"Rin, kamu bisa pulang sekarang."
Laki-laki yang baru saja mengatakan kalimat itu menarik tangannya dari atas meja. Ia patuh sekali kepada sipir yang baru saja mengabarkan bahwa waktu kunjunganku telah habis. Ya, saatnya ia kembali ke sel yang tiga minggu ini sudah menjadi kamarnya sendiri.
Namanya Aji Satya. Tapi aku lebih terbiasa memanggilnya Kombe. Sesimple karena rambutnya keribo dan banyak ketombe. Panggilan itu familiar di grup tongkrongan kami sejak bocah, lantas terbawa sampai kami dewasa.
Kombe divonis tiga bulan kurungan penjara karena kasus pencurian ban mobil, meskipun ia bersikeras tidak mengakui perbuatannya sampai akhir. Bagaskoro, yang katanya dirut perusahaan pangan di Kota Culas adalah orang yang melaporkannya dan memenangkan persidangan. Sedangkan Kombe adalah buruh serabutan yang bekerja sesuai panggilan. Ia bekerja tiap hari karena harus mengurusi seorang Emak yang sudah sepuh.
Sebelumnya Kombe pernah bekerja sebagai office boy di perusahaan Bagaskoro, hanya bertahan satu bulan sebelum hengkang dengan alasan yang tidak pernah ia ceritakan. Padahal kami sangat terbiasa untuk saling terbuka, tapi entah kenapa kali ini ia berbeda. Aku seperti berhadapan dengan orang yang tidak pernah kukenali sebelumnya.
Kapti pun demikian. Temanku dan Kombe dari bayi ini sama-sama merasakan perbedaan sikap dari Kombe semenjak keluar dari perusahaan itu. Tentu saja kami berasumsi yang tidak-tidak, menebak-nebak kejadian apa yang membuat Kombe -Si Pencair Suasana nan Begajulan itu menjadi amat pendiam dan sering menyendiri.
Apakah ia memecahkan vas delftware milik istri Baskoro, melarikan diri, dan tertangkap? Apakah sebelum-sebelumnya ia sudah mencuri ban mobil dan baru ketahuan sekarang? Secara, menurut agama yang aku yakini, Allah tidak akan membuka dosa hambaNya ke publik jika hal itu baru dilakukan sekali.
"Berhenti mempertanyakan apa yang dia sangkal, Rin!" tegas Kapti tiap kali aku mengeluarkan kekutu dalam kepala. "Kita harus percaya sama dia." Lirihnya.
"Tapi hakim nggak mempercayai dia. Pengadilan nggak mempercayai dia. Sekarang semua orang nggak mempercayai dia, Kap." Kataku tidak kalah lirihnya.
"Setidaknya kita ada di pihaknya. Meskipun tinggal kita."