Mohon tunggu...
Arif Ardiawan
Arif Ardiawan Mohon Tunggu... Auditor - Auditor

aktif sebagai ASN dan menyukai aktivitas menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menilik Implementasi Organisasi Pembelajar di Lingkungan Kementerian Keuangan

31 Mei 2024   15:15 Diperbarui: 31 Mei 2024   20:49 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gedung sebagai representasi organisasi. 

Pandemi covid-19 yang melanda Indonesia di tahun 2020 menjadi momentum tersendiri yang memicu setiap organisasi memacu diri untuk dapat beradaptasi, tidak terkecuali Kementerian keuangan Republik Indonesia. Kondisi pandemi tersebut dinilai sebagai contoh dari VUCA (Volatility, Uncertanty, Complexity, dan Ambiguity) yang menjadikansuatu organisasi harus terus melakukan transofrmasi.  Tantangan yang dihadapi oleh Kementerian Keuangan Indonesia juga berkaitan dengan perubahan kebijakan ekonomi global, fluktuasi pasar keuangan, kebutuhan akan transparansi yang lebih tinggi, serta tuntutan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan publik.

berdasarkan historis tersebut serta tantangan yang harus dicapai kedepan maka perlu ada upaya organisasi untuk dapat bertahan pada setiap situasi dengan tetap optimal mencapai tujuan organisasi. Oleh karenanya, melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 283 Tahun 2021 tentang Implementasi Organisasi Pembelajar (Learning Organization) di Lingkungan Kementerian Keuangan. keputusan ini menjadi bendera start dimulainya konsep learning organization di Kementerian Keuangan. lalu kemudian apa itu Learning Organization?.

Menurut Serrat yang ditulis pada bukunya yang berjudul: Knowledge Solution Tools, Method, and Approaches to Drive Organizational Performance, organisasi pembelajaran, atau dalam istilah internasional dikenal dengan nama Learning Organization adalah organisasi yang menghargai peran yang dapat dimainkan oleh pembelajaran dalam pengembangan efektivitas organisasi. Hal ini ditunjukkan agar organisasi mampu memperoleh inspirasi strategis melalui pembelajaran dalam rangka pencapaian visi organisasi. Istilah Learning organization pada awalnya diperkenalkan oleh Senge menurut Listiani, T. (2022) dimana sebuah organisasi pembelajar harus didukung penuh oleh pimpinan organisasi dan didukung sepenuhnya oleh seluruh civitas organisasi untuk meningkatkan kapasitas, kompetensi dan perbaikan berkelanjutan.

Hampir di setiap entitas organisasi baik profit maupun non profit atau bahkan organisasi pemerintah, seluruh pimpinan selalu berkutat pada pertanyaan bagaimana menanamkan pengalaman dan tujuan organisasi di antara kelompok-kelompok besar yang saling bekerjasama dalam rangka memastikan bahwa organisasi telah berjalan pada pola learning organization. Learning organization dapat diwujudkan melalui budaya organisasi. Hal inilah yang membedakan antara organizational learning dan individual learning. Individual learning adalah proses pembelajaran yang memanfaatkan memori penyimpanan dalam otak manusia, sedangkan organizational learning dapat menyimpan memori melalui budaya organisasi. Aktivitas yang dijalankan secara terus menerus dalam sebuah organisasi maka akan menjadi budaya dengan demikian upaya untuk berubah dari suatu kondisi melalui pengetahuan baru dan cara berfikir sehingga bisa memunculkan pola kerja atau budaya baru maka itulah yang disebut dengan organizational learning sebagaimana yang ditulis Kline dan Saunders dalam bukunya Ten Step to a Learning Organization.

Asumsi yang berkembang terkait penerapan Learning Organization ini cukup sulit diimplementasikan di organisasi sektor publik seperti institusi pemerintahan karena dirasa kurang efektif dibandingkan dengan organisasi sektor swasta. Hal ini ditengarai lantaran adanya kerjasama tim yang masih belum solid, visi organisasi yang tidak terserap merata oleh seluruh civitas, kepemimpinan yang tidak strategis serta berbagai kondisi yang seringkali terjadi menghambat organisasi pemerintah (Listiani, T., et.all.,2022).

Inovasi sebagai organisasi pembelajar menurut Senge (1994) perlu didukung oleh 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan secara bertahap. Meskipun komponen ini dapat dikembangkan secara terpisah, namun implementasinya masing-masing akan memberikan kontribusi yang penting dalam membangun organisasi yang benar-benar dapat belajar untuk terus meningkatkan kapasitas dalam mewujudkan tujuan organisasi. Lima komponen tersebut yaitu:

System Thinking. Adalah disiplin organisasi yang mengharuskan kita untuk melihat suatu permasalahan secara menyeluruh. Pandangan secara parsial akan membuat organisasi sulit untuk mengetahui fenomena yang terjadi, namun dengan system thinking, organisasi akan dapat memahami kondisi yang terjadi melalui berbagai fenomena yang pada dasarnya kemunculannya saling berkaitan satu sama lain. System thinking digunakan untuk melihat sebuah pola yang dinamis ketimbang melihat fenomena statis.

Personal Mastery. Disebut sebagai penguasaan pribadi, yaitu disiplin untuk terus-menerus memperjelas dan memperdalam visi pribadi kita, memfokuskan energi kita, mengembangkan kesabaran, dan melihat realitas secara objektif. Sebagaimana diketahui bahwa sumber daya manusia suatu organisasi adalah modal besar, maka bilamana sebuah organisasi ingin menjadi pembelajar, maka tiap individu juga harus memiliki kemauan sebagai individu pembelajar.

Mental Models. Setiap orang perlu berpikir secara reflektif dan senantiasa. memperbaiki gambaran internalnya mengenai dunia sekitarnya, dan atas dasar itu bertindak dan mengambil keputusan yang sesuai. Proses merefleksikan diri dan meningkatkan gambaran diri tentang dunia luar dan melihat bagaimana kemampuan dalam mengambil keputusan dan tindakan. Mental model ini menjadi penting untuk dikelola karena hal ini menggambarkan respon atas apa yang terjadi. Orang dengan mental model berbeda akan memberikan respon yang berbeda pula atas fenomena yang terjadi.

Building Shared Vision. Salah satu ciri sebuah organisasi adalah memiliki tujuan. Meskipun terdiri dari berbagai latar belakang sumber daya manusia, namun semuanya bersatu dalam organisasi untuk tujuan organisasi. Tujuan organisasi yang kemudian menjadi fokus masing-masing masinig individu harus menjadi komitmen bersama untuk diwujudkan.

Team Learning. Kelompok kerja dapat menjadi mekanisme terbaik dalam tujuan meningkatkan performa kerja. Dalam suatu kelompok kerja atau tim telah terbukti bahwa kelompok kerja dapat belajar dengan menampilkan hasil jauh lebih berarti daripada jumlah kinerja perorangan masing-masing anggotanya. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat jika individu mau berbagi wawasan dan belajar bersama-sama. Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal intelektualnya sumber daya manusia.

Penerapan learning organization di Kementerian Keuangan mengacu pada 10 komponen penggerak yang ada dalam Enterprise Learning System yang telah dimodifikasi dengan menyesuaikan karakteristik operasional di Kementerian Keuangan. Kesepuluh komponen tersebut meliputi:

1. Strategic Fit and Management Commitment

Komponen ini mencerminkan strategi dan komitmen dari pimpinan untuk mengembangkan budaya belajar sebagai elemen kunci dalam mewujudkan budaya organisasi pembelajar. Diharapkan bahwa pimpinan tertinggi Kementerian Keuangan dapat menjadi penggerak budaya belajar dengan menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan visi, budaya, strategi, dan struktur yang mendukung proses pembelajaran di Kementerian Keuangan.

2. Learning Function Organization

Komponen ini memastikan bahwa organisasi menjalankan fungsinya secara efektif dalam kaitannya dengan aktivitas pembelajaran internal. Komponen ini merupakan kelanjutan dari komponen strategic fit and management commitment, di mana setiap strategi dan komitmen dari pimpinan diterapkan dan dijalankan oleh organisasi. Ini mencakup pelaksanaan visi, implementasi strategi, pengembangan budaya belajar, dan penguatan struktur yang mendukung proses pembelajaran.

3. Learners

Komponen ini melibatkan individu yang melakukan kegiatan belajar, baik pada tingkat pribadi, tim, maupun organisasi. Kebiasaan belajar yang baru ini dikembangkan oleh para pemelajar melalui partisipasi aktif dalam pembelajaran, baik yang terstruktur maupun tidak terstruktur, dengan tujuan meningkatkan kinerja.

4. Knowledge Management Implementation

Komponen ini memfasilitasi pembelajaran, mendorong penciptaan pengetahuan (knowledge creation), mendukung penyebaran pengetahuan, dan memperkuat retensi aset intelektual. Proses manajemen pengetahuan mencakup identifikasi, dokumentasi, pengorganisasian, penyebaran, penerapan, dan pemantauan pengetahuan.

5. Learning Value Chain

Komponen ini menjelaskan proses pengelolaan pembelajaran di Kementerian Keuangan. Komponen ini meliputi analisis, desain, implementasi, dan evaluasi yang dilakukan oleh organisasi untuk menyelenggarakan pembelajaran yang aplikatif, relevan, mudah diakses, dan memiliki dampak tinggi sesuai dengan kebutuhan organisasi.

6. Learning Solutions

Kemudian, organisasi harus menentukan model pembelajaran yang paling sesuai. Model pembelajaran dapat mencakup belajar mandiri, belajar terstruktur, belajar dari orang lain, dan/atau belajar sambil bekerja (self-learning, structured learning, social learning/learning from others, dan learning from experience/learning while working). Dengan memilih model pembelajaran yang tepat, tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.

7. Learning Spaces

Dalam melaksanakan pembelajaran, organisasi harus memfasilitasinya melalui komponen ruang belajar yang mencakup penyediaan ruangan, peralatan, jaringan internet dan intranet, akses ke sumber belajar, kesempatan untuk belajar, serta dukungan teknis.

8. Learners Performance

Setelah menyelesaikan pembelajaran, para pemelajar perlu menerapkan hasil pembelajaran tersebut agar memberikan manfaat bagi diri mereka sendiri, tim, dan organisasi. Hasil pembelajaran digunakan untuk perbaikan berkelanjutan, peningkatan kinerja, dan bahkan penciptaan inovasi. Implementasi dan pemanfaatan hasil belajar ini adalah fokus dari komponen Kinerja Pemelajar (Learners Performance), yang bertujuan memastikan budaya belajar dan proses manajemen pengetahuan berjalan secara optimal, sehingga organisasi mampu beradaptasi terhadap perubahan dan menjadi lebih baik.

9. Leaders’ Participation in Learning Process

Dalam keseluruhan proses pembelajaran, dukungan dari pimpinan sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan belajar selaras dengan tujuan strategis Kemenkeu. Selain itu, peran pimpinan yang tercakup dalam komponen partisipasi pemimpin dalam proses pembelajaran juga meliputi peran mereka sebagai teladan, pengajar, pelatih, mentor, penasihat, dan pemimpin yang berpikir ke depan.

10. Feedback

Komponen ditunjukkan untuk menyampaikan masukan maupun rekomendasi terhadap pelaksanaan seluruh komponen Learning Organization untuk perbaikan yang berkelanjutan.

Dalam menerapkan Learning Organization, Kementerian Keuangan memiliki 10 komponen Learning Organization yang berasal dari konsep LO Peter Senge yang telah disesuaikan dengan karakteristik Kementerian Keuangan.

No

Pilar Disiplin LO Peter Senge

Komponen LO Kementerian Keuangan

1

Personal mastery

  • Learners
  • Leaners Performance

2

Mental models

  • Feedback

3

Shared vision

  • Strategic Fit & Management Commitment
  • Learning Function Organization
  • Leader Participation in Learning Procces

4

Team learning

  • Learning Solution
  • Learning Space

5

Systems thinking

  • Knowledge Management Implementation
  • Learning Value Chain

Konsep Learning Organization (LO) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dilakukan dengan pendekatan penetapan Peraturan Menteri Keuangan yang sifatnya jelas dan mengikat. Sepuluh (10) Komponen penggerak LO Kemenkeu disesuaikan dengan karakteristik operasional di Kementerian Keuangan. Komponen tersebut merupakan hasil dari penerapan 5 disiplin LO Peter Senge.

Komitmen Kementerian Keuangan dalam menjadikan institusinya sebagai learning Organization sudah diakui melalui penghargaan yang diterima Oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan berupa Top Digital Implementation 2023 level Star 5 yang diberikan atas capaian BPPK yang dinilai berhasil dalam hal implementasi dan pemanfaatan teknologi digital untuk meningkatkan kinerja, layanan, inovasi dan daya saing bisnisnya serta pelayanan kepada masyarakat maupun konsumen. Penghargaan ini ditujukan atas layanan Knowledge Management System (KMS) dan Learning Management System (LMS) dimana hal ini sebagai salah satu layanan yang mendukung komitmen Learning Organization.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun