Mohon tunggu...
AyahArifTe
AyahArifTe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Ayah

Penulis dan mantan wartawan serta seorang ayah yang ingin bermanfaat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Momogi Kena Smash... Ooo *)

18 Mei 2022   16:30 Diperbarui: 18 Mei 2022   16:31 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Suara.com/bwfofficial

"Brooo llaeeee Gintiiingg ... "

"Bro Kentooo saaannnn ..."

Dua sahabat itu saling memanggil nama masing-masing suatu siang di area penjemputan di Bandara Nusantara, ibukota Indonesia pada 2072.

"Welcome back, Kento-san to my country," ujar Ginting mantan pemain bulutangkis kenamaan Indonesia.

"Terima kasih ... terima kasih ... jangan pakai Bahasa Inggris dong. Saya sudah lancar nih bahasa kamu," ujar Kento Momota yang juga mantan pemain badminton terkenal negeri Matahari Terbit, Jepang.

"Haha .. iya iya deeh .. sombooong kamu. Saya masih belajar bahasa negeri kamu nih ... susah pisan eeuy ... huruf-hurufnya itu kayak cacing kepanasan tea," ujar Ginting.

"Pisan euy? Tea? ... apa itu?" Kento bingung.

"Hahaha ... Itu bahasa tanah kelahiran saya," jelas Ginting sambil tertawa.

"O iya ... Sunda! Dasar orang Cimahi. Padahal nama kamu Batak sekali ya," Kento pun ikut terkekeh.

"Ayah saya kan memang dari Batak Karo," sergah Ginting.

Orang-orang di sekitar bandara yang terletak di Timur Kalimantan itu tidak menggubris kehebohan dua kakek berusia 70-an tahun itu. Ginting sudah memasuki usia 75 tahun dan Kento 77 tahun. Apa yang menarik dari kehadiran mereka?

Bagi orang lain memang pertemuan mereka tidak ada yang menarik. Tapi, hari itu, 14 Mei 2072, mereka sengaja ingin berjumpa lagi untuk mengingat 50 tahun pertandingan mereka pada perhelatan Thomas Cup 2022 di Bangkok, Thailand, pada tanggal yang sama.

Ibukota Indonesia sudah tidak di Jakarta lagi. Kento sengaja terbang dari Tokyo. Lelaki yang masih berpostur tegap itu minta Ginting datang ke Bandara Nusantara dari kediamannya di Bandung. Dari Nusantara, mereka akan menuju Medan, Sumatra Utara. 

"Hari ini 50 tahun yang lalu ya di Bangkok," kenang Ginting. "Saya ngalahin kamu! Hahahaha ... "

"Haha ... sekarang kamu yang sombong. Sebenarnya waktu itu saya sudah semangat tuh karena kamu kalah terus pada tiga pertandingan sebelumnya," Kento juga mengenang kejadian 50 tahun lalu itu. "Eee ... trus kamu kok bisa menang lawan si Jipeng dari Cina itu. Kacau mood saya waktu itu!"

Sambil mengenang laga Thomas Cup 2022 mereka berjalan menuju salah-satu caf di bandara itu untuk menunggu penerbangan pesawat ke Medan.

"Selamat datang, Mr. Kento Momota, Bapak Anthoni Sinisuka Ginting!"

Ada suara menyambut di caf tempat mereka baru saja melangkah masuk.

"Mereka masih mengenal kita?" tanya Kento.

"Bukkaann ... itu IoT. Semua tempat resto dan caf di sini sudah dilengkapi sensor AI. Jadi wajah kita sudah terdeteksi di tempat ini. Bahkan di bandara ini," jelas Ginting bangga sambil duduk di suatu sudut caf yang dekat kaca jendela menghadap landasan. Tempat favorit para pengunjung caf sehingga bisa melihat pesawat take off dan landing.

"Wah ... kerreenn. Tapi di Jepang, teknologi ini sudah lama sih," Kento menimpali dengan wajah yang cool.

"Nah nah ... mulai sombong lagi ... "

"Hahaha ... ok ok ... Orang Jepang tidak boleh ada yang sombong, karena ada Kaisar yang keturunan Dewa Matahari. Ok deh ... kita di sini sekarang tidak ada sombong-sombong lagi ya. Deal?"

"Deal ... " mereka pun tos ... plakkk.

"Momogi!!!" Tiba-tiba ada suara berteriak setengah lantang.

Kento dan Ginting saling berpandangan heran, lalu tengok kanan kiri mencari asal suara. Tidak ada yang mereka kenal atau orang yang menghampiri mereka. Sebagian besar orang di caf itu sibuk dengan gadget mereka. Suatu hal yang masih berlaku sejak dulu.

Tiba-tiba pundak mereka ditepuk dari belakang.

"Ini saya. Sen. Lakshya Sen. India!" seorang lelaki yang juga masih tegap dan gagah. Sen pemain badminton India yang lebih muda dari Ginting dan Kento. Tapi, rambutnya sama dengan Mamogi memutih keperakan. Tapi kulit wajah mereka bertiga masih kencang di usia 70-an. Mungkin karena mereka masih rajin berolahraga.

"Waahhh ... Seenn ... " kata Ginting sambil menyambut uluran tangan Sen untuk bersalaman dan saling berpelukan.

"Aahh Seenn .. India .. yang mengalahkan Ginting di final Thomas Cup 2022!" ujar Kento juga sambil menyambut tangan Sen.

"Ah sudahlah!" kata Sen. "Itu memang keberuntungan kami. Kami on fire merebut Piala Thomas saat itu."

"Nah ini ... begini dong pemain top ... merendah. Gak kayak kamu sombong melulu ... haha ... " kata Ginting. Tawa mereka pun memecahkan keheningan caf yang dingin siang itu.

"Sebentar ... sebentar ... " Ginting memotong. "Pertama, kamu kok ada di sini? Kedua, kok kamu bisa bahasa Indonesia?"

"Tambah pertanyaan dong," Kento menyelak.

"Ah, kamu ini ... sering menyerobot kayak ketemu bola tanggung di depan net aja. Hahaha ... " kata Ginting sambil ngakak. Kento dan Sen pun ikutan tertawa.

"Gak jadi deh."

"Yaachh jangan gitu doong ... " ujar Ginting.

"Iya .. mau tanya apa, Ken?" tanya Sen. "Nanti jawabnya sekalian nih."

"Udah lupa ... di-smash ama Ginting ... hahaha." Mereka bertiga ngakak lagi.

"Saya jawab ya pertanyaan Ginting. Pertama, caf ini milik saya dan partner dari Indonesia."

Oooo ... Ginting dan Kento serempak.

"Jadi saat system IoT caf ini menyebut nama kalian, saya mendengar tapi sedang meeting di pojok sana dengan manajer caf ini."

Oooo .. Lagi Ginting dan Kento kompak.

"Kalian sekarang kompak ya. Dulu saling smash ... hahaha," kata Sen sambil tertawa, Ginting dan Kento juga tertawa lepas.

"Lalu jawaban pertanyaan kedua?" Ginting masih kepo.

"Sebelum punya caf ini saya sudah menikah dengan dara Indonesia. Jadi, saya belajar Bahasa dari dia," ungkap Sen.

Oooo ... lagi Ginting dan Kento.

"Bro Ginting, bro Kento .. senang sekali saya bisa jumpa kalian di sini. Sungguh momen luar biasa ini. Saya traktir makan dan minum kalian di sini ya!" Sen segera memanggil manajer cafenya dan bilang bahwa tagihan Ginting dan Kento ia yang tanggung.

"Tapi, sayang sekali ... saya sudah harus boarding untuk kembali ke New Delhi nih ... kapan-kapan kita janjian jumpa ya ... "

"Eh, Sen ... saya baru ingat nih pertanyaan saya tadi."

"Nah, apa?"

"Apa resep kamu bisa kalahkan Ginting waktu Thomas Cup dulu?" kata Kento dengan mimik wajah ngeledek Ginting.

"Ah, sudahlah ... that was old story! Hahahaha ... "

Mereka pun bertiga tertawa lagi.

"Dan untuk penghormatan kehadiran kalian saya mau memutarkan video youtube momen-momen hebat Momogi di televisi caf ini ya ... " kata Sen.

"Ladies and gentlemen ... may I have your attention please," ujar Sen lantang ke seluruh pengunjung cafenya yang cukup luas itu.

"I apology to interrupt your stay in my caf here. I would like to play the video in our TVs here the greatest moments of two great badminton players. They are here now in my caf ... Mr. Kento Momota from Japan and Mr. Anthony Sinisuka Ginting from Indonesia! ... " ujar Sen dengan suara cukup keras sehingga semua pengnjung cafenya menoleh ke dia dan semua bertepuk tangan.

Beberapa orang pun yang baru sadar kehadiran Ginting dan Kento segera menghampiri dan minta berfoto bersama.

"Wah mereka masih kenal kita ya meski sudah gaek begini," bisik Ginting ke Kento.

"Iya dong ... Siapa yang tak kenal Ginting ... yang pernah dikalahkan oleh pemilik caf ini ... haha .. adduuhh ..." Ginting memukul ringan lengan Kento.

"Momogi ... sampai jumpa ya .. saya pamit dulu," ujar Sen sambil menjabat erat kedua tangan duo sahabat itu. "Eh, kita foto bertiga dulu dong. Cipto ... tolong ambil foto kami ya," kata Sen kepada manajer caf.

Kekerabatan Kento dan Ginting memang semakin erat ketika mereka sudah sama-sama gantung raket puluhan tahun lalu. Sejak itu, mereka sering saling berkunjung. Pertandingan keduanya amat ditunggu-tunggu para penggemar badminton. Banyak momen yang luar biasa seperti yang tergambar di video yang sedang berlangsung di caf milik Sen hari itu.

Karena itu pula kalangan pers saat itu kemudian memberi mereka julakan Momogi dari kepanjangan nama keduanya, Momota dan Ginting. Nama Momogi pun melegenda.

"Halo Momogi ... " terdengar suara Wanita dari belakang mereka duduk.

Ginting dan Kento menoleh.

"Halloow ... " sapa Ginting dengan wajah sumringah karena di hadapannya ada wanita berparas cantik dan body atletis dan sexy. Ginting langsung menyodorkan tangan untuk bersalaman.

"Sudah ... sudah ... jangan lama-lama salaman. Inget cucu-cucu ... hehe," ketus Kento sambil terkekeh. "Ginting, kenalkan ini calon saya. Panggilannya Sisil. Nama lengkapnya ... "

"Prisilia Bulan Simarmata," ujar perempuan yang dikenalkan oleh Kento ke Ginting.

Mulut Ginting terbuka sedikit ... tatapannya tak lepas dari paras Sisil yang memang bak model dan mirip Bulan Sutena, artis dadakan zaman dulu yang popular gara-gara aplikasi Tiktok. Postur tinggi tubuhnya hampir sama dengan Kento. Rambutnya panjang sebahu. Kulitnya putih bak artis-artis korea.

"Ginting ... halloo ... " kata Kento.

"Oh .. eh ... ya ... ada apa?"

"Kamu yang ada apa? Kenapa menatap Sisil seperti itu?"

"Ooo nggakk ... anu ... eh," Ginting salting.

Ia kemudian menarik tangan Kento untuk sedikit menjauh dari Sisil. Ia sempat mengatakan, "Maaf ya Sisil ... saya pinjam Kento sebentar."

"Sisil silakan duduk aja ya, sebentar ya ... " Kento bicara dengan Sisil sambil terseret agak menjauh karena ditarik Ginting.

"Itu calon kamu ... calon apa? Calon mantu?"

"Haha ... "

"Hussshhh ... jangan ketawa. Saya serius nanya nih ... "

"Kenapa memangnya?"

"Jawablah ... "

"Calon istri saya," ujar Kento mantap.

"Whaattt??? Kento ... kamu bercanda kan?"

"Serius dong ... Makanya saya ajak kamu ke Medan, karena dia mau memperkenalkan saya dengan keluarganya. Toh, saya memang sudah single," jelas Kento.

"Saya pernah liat dia," tegas Ginting.

"Whaatttt??? Ginting ... Kamu bercanda kan?"

"Serius dong ... Makanya aku tanya kamu."

"Kenal bagaimana? Di mana? Dia pacar kamu juga?"

"Huusshh ngaco kamu! Saya sudah usia kepala 7 begini, bagaimana bisa menikah dengan dia yang semuda itu?"

"Ah, buktiinya saya bisa kok. Dia mau."

"Beda usia kamu dan dia kan jauuuhhh sekali ... " ujar Ginting gusar.

"It doesn't matter how old you are, the matter is how feel you are!" tegas Kento.

"Duh ... bukan begitu ... duh gimana ngomongnya ya?" Ginting makin uring-uringan.

Kento pun tidak paham ... dan hanya melongo melihat Ginting yang kebingungan garuk-garuk kepala tanpa rasa gatal. "Ginting ada apa nih? Saya sudah tahunan loh kenal dan berpacaran dengan Sisil. Selama ini saya memang tidak cerita sama kamu. Itulah kenapa saya sekarang bisa bahasa Indoensia."

"Sebentar ya," ujar Ginting sambil menjauh dari Kento dan menelepon seseorang.

Kento makin penasaran. Ia melihat Sisil yang sudah duduk sambil melempar senyuman dan kasih kode ok, "Everything is fine. Nothing to worry."

Kemudian terlihat Ginting tidak hanya melakukan calling, tapi video call juga.

Kento sekarang yang makin uring-uringan. Garuk-garuk kepala tanpa ada yang gatal. Ia pun menghampiri Ginting.

"Bro Ginting ... maaf ya. Bisakah kamu jelaskan ada apa ini?"

"Eh ... iya. Kento kenalkan ini keponakan saya, Paul," kata Ginting sambil memperkenalkan sosok yang ada di layar ponselnya.

"Haiii ... saya Kento!"

"Halloo oommm Kento. Wah saya nge-fans banget loh sama om," kata Paul.

"Terima kasih ya ... Maaf, apa hubungannya ini dengan Sisil?" Kento langsung to the point bertanya ke Ginting.

"Nah, saya juga baru baru tanya Paul, untuk memastikan," ujar Ginting.

"Om mohon izin coba saya bicara langsung dengan Sisil," Paul langsung merespon.

Ginting pun membawa ponselnya ke Sisil diikuti oleh Kento.

"Haiii, Sisil."

"Haiii, Paul ... Apa kabar?"

"Loh kok kalian saling kenal?" tanya Ginting dan Kento hampir berbarengan.

Sekarang Sisil dan Paul yang tertawa bareng, "Hahaha ..."

"Om Ginting dan Om Kento. Sisil ini ... " belum selesai Paul berbicara, Sisil menyelak, "Sebentar Paul ... "

Paul pun mempersilakan Sisil berbicara.

"Sayang ... " kata Sisil kepada Kento. "Kamu kan tahu aku punya saudara kembar. Nah, saudara kembarku itu pacar Paul. Makanya gak heran deh kalau om Ginting seperti pernah kenal saya. Pasti Paul sudah memperkenalkan Siska, saudara kembar saya ke om Ginting," jelas Sisil.

Ginting dan Kento saling berpandangan sejenak ... lalu, "Ooooooooo ..." 

"Kena smash kita! Hahaha ... " Kento ke Ginting.

 

*disclaimer 

Kisah ini imajiner semata. Tak ada maksud mendahului takdir. Hanya berdasarkan asumsi statistik rata-rata atlet bisa berusia hingga 70-an tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun