Sempat terkesiap, begitu tas punggung yang ku letakkan dibawah jok duduk kendaraan yang menjemput kami membuatku kesulitan meletakkan kaki. Â Selalu menyunggingkan senyuman diiringi seringai karena kaki mulai kesemutan, sementara deru debam mobil pengawas perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Belitung Timur merambat menerabas dua kali hujan lokal menuju tanah kelahiran novelis fenomenal Tetralogi Laskar Pelangi, Andrea Hirata.
Sesaat bergurau dengan Bang Master-begitu kiranya kami memanggil penjemput yang telah mengabdi menjadi PNS di Dinas selama hampir 10 tahun, kami baru menyadari bila perjalanan dari bandara H.A.S Hanandjoedin ke Belitung Timur akan ditempuh dalam waktu 2 jam. -ini menurut penuturan Bang Master-. Mon dieu, c'est loin !!!
Sepanjang jalan, beberapa kali melihat kebun lada putih dengan pohon yang menjulur serasa amat mencintai tanah Depati Cakraningrat, membayangkan pulau yang sampai saat ini belum diketahui siapa penduduk aslinya adalah hal luar biasa. Â Tidak ada yang merasa menjadi tamu agung, bukankah hakikatnya kita terlahir untuk menjadi tuan rumah yang baik untuk seluruh makhluk Tuhan?
Menyitir Mark Twain yang mengungkapkan bahwa "Kebaikan adalah bahasa yang bisa didengar oleh orang tuli dan dilihat oleh orang buta". Maka yang terbayangkan oleh kami tentang pulau Belitung ini adalah tuan rumah bagi siapapun dengan segala kebaikan di dalamnya.
Memulai dengan perenungan yang dalam, dengan riwayat budi maupun kejahatan masa lampau, dari kejayaan ataupun bencana ratusan tahun lalu, maka lautan menjadi salah satu penyimpan cerita yang bijak. Dari jejak peristiwa yang mustahil kita ketahui setiap detailnya itu, ada sesuatu yang terfigura dalam kenangan dan mungkin baru tereksplorasi masa ini.
Salah satunya adalah Benda Muatan Asal Kapal Tenggelam (BMKT). Â Saat ini teridentifikasi kurang lebih 463 titik BMKT di Indonesia dan salah satunya adalah yang tergeletak didasar laut Pulau Belitung. Â
BMKT menyisakan permasalahan yang pelik, secara riil sampai dengan saat ini masih terjadi upaya pencurian BMKT, terutama menyasar untuk barang-barang masterpiece. Â Kabupaten Belitung Timur merupakan kabupaten kepulauan yang kaya akan potensi sumber daya arkeologi laut atau warisan budaya bawah air.
Dahulu Perairan Kabupaten Belitung Timur merupakan jalur lalu lintas pelayaran internasional. Berdasarkan data survei Direktorat Peninggalan Bawah Air Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata titik kapal karam di perairan Belitung Timur tersebar di Perairan Pulau Siadung, Perairan Karang  Raya.
Pencurian yang memantik ingatan tercatat terjadi sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 9 Desember 2015 dan 28 Desember 2015. Pencurian pertama, pengangkatan BMKT secara Ilegal berada di Perairan Pulau Berlian akan pergi menuju ke Pulau Bukulimau, Kejadian ini tercatat pada tanggal 9 Desember 2015. Diindikasikan pencurian tersebut adalah BMKT Berupa Keramik sekitar 30 Keranjang diangkut menggunakan Kapal Laut.
Pencurian kedua, Informasi dan Hasil Pemantauan dari Petugas Pengamanan Laut terjadi pada tanggal 28 Desember 2015 pukul 02.00 WIB. Kegiatan tersebut berupa penyelaman dan pengambilan benda-benda yang berada di dasar laut (BMKT) pada diperairan pulau Berlian Kec. Manggar Kab. Belitung Timur dilakukan oleh sekelompok Nelayan dengan menggunakan KM. Srikandi. Â
Pertanyaan mendasar berkenaan dengan BMKT Â adalah, bagaimana pengaturannya secara internasional, adakah telah selaras dengan regulasi di Indonesia, siapa yang berperan melakukan penanganan dan apa kendala dalam penanganannya.
Dalam Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS 1982) dikemukakan bahwa pasal 149 tentang Archeological and historical objects yaitu ; All objects of an archeological and historical nature found in the Area shall be preserved or disposed of for the benefit of mankind as a whole, particular regard being paid to the preferential rights of the state or country of origin, or the state of cultural origin, or the state oh Historical and archeological origin.
Berdasarkan isi konvensi tersebut, tidak ada yang menyebutkan tentang harta karun, tetapi mengemukakan archeological and historical objects (benda-benda arkeologi dan bersejarah) found in the area, yang ditemukan di kawasan bawah laut, dipelihara dan dilindungi untuk kepentingan umat manusia secara keseluruhan.
Dalam pasal UNCLOS ini tidak dikemukakan soal negara pantai (coastal state) tempat ditemukannya kapal karam tersebut. Tetapi perhatiannya adalah tempat asli benda-benda bersejarah itu berasal. Empat kali menyebutkan tentang keaslian (origin) benda-benda itu; negara asli (state of origin), budaya asli (cultural origin), sejarah dan arkeologi asli (historical and archeological origin). Â Â
Berkaitan terhadap rumusan pasal sebagaimana dimaksud diatas, selanjutnya Pasal 303 UNCLOS menjelaskan bahwa negara-negara berkewajiban untuk melindungi benda purbakala dan benda bersejarah yang ditemukan di laut. Dalam hal mengendalikan peredaran benda-benda tersebut, maka negara pantai dapat menerapkan ketentuan Pasal 33 dalam hal diambilnya benda tersebut dari dalam laut tanpa persetujuan negara pantai merupakan suatu pelanggaran terhadap wilayah laut teritorialnya.
Pasal 33 UNCLOS menyebutkan bahwa dalam zona yang berbatasan dengan laut teritorialnya, yang dinamakan zona tambahan, negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk : (1) Mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter di dalam wilayah atau laut teritorialnya; dan (2) Menghukum pelanggaran peraturan perundang-undangan tersebut diatas yang dilakukan di dalam wilayah atau laut teritorialnya.
Adanya kewenangan negara pantai untuk melindungi keberadaan benda purbakala dan benda bersejarah menjadi pemahaman yang dapat diterima secara internasional bagi penegakkan hukum (law enforcement).
Lalu bagaimana dengan upaya pengelolaan BMKT dalam regulasi Indonesia ?. Pertama kita akan mendapati bahwa pasca diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, maka secara mutatis mutandis pengelolaan benda cagar budaya atau benda yang patut diduga cagar budaya masuk ke ranah regulasi dimaksud.
Bahkan, eksistensi peraturan tersebut mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan memoratorium pengangkatan BMKT dan mengeluarkan daftar negatif investasi melalui Peraturan Presiden Nomor 44 tahun 2016 yang mengatakan bahwa BMKT merupakan investasi tertutup, senada dengan derivasinya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 4 Tahun 2016, mengenai Moratorium Perijinan Survey dan Pengangkatan BMKT.
BMKT di Indonesia secara prinsip ditujukan bagi kepentingan konservasi dan pendidikan bukan dikomersialisasikan, dan ditegaskan pula keengganan untuk meratifikasi konvensi UNESCO 2001.
Keputusan untuk meratifikasi atau tidak perlu dikaji secara mendalam manfaatnya bagi kepentingan nasional, karena terdapat konsekuensi yang harus ditanggung, seperti antara lain:
(1) menghentikan perizinan yang telah dikeluarkan termasuk mengembalikan kepada investor segala biaya yang sudah dikeluarkan dalam rangka perizinan;
(2) menyusun roadmap/rencana aksi pengelolaan warisan budaya bawah air;
(3) menyiapkan segala sarana dan prasarana penunjang termasuk kelembagaan pengelolaanya, seperti balai pelatihan, museum maritim, dan pengembangan sumber daya manusianya;
(4) serta harmonisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan BMKT untuk disesuaikan dengan ketentuan dalam Konvensi UNESCO 2001.
Dasar hukum pengelolaan BMKT saat ini ditengarai dengan beberapa regulasi sebagai berikut:
(1) Keppres Nomor 19 Tahun 2007 yang diubah melalui Keppres Nomor 12 Tahun 2009 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT (PANNAS BMKT);
(2) Keppres Nomor 25 Tahun 1992 tentang Tata Cara Pembagian BMKT antara Pemerintah dan Perusahaan;
(3) PMK Nomor 184 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penggunaan dan Penjualan BMKT. PANNAS BMKT yang mengelola 300 ribu keping BMKT belum dapat mengelolanya dengan optimal, hal tersebut dikarenakan 50 persen dari jumlah tersebut belum jelas status pemanfaatannya antara pemerintah dan perusahaan. Pemanfaatannya masih disimpan secara pasif di warehouse menunggu penyelesaian status dan penggunaan.
Permasalahan yang masih menyandera BMKT saat ini terkait dengan dua hal pokok. Pertama pengelolaan BMKT yang telah diangkat dan Kedua pengelolaan BMKT kedepan, terutama yang belum diangkat. Dibutuhkan strategi pengelolaan yang jelas pada tahun --tahun mendatang dalam hal BMKT yang telah diangkat diantaranya melalui prinsip pengelolaan
(1) pengayaan wawasan bahari;
(2) menjadi objek edukasi maritim; dan
(3) mengedepankan ekonomi berkelanjutan. Strategi yang perlu dijalankan adalah dengan menetapkan BMKT sebagai BMN yang dikelola oleh KKP, pembuatan display dan galeri untuk wisata, publikasi secara massif, optimalisasi objek studi maritim, dijadikan sebagai bahan ajar di Universitas dan pertukaran koleksi museum.
Terhadap BMKT yang seyogyanya dapat diangkat, maka beberapa kriteria dapat dipertimbangkan diantaranya adalah: Pertama, apakah dampak pengangkatan akan merusak ekosistem di sekitar BMKT. Apabila dinilai tidak merusak ekosistem maka dapat dipertimbangkan dengan bobot skor yang tinggi.
Kedua, akses kemudahan pengambilan BMKT dari dasar laut, apabila dangkal dan sebagian besar BMKT terjangkau dipermukaan dan tanpa memerlukan alat berat untuk mengangkat maka dapat dipertimbangkan dengan bobot skor yang tinggi. Ketiga, berkaitan dengan nilai penting BMKT, apabila berkaitan dengan sejarah, politik, kedaulatan Indonesia serta nilai barang yang dianggap penting, maka seyogyanya memiliki urgensi tinggi untuk diangkat.
Keempat, keutuhan fisik BMKT, apabila kondisi fisik BMKT utuh maka tentunya dapat dipertimbangkan untuk diangkat dengan bobot penilaian yang tinggi. Hal ini kiranya dapat pula diterapkan sebagai upaya perlindungan salah satunya terhadap BMKT Â yang terdapat di Belitung.
Berkenaan dengan peta jalan target pengelolaan kinerja terselenggaranya BMKT, perlu dilaksanakan klasifikasi kegiatan berupa: Pertama, Pengelolaan BMKT pasca eksplorasi. Kegiatannya meliputi
(1) identifikasi dan inventarisasi secara bersama terhadap koleksi BMKT;
(2) pengkajian terhadap nilai koleksi;
(3) koordinasi penyelesaian status BMKT yang harus dibagi dengan perusahaan;
(4) penyusunan rencana pengelolaan koleksi dan pola kerjasama dengan mitra usaha atau lembaga pendidikan dan (5) distribusi kepada museum, lembaga pendidikan dan perusahaan.
Kedua, penyempurnaan kegiatan. Kegiatannya meliputi: (1) kajian terhadap moratorium dan rencana tindak lanjut kedepan; (2) penyusunan rancangan Permen KP terkait eksplorasi oleh pemerintah; (3) penyusunan rancangan peraturan terkait penetapan KKM sebagai kawasan konservasi BMKT dan destinasi wisata (diving spot).
Dan Ketiga, penguatan struktur kelembagaan pengelola BMKT dengan kegiatan meliputi (1) kajian terhadap penguatan struktur kelembagaan pengelola BMKT; (2) desain dan penyediaan infrastruktur, sarana dan prasarana pameran dan display BMKT dan (3) penyusunan rencana tata kelola BMKT.
 Sekiranya mari kita dukung pengelolaan BMKT Indonesia sebagai bagian dari upaya pengayaan buah budi dan sejarah masa lampau yang akan terekam dalam ingatan anak cucu kita. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI