Mohon tunggu...
Arifin Indra Sulistyanto
Arifin Indra Sulistyanto Mohon Tunggu... Konsultan - Pemerhati * Narasumber * Konsultan * Advisor * Assessor * Ilustrator

Telah belajar dan mengalami, terus belajar untuk mengerti dan memberi, ijinkan hamba berbagi literasi , menanti hingga datangnya senja hari. Menulis ibarat melukis kata dengan kuas, media kertas bagai kanvas, fiksi adalah warna bebas. Hitam dan putih adalah fakta dengan batas tegas.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sifat, Cara Pikir dan Tindakan Investor

16 Juni 2022   00:35 Diperbarui: 19 Juni 2022   18:02 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Arifin Indra

 

Diskusi Lanjutan Soal Investasi.

 Sore itu,  Indah didekati anaknya yang meminta untuk mengunjungi eyangnya.

“ Nanda mau diskusi dengan eyang kakung ?” mamanya langsung bertanya kepada anaknya.

“ Ah, mama pengin tahu aja,” elak Nanda sengaja menggoda mamanya agar penasaran.

“ Baiklah, besok Sabtu pagi kita mengunjungi eyang kakung, sekarang istirahatlah nak ” Indah menyanggupi sambil mengingatkan anaknya untuk mandi dan istirahat.

***

            Pagi itu, seperti yang telah dijanjikan, Nanda diantar mamanya menjenguk eyang kakung di suatu cluster di kawasan BSD. Begitu mobil mamanya di parkir di depan rumah, Nanda langsung keluar menghambur ke dalam rumah mencari eyangnya.

Eyang Soemarto sedang duduk membaca koran pagi di teras samping seperti biasanya, ditemani sepiring camilan dan gelas kesayangannya.

 “ Assalamualaikum, selamat pagi Eyang, ” sapa Nanda dengan riangnya, seraya bergegas mengambil dan mencium tangan eyangnya tanda hormat.

 “ Waalaikumussalam warohmatullohi wabarokatuuh. Hei, cucuku… mana mamamu. Ganteng amat pagi ini. Sini duduk sini… coba ini cicipin pisang gorengnya mumpung masih hangat.” sambut Eyang Soemarto demi melihat cucu kesayangannya muncul.

“ Assalamualaikum Yah, sejak kemaren Nanda sudah minta diajak kemari,” Indah menyapa ayahnya sambil menyampaikan tentang keinginan anaknya.

“ Nanda mau jadi pengusaha atau pengamat ?” Eyang Soemarto menggoda cucunya.

“ Tahun depan Nanda sudah kuliah loh Yang. Aku mau pilih fakultas ekonomi aja agar bisa memahami hal-hal yang berkaitan dengan bisnis.” Nanda mengingatkan eyangnya, bahwa dia sebentar lagi lulus SMA dan ingin melanjutkan kuliah

“ Ehemm, Indah tinggal dulu yaa, Bunda di mana Yah,” Indah pamit kepada ayahnya.

“ Coba cari ibumu di kebun , tadi sedang memetik melati,” ayahnya memberi arah.

“ Kembali ke laptop, silahkan mulai bertanya,” eyang Sumarto tersenyum menatap cucunya.

“ Nanda pengin tahu sifat, cara pikir dan tindakan investor dalam memilih skim investasi,”

“ Setidaknya ada beberapa hipotetis yang berbeda, ini demi pembahasan saja ?”, eyang Sumarto mulai memberi pengantar.

***

“ Situasi Pertama, si investor tidak melakukan apa-apa. Si investor ini disebut “ Risk Avoidance”, tidak mengambil tindakan apapun dan membiarkan uangnya mandek di rekeningnya di bank.  Mereka memang tidak suka berinvestasi apa pun bentuknya,  dan menghindari adanya risiko.” si eyang memulai.

“ Serius…, ada orang-orang seperti itu ?” si cucu ingin penegasan dari eyangnya.

“ Sebut saja mereka “lugu” sehingga memilih “do nothing and get nothing”, tegas eyangnya.

“ Si lugu memilih untuk hidup tenang, tidak memikirkan risiko kehilangan nilai, sehingga bisa fokus beribadah dan tidur nyenyak.” Eyang Soemarto memberi penjelasan.

“ Baiklah Eyang, kira-kira di masyarakan ada berapa banyak ?” tanya cucunya.

“ Hhemm tidak banyak, kira-kira hanya ada 11 orang dari setiap 100 orang.” Jawab eyangnya.

“ Teruskan Yang.” Pinta cucunya tidak sabar.

“ Masih ingat penjelasan Eyang tempo hari, investor yang tujuannya mencari kemanan (safety) ?”,  eyangnya bertanya sebelum melanjutkan.

***

“ Situasi Kedua, si investor punya informasi, punya pengetahuan “time value of money” sehingga punya motif mencari tambahan hasil pengembangan secara aman.”

“ Sebut saja “Safety Investor”, mereka memilih jenis investasi dengan sifat “low risk – low return”. Demi menjaga hartanya tetap aman, si investor tidak keberatan hanya mendapat hasil pengembangan yang kecil.”

“ Mereka menempatkan dananya di simpanan, tabungan, deposito hanya di bank papan atas. Mereka tahu bahwa investasi di rekening di bank akan dilindungi oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan).”

“ Alternatif lainnya, mereka menempatkan dananya dalam bentuk pasar uang antar bank (PUAB), money market (MM), over night dan sejenis itu.”

“ Catat saja, nanti cari di search engine masing-masing produk itu apa?”.

“ Kira-kira dari populasi , ada 20 orang seperti ini di setiap 100 orang masyarakat umum”

“ Eyang lanjut yaa !”.

***

“ Berikutnya adalah Situasi Ke-tiga, si investor disebut “ Prudent Investor ”.  Orang-orang ini mempunyai pengetahuan tentang riskio, paham “time value of money”, punya pengalaman, punya informasi, punya motif dan mampu untuk mengakses produk investasi yang terbatas”.

 “ Tidak puas mendapatkan hasil pengembangan yang kecil, mereka mengoptimalkan dalam bentuk investasi yang mempunyai risiko rendah (low risk) dengan hasil pengembangan tinggi (high return).” Jelas eyang Soemarto

“ Apakah bisa lebih tinggi dari pada rekening tabungan atau deposito ?”, tanya si cucu.

“ Iyaa bisa dan sengaja hanya memilih yang aman saja. Adapun jenis investasinya adalah dalam bentuk obligasi pemerintah, surat utang negara (SUN), SUKUK (Obligasi Syariah) Pemerintah, SBI (Sertifikat Bank Indonesia), Obligasi Perusahaan dengan rating AAA dan Reksadana Berbasis Obligasi Pemerintah.” 

" Hasil pengembangan jenis investasi tersebut diatas, saat ini lebih tinggi daripada suku bunga simpanan, tabungan maupun deposito di perbankan," tambah eyang Soemarto. Pemerintah tidak mungkin default dan BI tidak mungkin bangkrut, sehingga investasi tersebut sangat aman. Kira-kira ada 20 orang tiap 100 orang di masyarakat.

***

" Selanjutnya kita masuk Situasi Ke-empat", investor ini sebut saja si "Risk Taker". Orang ini mempunyai pengetahuan tentang risiko, paham "time value of money", punya informasi, punya motif, mampu akses ke produk investasi lewat sekuritas."

" Mereka sangat tidak puas mendapatkan hasil pengembangan yang kecil, sehingga mencari produk investasi yang bersifat "high risk-high return". Demi mengejar return yang tinggi, mereka berani menanggung risiko yang juga tinggi. Ini sesuai dengan teori investasi, semakin tinggi risiko suatu produk, semakin tinggi hasil investasinya."

" Adapun jenis-jenis yang dipilih antara lain adalah saham, saham IPO, Promissory Notes, Obligasi dengan Kupon Tinggi, Hedge Fund, FOREX, Crypto Currency dan NFT. Karena emiten adalah swasta (bukan pemerintah), maka mengandung risiko gagal bayar (default) yang tinggi. Konsekuensinya NAB Nilai Aktiva Bersih dapat naik turun berfluktuasi sesuai dengan kondisi pasar. Namun jenis investasi ini memberikan hasil pengembangan yang relatif tinggi dibandingkan deposito, PUAB, obligasi pemerintah bahkan SBI."

" Di masyarakat, si "Risk Taker" ini kira-kira 30 orang setiap 100 orang." imbuh eyang Soemarto.

" Kalau Nanda tidak bertanya, eyang lanjutkan yaa."

***

" Kita bahas Situasi Ke-lima, si investor yang senang berspekulasi, disebut " Speculator Investor". Singkatnya mereka punya pengetahuan komplit tentang risiko, time value of money, punya data, punya motif yang kuat (melebihi risk taker) dan berani memilih perusahaan sasarannya."

" Contoh dari investasi ini adalah penempatan dana di perusahaan startup (belum go public) secara "equity financing" maupun secara "venture capital. Karena perusahaan belum berkembang, maka jenis investasi ini "high risk-low return", kemungkinan default tinggi dan keuntungan perusahaan belum tentu sanggup membayar divident. Bisa jadi mereka belum break event point atau malah masih minus. Namun karena sektornya sedang booming, sehingga kemungkinan punya peluang untuk berkembang."

" Si investor berharap dapat menikmati "hidden treasury" dalam bentuk capital gain yang akan dinikmati, kelak jika ketemu strategic investor, maupun ketika berhasil melakukan IPO (go public)."

" Kisah sukses beberapa perusahaan start up bidang IT di Silicon Valley, US (misal PIXAR) adalah hasil sentuhan investor jenis ini, kadang mereka disebut " Angel Investor. Kegagalan Angel Investor juga banyak. Investor jenis ini sangat sedikit, maksimal 9 orang dari 100 orang di masyarakat."

" Whoa... apakah mereka juga ada di Indonesia Eyang ?", tanya si cucu penasaran.

" Ada sih spekulator macam itu, cuma sulit menemuinya, dan jumlahnya lebih sedikit." jawab eyangnya.

" Nahh... itulah kira-kira kurang lebihnya sifat, cara pikir dan tindakan para investor." tambahan eyang Soemarto.

" Besok kita sambung lagi." eyang Soemarto menutup penjelasannya sambil bangkit menuju kebun mengajak cucunya.

***

@AIS, Tangsel 15 Juni 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun