"Ada apa, Pak Firman?" tanya Iksan dengan tenang.
"Ini tentang Wida. Dia mengeluh nilainya tidak keluar. Orang tuanya juga sudah bertanya-tanya. Anda tahu siapa dia, bukan?"
Iksan tersenyum tipis. "Saya tahu, Pak. Tapi kita harus adil. Wida memang tidak mengerjakan soal-soal ujian dengan baik. Nilainya memang tidak layak keluar."
Firman menghela napas. "Saya mengerti, Pak Iksan. Tapi Anda harus paham, kita bekerja di sini. Ada baiknya kita sedikit fleksibel. Ini demi kelangsungan kita semua."
Iksan menatap Firman dengan pandangan penuh arti. "Pendidikan, Pak Firman, bukanlah warung tegal yang bisa dikelola dengan cara seenaknya. Ini tentang membentuk masa depan."
Firman terdiam, merasa terpojok dengan kata-kata Iksan. "Saya paham idealisme Anda, Pak Iksan. Tapi realita tidak selalu seindah itu."