“ Lagi-lagi gegara uang crypto tidak diakui sebagai alat pembayaran, maka tidak bisa masuk ke lembaga keuangan akibatnya tidak bisa membiayai perusahaan apapun di sektor usaha kecil, usaha menengah, sektor pertanian maupun industri lainnya”.
“ Tadi kan Erhan sudah bisa menyimpulkan, uang crypto tidak bisa untuk membeli saham di pasar modal. Itu semua seringkali disebut sebut sebagai sektor riil".
“ Dengan narasi yang sama, gegara uang crypto bukan alat pembayaran, maka tidak ada kredit maupun lewat mekanisme obligasi untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur. Ini yang sering disebut sebagai sektor publik. Jadi adalah tidak mungkin kita mengundang pemilik uang kripto untuk membiayai pembangunan jalan tol, pelabuhan dan airport”.
“ Okey… sekarang Erhan mengerti, sangat jelas Eyang. Waw..., Eyang enak banget menjelaskannya. Boleh kapan-kapan Erhan ajak teman-teman kelas untuk diskusi bisnis yaa Eyang, please”, pinta sang cucu kepada Eyangnya.
***
“ Boleh-boleh saja, silahkan ajak teman-temanmu kesini”, jawab eyangnya menyanggupi permintaan cucunya.
“ Sebenarnya ada dua point lagi, yang harus Eyang sampaikan”, sela Eyangnya seraya menangkap bahasa tubuh Erhan yang mau mengakhiri diskusi.
“ Serba singkat saja yaa. Pertama, Kemendag RI melalui Bappebti , menganggap uang crypto sebagai “komoditi” yang dapat diperdagangkan. Ketentuan selengkapnya silahkan baca Peraturan Bappebti No.5/ 2019”.
“ Ada 13 perusahaan pedagang crypto yang telah mendapat ijin Bappebti. Orang bisa membeli uang crypto melalui pedagang kripto tersebut”.
“ Yang kedua, dengan perlakuan dengan status “komoditi”, maka uang crypto, NFT dan turunannya bisa dianggap sebagai alternatif untuk melakukan “investasi” dan memang ada pasarnya”.