Sang Raja bernama Dewatacengkar yang dzolim dan rakus senang memakan manusia, dengan tubuh besar seperti raksasa.
Aji Saka menawarkan diri untuk dimakan oleh sang Raja, namun dengan syarat.
Syarat yang diajukan Aji Saka sebelum dimakan adalah diberi sebidang tanah seluas sorban putihnya. Sang Raja setuju dan berpikir luas tanah yang diminta pastilah tidak seberapa. Namun, ketika sorbannya dibuka, ternyata bisa melebar dan memanjang. Sorbannya terus melebar dan memanjang mendorong Sang Raja sampai ke pinggir pantai selatan. Akibatnya Sang Raja jatuh ke pantai selatan dan menjelma menjadi buaya putih yang besar.
Sang Aji Saka mempunyai sebilah keris pusaka dan dua orang pengawal setia, masing-masing bernama Dora dan Sempada.
Untuk suatu urusan, Sang Aji Saka meminta Sembada untuk tinggal di padepokan sambil menjaga keris pusakanya. Kemudian Sang Raden melakukan perjalanan diiringi oleh pengawal Dora.
Di tengah perjalanan, Sang Aji Saka merasa membutuhkan keris pusakanya.
" Wahai Dora, bergegaslah kembali ke tempat Sembada tinggal dan tolong ambilkan keris pusaka yang sedang dijaganya."
" Inggih dawuh sendiko , Raden." Jawab Dora dan balik badan menuju tempat semula.
Kejadian berikutnya adalah kesalahpahaman beradu mulut kedua pengawal Aji Saka tersebut. Masing-masing merasa benar dengan pendapatnya.
Sembada tidak mengijinkan siapapun termasuk Dora untuk mengambil keris pusaka. Sementara, Dora merasa jelas-jelas mendapat perintah langsung dari Sang Raden untuk mengambil keris pusaka dari tangannya
Perselisihan mulut menjadi pertengkaran, keduanya ahli beladiri, maka sama-sama kuat. Akibatnya, saling melukai dan berujung dengan luka parah kedua pihak.