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun