Mohon tunggu...
Arin
Arin Mohon Tunggu... Lainnya - amateur

🍉

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Pelarian-Pelarian [Part 1]

4 Januari 2025   12:15 Diperbarui: 4 Januari 2025   12:15 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah di tengah hutan yang berkabut (pexels.com/@fidan-nazim-qizi)

Aku baru menyadari hal tersebut karena sejak si pemilik rumah pulang, kami beristirahat cukup lama di ruang tengah. Ayah yang sibuk menata makanan kaleng instan di meja langsung beringsut menghampiriku. Ia ikut memperhatikan pemandangan ganjil itu dari jendela dapur yang sepertinya sengaja dikunci permanen agar tidak sembarangan dibuka.

"Oh itu, Ayah hampir lupa kasih tahu. Waktu kamu ngobrol di dekat jendela depan sama Gala, Tama berpesan melarang keras kita mendekati area yang ditutupi kain hitam itu apalagi memasukinya."

"Lho, menangnya kenapa?" 

"Katanya sih kain hitam itu fungsinya sebagai pengaman agar mahkluk-mahkluk lain yang bersarang di pohon beringin tidak sampai menganggu orang rumah. Benar atau tidaknya, kita turuti saja, kita di sini cuma numpang nggak boleh macam-macam."

Aku mengangguk tanpa sedikitpun mengalihkan pandangan dari pohon beringin besar yang jauhnya hanya beberapa meter dari halaman belakang. Ayah kembali ke pekerjaannya, beberapa saat kemudian terdengar suara Mama. Ia datang-datang mengomel, siapa yang membuatnya kesal di tempat sepi begini?

"Kenapa sih, Ma?" Aku membalikkan badan beralih menatap Mama yang wajahnya mendongkol.

"Itu lho, waktu mau nutup pintu, Mama lihat ada Kakek tua pakai caping bajunya kotor banget lusuh. Dia berdiri di ujung halaman depan sambil lihatin terus, Mama samperin lah buat nyapa. Tapi dia malah nyuruh kita balik. Kalian harus pergi dari sini! Cepat Pergi! Begitu katanya. Siapa dia coba? Aneh banget!"

Aku dan Ayah saling beradu tatap sejenak kami tertegun, hening yang merebak seolah membangkitkan kewaspadaan. Namun, kemudian Ayah menenangkan Mama. Ia mengatakan mungkin saja Kakek itu hanya orang iseng atau sudah pikun.

"Tapi aku penasaran di mana Kakek itu tinggal? Sejak kita memasuki area hutan bukankah kita nggak menemukan satu pun rumah lain?" Mendadak aku merasa cemas.

"Kemungkinan dia tinggal di saung dekat sini. Tapi sudahlah jangan dipikirkan. Hari sudah mau gelap mending kalian segera tutup jendela dan Ayah nyalain lampu minyaknya."

Aku langsung berbalik niat hati menutup jendela yang paling dekat denganku, sementara itu Mama pergi ke ruangan lain dan Ayah tetap di dapur menyiapkan beberapa lampu minyak. Aku sedikit tercengang ketika melihat kabut pekat mengaburkan pandangan sampai-sampai pepohonan seolah lenyap menghilang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun