Mohon tunggu...
Arinda Safira
Arinda Safira Mohon Tunggu... Jurnalis - Human - Learner

Manusia yang mudah penasaran ini tidak begitu tertarik dengan bakso dan mie ayam seperti masyarakat Indonesia pada umumnya. Maka jangan beri saya kedua itu untuk sebuah perayaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kombe

11 Januari 2025   13:41 Diperbarui: 11 Januari 2025   13:41 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Pexels

Hal ini ditanggapi serius oleh Kapti. "Kalaupun Baskoro tidak bertanggungjawab atas permasalahan Kombe, aku pastikan dia ditahan apapun alasannya."

Aku melihat keseriusan di wajahnya, melihat betapa kerasnya ia menahan untuk tidak meledak saat mendengar berita itu. Ia dan rekan-rekannya bersikukuh membongkar Baskoro, meskipun mereka harus bergabung dengan oposisinya sekalipun. "Musuh dari musuh itu kawan, Rin." Jelasnya padaku yang disusul permintaannya supaya aku tidak terlibat. "Ini urusan laki-laki." Tutupnya.

Menyaksikan punggungnya yang menjauh pergi, aku mempertanyakan posisiku sekarang, sejak kapan ada perbedaan urusan antara laki-laki dan perempuan di tengah kami?

Kapti serius dengan apa yang ia katakan. Ia bahkan menitipkan tokonya kepada Pak Sidiq sebagai orang kepercayaan, sedangkan aku dan Mama mengurus Emak yang semakin hari kesehatannya semakin menurun, apalagi sejak kasus Baskoro ramai dibicarakan. Kombe harusnya menyadari jika perasaan gagal melindungi orang yang kita sayangi tidak hanya menimpa dirinya sendiri.

Satu bulan dari sekarang seharusnya Kombe bisa bebas. Tapi Kapti bilang, kemungkinan akan lebih cepat dari itu karena kondisi Emak membutuhkan dukungan dari keluarganya.

Hubungan antara Kombe dan Kapti memang sudah terjalin dari bayi. Usia mereka hanya selisih satu tahun dengan Kapti yang lahir lebih dulu. Ayah mereka berteman baik sejak mahasiswa, sejak mereka sama-sama menjadi oposisi pemerintah dan ikut menumbangkan orde baru di masanya. Kemudian persahabatan yang mereka jalin, diturunkan ke anak-anak mereka. Ayah Kapti meninggal karena serangan jantung saat usia Kapti menginjak 17 tahun, meninggalkan dua anak laki-laki dan seorang istri yang begitu mandiri.

Sebelum meninggalkan dunia ini, Ayahnya sempat menitipkan keluarga Kombe pada Kapti, untuk menebus rasa bersalah laki-laki itu pada perempuan yang kami panggil 'Emak' bersama, karena pertemuan antara kedua orang tua Kombe adalah inisiasi darinya. Maka wajar saja jika keadaan Kombe kini mengusik ketenangan Kapti.

Tak selang lama, Baskoro meninggal dunia. Berita mengabarkan kalau ia kelelahan di masa kampanyenya. Para pedagang pasar membicarakan kematiannya sebagai karma buruk dari perselingkuhan yang dia lakukan. Kapti tidak banyak berkomentar tentang ini, yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah menunggu Kombe kembali.

Di hari terakhir masa kunjungan, Kombe terlihat lebih gondrong dari biasanya. Permasalahan ketombenya juga masih saja belum terselesaikan. "Aku mendengar kabar baik meskipun aku ga tau apa itu bisa dikatakan baik."

"Sebentar lagi kamu bebas, itu kabar baiknya."

Kombe tersenyum simpul, "Kapti sudah bilang?" tanyanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun