Pos km 19, Pukul 08.35 WITA hanya butuh 20 menit maka sampai lah pada suasana mulai terbuka, tampak kehidupan pun hanya semak perdu kecil menemani serta rekam jejak babi pun sempat kami temukan menandakan kehidupan liar jalur Pancasila masih terjaga atau memang sepi peminat karena rute yang katanya memutar lebih jauh lagi, sehingga Oi Bura lah alasan tepat memangkas waktu singkat sepertinya tentu dengan jasa kang ojek ya. Baiknya walau demikian suara bising kendaraan roda dua, hampir tidak terdengar sepanjang melalui jalur ini.
Pos Pintu Hutan, pukul 09.51 WITA pemberhentian pos bayangan terakhir untuk istirahat setelah menempuh waktu 60 menit lebih atau kurang pada jalan setapak yang dilalui selain bukan hanya licin, juga sangat sempit sekali, ditambah kelembapan tinggi membuat tekanan kekerasan permukaan lapisan tanah mudah tererosi oleh aliran air saat hujan, terbukti singkapan batuan kecil menjadi kesulitan lainnya menyeimbangkan langkah agar tidak tergelincir.Â
Itulah keadaan di bulan Desember 2019 dengan musim kemarau cukup panjang tapi keadaan mendekat akhir tahun mengubah unsur cuaca di atmosfer beberapa wilayah Indonesia mulai masuk awal musim penghujan. Jadi tidaklah heran jika kekhawatiran akan guyuran hujan seperti selalu membayangi, tapi jika itupun terjadi sudah jadi resiko sebagai bagian dari konsekuensinya.Â
Mengantisipasinya pun dengan bergegas berangkat pagi pagi sekali, agar terhindar dari tetesan air langit sebelum mulai siang menjelang membawa udara dingin pun terkumpul naik menjadi proses bagian dari kondensasi lalu tidak lama perbedaan tekanan ketinggian memaksa tingkat kejenuhan tinggi maka terjadilah orografis di ketinggian.
Pos 1 km 7 ketinggian 1.077 m dpl, pukul 10.49 WITA membuahkan hasil perjumpaan dengan pos penantian ini, tidak sia-sia dua kaki yang mulai lelah sangat butuh asupan agar energi tetap terjaga karena 120 menit berlalu melalui rute menanjak hebat telah terhenti sejenak.Â
Empat orang, dua sepeda motor kami temui di sekitar pondokan, ternyata sepasang suami-istri, bersama si pengangkut kayu hutan hasil tebangan di kawasan zona penyangga sepertinya. Â
Mengisi persedian air, berbagi cemilan, memulai pertanyaan, saling mengenali satu sama lain walau singkat, menjadi suasana mendekatkan diri lainnya, tidak lupa beberapa saran melepaskan tiga rekatnya pacet di kaki dengan garam atau tembakau melengkapi hari itu yang sesaat setelahnya hujan pun turun tepat pukul 12.00 WITA.Â
Bersamaan pula kemunculan dua lelaki belanda dari jalur Oi Bura tiba juga akhirnya, namun mereka memilih tetap melanjutkan langkahnya menghiraukan guyuran air membasahi di badan.Â
Jadi rute berbeda dua jalur Pancasila dan Oi Bura bertemu di Pos 1, hanya saja ternyata kami mendahului sampai, kesimpulannya tidak memutar namun jauh lebih singkat memangkas waktu ketimbang Oi Bura dengan jasa ojek atau sampai titik terdekat (Kampung Bali), itupun masih harus berjalan menanjak pada kondisi cerukan jejak gilasan roda dua sepanjang jalan, dan terkadang mengalah saat harus berpapasan arah naik atau turun. Tepat pukul 13.00 WITA hujan mereda sesaat kami putuskan cukup aman melanjutkan perjalanan.
Pos Rau, pukul 13.12 WITA, setelah 12 menit berjalan dengan kondisi gerimis kembali, kami pun mengambil langkah istirahat, rain coat pun seperti wajib harus melindungi badan agar terhindar dari kedinginan sambil mengisi perut yang kelaparan karena cemilan sebelumnya tidak cukup banyak menggantikan terkurasnya kekuatan langkah kaki untuk tetap tegak.Â