Mohon tunggu...
Arinda Safira
Arinda Safira Mohon Tunggu... Jurnalis - Human - Learner

Manusia yang mudah penasaran ini tidak begitu tertarik dengan bakso dan mie ayam seperti masyarakat Indonesia pada umumnya. Maka jangan beri saya kedua itu untuk sebuah perayaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kombe

11 Januari 2025   13:41 Diperbarui: 18 Januari 2025   16:58 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Pexels

Begitulah tiap percakapan terjadi tanpa Kombe, Kapti lebih kokoh dari aku ketika membicarakannya. Padahal di awal, ia adalah orang yang pertama kali menyerah dan merelakan Kombe untuk dipenjara.

Kombe kami kenali sebagai sosok yang pemaaf, mungkin dari sifat pemaafnya itulah yang membuat dirinya menjadi sangat menyenangkan saat di tongkrongan, sebab ia tidak memiliki tendensi untuk menyakiti siapapun. Namun tentu saja selayaknya manusia yang manusiawi, ia senantiasa menelanjangi dirinya saat di hadapan kami. Bukan arti telanjang secara harfiah, hanya saja ia tidak menyimpan rahasia apapun dari kami.

Pernah suatu ketika di pertengahan remaja ia mengetuk jendela kamarku dengan panik. Meneriakan namaku berulang kali dengan muka babak belur dan darah di bibirnya yang sudah mengucur. Sebelum aku mempertanyakan kondisinya, ucapan setengah teriaknya -di tengah napas yang terengah-engah, mendahului ucapku.

"Tolong Emak, Rin! Tolong cek kondisi Emak di rumah sekarang!"

Aku melompat dari jendela karena untuk ke rumahnya lebih cepat lewat sini dibanding lewat pintu depan. Mamaku ikut panik dan mengikutiku, sedangkan Kombe dan Kapti berlari ke arah lain, yang aku ketahui kemudian ternyata mereka mengejar Suryono, Bapak Kombe. Disusul bapak-bapak FOMO yang beramai-ramai meneriakkan sumpah serapah mereka.

Pernikahan orang tua Kombe sudah lama berakhir sejak ia masih SD karena Suryono melakukan KDRT, tapi bajingan itu seringkali menerobos masuk rumah untuk 'meminta jatah' kepada mantan istrinya. Makanya banyak doa menyertai Kombe dan Kapti serta warga yang ikut marah supaya mereka berhasil menghabisi Suryono secepat mungkin.

Tampilan Kombe di rutan lebih parah dari sebelumnya. Ia bahkan tidak mengizinkan Emak untuk berkunjung karena takut Emak sedih ketika melihatnya. Akhirnya hanya aku dan Kapti yang berkunjung, bergantian membawakan makan dan semangat meskipun kudu menerjang pentungan sipir dulu, yang senantiasa curiga kalau-kalau kami menyelundupkan narkoba. Ia memang hanya melakukan tugasnya, namun pengalaman baru bagiku akan perasaan dicurigai dengan tatapan tidak menyenangkan. Lantas aku penasaran bagaimana Kombe bisa bertahan di atas segala tuduhan yang tidak ia lakukan?

Aku ingat saat minggu pertama ia dipenjara. Wajahnya masih seperti orang bangun tidur yang sedang mengobservasi dunia nyata dan mimpi. Mata bengkaknya tidak bisa bohong meskipun ia berulang kali berkata akan terbiasa di sini. Bodoh sekali. Mengapa pula ia harus membiasakan diri di lokasi yang seharusnya tidak ia tempati? Ya, walaupun aku tahu itu hanya caranya untuk menghibur dirinya sendiri.

"Kamu nggak boleh sampai merasa betah di sini! Kamu harus jadi napi yang berkelakuan baik biar dapat remisi! Jangan mau kalah dari pejabat korup!" begitulah gerutuku di kunjungan pertama, yang disambut tawa kecilnya.

"Baiklah, bawakan aku es cendol kalau sudah keluar."

Sepersekian detik dia mengubah mimik wajahnya, "Kamu jangan berantem terus sama Kapti! Dia bukannya nyerah buat banding, ini memang keputusan kami berdua. Aku juga nggak mau utangku ke Kapti tambah banyak buat nyewa pengacara." Kata laki-laki kribo di hadapanku sambil menyantap makanan yang aku bawakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun