Mohon tunggu...
@Arie
@Arie Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang mau berfikir luar biasa. that is

Orang biasa, yang mau berfikir luar biasa. Hobi menulis sejak remaja, sayangnya baru ketemu Kompasiana. Humanis, Humoris, Optimis. Menjalani hidup apa ada nya.@ Selalu Bersyukur . Mencintai NKRI. " Salam Satu Negeri,!!" MERDEKA,!!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Serpihan Hati Yang Tersisa

17 Oktober 2020   15:48 Diperbarui: 27 September 2023   20:22 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puing - puing ingatan yang berserakan,....


Malam ini aku coba menghibur hati. 

Sambil duduk di pinggir pantai , di kesunyian malam. Segelas kopi dan sepotong roti menemani kesendirian ku. Kuputar lagu Knife dari youtube di Hp ku, yang memang sering kudengarkan sejak remaja dulu di tanah asal ku, hingga aku merantau dan melanglang buana ke se antero Nusantara. Kukeluarkan surat yang dulu pernah di titipkan nya, ketika kami bertemu di Ramayana, delapan tahun yang lalu:


----------------------------------------------
 Assalamualaikum. ww         Tengah malam  di kesunyian,

Cintaku,
Maafkan aku yang tak pernah membalas surat- surat mu. Karena  aku memang tak begitu pandai merangkai kata. Begitu bunyi kalimat pembuka surat  itu, :


"Surat ini kutulis ditengah malam, ketika semua orang  sudah terlelap. Aku tak tahu darimana harus kumulai? 

 Tapi aku ingat puisi yang pernah dulu dikirimkan kepada ku, itulah mungkin yang akan mewakili perasaan ku selama ini "


"Sekuntum senyum mengembang dalam aliran rasa
Rahasia apa yang diam dalam debaran?
Saat kau seperti kijang hutan,
meloncat -loncat di hadapan
Kusimpan ujudmu dari sepi ke sepi
Kupanggil nama mu , dari hati ke hati,
Bayang mu semu
Hatiku membeku
Rindu ku membatu,.."


Sampai disini dada ku terasa mulai sesak, dan air mata menetes tak dapat kubendung, aku terisak kepedihan  

"Sayang  ku,


.".Sejak  kau menyelimutkan jaket kepundak ku di bumi perkemahan  tempo hari, dada ku bergetar begitu hebat. Aku tak tau apakah itu cinta atau bukan. Yang aku tau, sepulang nya kita dari perkemahan itu, aku merasakan perasaan bahagia yang meluap. Dan ketika kau datang kerumah untuk mengambil jaket itu, disitulah aku menemukan jawaban, bahwa aku juga menyukai mu. Hanya saja kita masih terlalu muda saat itu. "   tulis nya.

"Sebagai anak tertua, aku merasa memikul tanggung jawab untuk membantu kedua orang tua ku, mendukung pendidikan  adik ku"
Aku bercita - cita, setelah selesai kuliah  nanti, aku akan mencari kerja, dan berbuat sesuatu untuk mereka," Itulah kenapa aku tak pernah memberikan jawaban kepada mu, karena aku takut kau tidak akan mendukung sikap ku

" Aku juga tidak ingin mengikat mu, karena aku menganggap, "kalau jodoh takkan lari kemana"  Itulah kenapa aku mengutus sepupu ku tempo hari, ketika kudengar kau akan berangkat ke luar negeri, terus terang, tiba - tiba  saja menyeruak rasa  aku takut kehilangan""

Tetesan air mata mulai bercucuran membasahi surat yang kubaca dan kupegang dengan tangan gemetar itu  :

" Tanpa sepengetahuan mu, aku selalu memantau mu.


Aku tau bahwa kau tak pernah mabuk dan minum minuman keras, Itu salah satu kebaikan yang membuatku mencintaimu dalam diam.


Untuk meyakinkan diri ku, ketika suatu malam, aku merasa sangat rindu untuk bertemu, lalu keluar rumah, dan secara kebetulan, kulihat kau tengah nongkrong sendirian di dekat gardu listrik depan pintu kota gerbang istana. Dihadapan mu ada segelas  air berwarna hitam. Malam itu, tanpa ragu -  ragu, kutenggak gelas  itu , syukurlah  ternyata  memang isinya hanya segelas kopi ,"  

"Kekasih ku ...


"Aku tau kau pernah berpacaran dengan gadis lain, bertunangan dengan wanita lain, tapi saat itu, entah mengapa, seperti ada bisikan dalam hati , bahwa kau hanya mencari sosok pengganti, karena aku ber anggapan, jika benar kau mencintai ku dengan sepenuh hati, suatu  saat kau pasti  akan kembali, "Sayang nya, aku tak dapat menjelaskan atau mencegah hal ini, waktu itu terjadi, karena aku baru saja masuk kerja, dan ingin berbuat  sesuatu dulu untuk keluarga ," 

Hingga tibalah saat aku ingin membuka diri dan berbagi segala nya padamu, tapi kau menghilang tak tau kemana pergi nya," Aku sempat mencari mu dengan segala cara yang aku bisa. Hanya saja, aku malu untuk menemui keluarga mu, dan bertanya langsung kepada mereka, "Setelah kau tak  kutemukan, setelah kehilangan, aku baru sadar, bahwa aku tak hanya sekedar mencintai mu, tapi kau sudah menjadi bagian dari hidup ku." Serasa ada sesuatu dari diriku yang hilang, ketika kau tak pernah lagi kupandang.

Mungkin karena kau adalah orang pertama yang mengetuk hati ku, sehingga goresan yang kau tinggalkan, tak mampu kuhapus, apalagi kulupakan ,"  


" Cukup lama aku merasakan hampa dan kekosongan jiwa , berharap kau hadir untuk mengisi nya, itulah kenapa aku tak sanggup membuka hati, untuk mencintai lagi. Sampai akhirnya,  kudengar kau telah menikah jauh di pulau Jawa sana,"


"Saat itu usiaku sudah dua puluh lima. Dilingkungan ku, aku sudah dianggap gadis yang cukup dewasa  untuk berumah tangga,"
"Atas desakan keluarga dan kerabat, aku kemudian mengambil keputusan, menerima lamaran  yang datang"

Tapi aku tak pernah sanggup melupakan mu, membunuh cinta ku, dan mengusir mu dari hati ku."  

Namamu tetap ada, tersimpan disana, jauh di relung jiwa "Sejak hari itu, kujalani hidup sebagai wanita biasa, dengan kenangan yang tersisa,  pada sebuah nama, seraut wajah, yang kucari bayangan nya disekitar ku, dan selalu ku ingat, sampai akhir hayat,"    Ketahuilah, sampai hari ini pun, aku tak  pernah  berupaya melupakan mu.  

Cintaku,  


" Ingatlah aku sepanjang hidup mu, sebutlah aku dalam doa mu," Meskipun kisah kasih  kita tak pernah  sampai ke pelaminan, aku bahagia, karena pada akhirnya aku tau, ternyata kita saling mencintai  dan saling  merindukan,  meski berjauhan" -
Dari  Ku , :
----------------------------------------------------
Surat itu ditulis nya tanpa nama dan tanda - tangan, hanya ada cap bibir di akhir halaman.

Akh, Cinta, sekejam inikah?


Cinta,: tahukah kamu, meski  kami tak hidup bersama, hanya sekedar kabar bahwa dia baik - baik saja, itu sudah cukup membuat hati ku lega?


 Tahukah kamu, meski kami tak pernah lagi bicara dan kontak via telpon , sejak kami bertemu muka di Ramayana, makan siang bersama, di tahun 2011, dulu, tapi jika  kudengar berita tentang nya, sampai hari ini, dada ku masih tetap bergemuruh dan merasakan kebahagiaan yang sama,?

Kebahagiaan hidup yang saat itu di jalani nya.  Tahukah kamu, meski raga kami tak saling memiliki , tapi jiwa dan hati kami tetap terikat dan merasa dekat sampai hari ini? Tahukah kamu bahwa kami masih saling mengingat, saling mendoakan, dan saling merindu?

Dan sekarang? Dia telah pergi,.....

Tuhan telah memanggil nya. Maut telah merenggut segala nya. memisahkan antara ruh dengan jasad nya.  Antara kehidupan singkat nya di alam fana,  dengan berpindah tempat ke alam barzakh. Dari rumah sederhana nya di atas  tanah,  ke rumah abadi , dalam perut bumi.


Perlahan kembali ada tetesan hangat jatuh di pipi ku. Butir - butir  air  bening. Kepedihan perlahan menyelinap dalam diam.

Lalu kenangan demi kenangan terbayang di depan mata, sejak pertama kali aku melihat nya, melintas di depan sekolah dasar SD.18, di usia  sepuluh tahun, sampai kami kontak pertama kali via telpon dan akhir nya bertemu muka untuk makan siang bersama di Ramayana, tahun 2011 dulu.

Aku masih ingat puisi yang kukirimkan pada nya  dalam surat pertama kali , ketika kami masih duduk di bangku  SMP,  ketika kami masih remaja, ketika rupa nya sejak hari itu, hati kami terikat dan terpaut dengan sangat erat. Jiwa kami menyatu dalam alunan melodi cinta yang sama. Rupa nya puisi itu membekas begitu dalam di hati nya, sehingga di simpan nya seperti permata, inilah bunyi nya :  
                               
"Sekuntum senyum,
mengembang dalam aliran rasa,
Rahasia apa yang diam dalam debaran?
Saat kau seperti kijang mas,
Melompat-lompat dihadapan ku,
Kusimpan ujud mu, dari sepi ke sepi,
Kutoreh hati mu dengan pisau naluri,
Diam mu sendu, hangat ku rindu

Tempo hari lewat telefon , 

Dia sempat bercerita, bagaimana jantung nya bergetar hebat, dan dada nya ber debar - debar, saat dulu kami masih bersama,  ketika belajar  di belakang istana. Pernah  kaki ku menyentuh kaki nya, tanpa sengaja,  di bawah meja. Bertahun kemudian setelah kepergian ku, setelah kami tak lagi dapat kabar berita,  Dia  juga  sering menyanyikan lagu" Kasih," Hetty Koes Endang untuk sekedar mengobati  luka batin yang tak tertahan kan. 

Kerinduan yang tak menemukan jawaban  karena rasa kehilangan yang begitu dalam.


Dia juga bercerita, 

setelah  Aku menghilang dari depan mata nya , kadang dengan mencuri pandang, Dia sering melihat salah satu  teman ku yang wajah nya mirip dengan ku.  Rupa nya itulah cara nya mengobati rindu hati nya, dengan mencari bayangan ku, yang ada di sekitar nya.

Ketika kadang sholat tarawih di bulan Ramadhan, atau sholat subuh berjamaah di Mesjid Sultan,

 Dia bertemu dengan Ibu ku, dan disalami nya dengan rasa bersalah, karena tak jadi menantu nya.  

Dia pernah bercerita, 

dulu sebelum menikah, tengah malam, kadang Ia terbangun dan terjaga, ketika rindu memukul  jiwa Nya. Dan  la  cuma bisa  menangis sesenggukan sendirian, merasakan pedih nya kehilangan yang menggedor jantung nya, menyesakkan dada. 

Derita  hati yang tak dapat di bagi nya dengan orang lain, siapapun, bahkan saudara, ayah, dan ibu nya, sekalipun.

Begitu besar rupa nya, rasa kehilangan yang di rasakan nya, persis sama dengan  apa yang aku rasa.  

Inikah Cinta?

Kadang di buka nya kembali surat ku, yang sudah mulai lusuh itu, untuk mengobati kerinduan nya.  

Di baca nya huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat.  Setelah itu ,kembali  di lipat nya semula, : "- Di simpan nya dengan cucuran air mata,!-" Hingga hari ini, surat itu masih ada di simpan nya, seperti pusaka berharga. 

Hingga saat ini, surat  itu  tak pernah di buang Nya. 

Dia juga tak habis mengerti, mengapa dulu aku memutuskan berhenti dari Pegawai Negeri?  

Padahal, kata nya :" Itu pegangan pasti, buat masa depan rumah tangga kite, nanti,!"

Ketika kami masih bisa kontak via telpon tempo hari,"- Sebelum kami bertemu di Ramayana,-  Kami  merasa  seperti  hidup kembali.

 Kami merasa menemukan lagi cinta kami. Kerinduan yang tersimpan di bawah permukaan selama hampir tiga puluh tahun, yang mengendap seperti fosil batu bara, saat itu serasa meluap dan membakar jiwa.Rasa nya kami tak ingin menutup telpon tiap kali  bertukar suara.

Dada kami di penuhi rasa yang menggelora dan siap menghanguskan apa saja. Kami lupa usia, kami lupa keluarga, kami lupa segala nya. Cinta dan kerinduan yang menemukan alur nya itu, seperti lahar dingin yang berubah menjadi magma, menggelegak, mendidih,  dan  rasa nya sulit untuk di lukiskan dengan kata - kata.-"


Hati kami berbunga-bunga. Dada kami seperti merekah.

 Ada kebahagiaan luar biasa. Meski hanya mendengar suara, tapi aku merasa seperti berhadapan muka. 

Dengan jelas aku dapat melihat senyum nya, tawa kecil nya, mata nya, dan tahi lalat mungil yang menjadi hiasan diatas bibir nya. Bahkan kedua lesung pipit yang timbul  jika Ia  tertawa renyah. 

Cinta dan kerinduan yang tersimpan puluhan tahun lama nya di dasar jiwa, tumpah dan membanjiri relung jiwa kami berdua. Mengalir membasahi sudut -sudut  hati dan perasaan yang paling dalam. 

Menyirami kegersangan, kerinduan, kehilangan dan  menetes mengisi sudut kosong di celah-celah kekeringan jiwa. 

Kami merasa kembali seperti remaja yang tengah di buai indah nya cinta pertama. 

Cinta yang dulu tak sempat kami nikmati dan jalani bersama. 

Dan ketika waktu itu di tahun dua ribu sebelas, 

saat  ku ucapkan selamat tinggal pada nya, di  bandara Supadio, sontak tangis kami pecah. 

Dada ku berguncang dengan sangat hebat nya.

 Menggemuruh seperti tanah runtuh.

 Sebelum kemudian kami menutup telpon setelah sekitar setengah jam bicara.

Di atas burung besi  yang akan mengantarkan aku pulang ke Jakarta sore itu. 

Di saat Bersamaan ketika perlahan pesawat berputar dan menderu di ujung landasan pacu dengan posisi siap Take Off, jantung ku terasa berdebar hebat dan sakit luar biasa. 

Dada ku terasa sesak, perih, kosong, hampa,  ngilu, seperti berdarah dan terasa nyeri yang luar biasa. 

Rupa nya luka lama yang masih belum kering kembali terbuka.

 Menyesakkan jiwa.

Beliung tajam yang menghunjam dalam itu, tak mudah mencabut nya. 

Meski aku  coba menahan dengan menempelkan tangan kanan ku tepat di atas dada sebelah kiri, untuk sekedar berupaya agar aku  tidak pingsan saat itu, tapi setetes air hangat kemudian menggenangi  pipi ku tanpa dapat kutahan lagi.

Rasa kehilangan yang sama seperti ketika aku meninggalkan pelabuhan Senghi dan berangkat ke Jawa dua puluh satu tahun yang lalu sekitar tahun sembilan belas sembilan puluhan, tempo hari. 

Hanya Bedanya tempo hari aku berangkat tanpa sepengetahuan nya dan kali ini, aku berangkat dengan sepengetahuan nya. 

Tapi kejadian nya tetap sama. Kami harus berpisah.

 Inilah jalan takdir yang harus kami lewati.

"- Meski Saat itu, rasanya jiwa kami seperti kembali utuh, setelah lama terbelah, setelah hampir tiga puluh tahun terpisah, setelah hampir tiga puluh tahun menderita memendam rasa cinta yang begitu besar dan begitu hebat nya, karena kesalah fahaman yang kami ciptakan sendiri.


Tapi kami sadar sepenuh nya, cinta kami tak akan mungkin disatukan lagi. 

Ia hanya akan menjadi goresan indah di hati, seumur hidup kami.

Walaupun saat itu kurasakan  mutiara yang hilang dari dasar jiwa, yang kucari sampai ke ujung pulau Sumbawa,: -"seperti baru kutemukan  kembali,!-" itu tak akan mengubah apa yang sudah terjadi.

Aku masih ingat, betapa ceria wajah nya, ketika Pada akhirnya kami bertemu muka  tempo  hari di Ramayana. 

Terpancar kegembiraan yang luar biasa, yang sulit di gambarkan dengan kata - kata.  Wajah nya ber seri - seri , nada bicara nya penuh ceria, terlihat Ia begitu hidup, begitu optimis, begitu bersemangat. 

Tak terlintas sedikitpun di benak ku, bahwa hanya sampai disini usia nya? Sampai disini hidup nya?


 Akh, Cinta, kejam sekali kau pada kami?

Dulu, kau pisahkan kami dan kau biarkan kami menanggung rasa begitu hebat nya. 

Kau lemparkan kami ke lembah derita berkepanjangan hingga hampir tiga puluh tahun lama nya.

 Sampai pada titik keputusan, kami harus saling merelakan, dan mengikhlaskan,   meski kami tak sanggup untuk saling melupakan.

 Lalu kami menjalani hidup dan takdir, tapi kenapa kemudian kau pertemukan lagi?  

Pada saat, ketika kami hanya bisa saling mendoakan, saling melihat, saling menatap, saling memandang dari kejauhan ? 

Bahkan untuk sekedar bersambung kata pun kami tak sanggup lagi?

Karena kami sama - sama harus menjaga diri, menjaga kehormatan pernikahan,  marwah kami, anak-anak kami, serta harkat dan   martabat keluarga kami, dan batasan agama yang melarang nya?

OOh, Tuhan,! 

Apakah salah kami yang Kau ciptakan dari pohon yang sama, cabang yang sama, dahan yang sama, ranting yang sama,

 lalu kemudian daun nya terpisah, jatuh ke tanah dan luruh ke bumi berserakan? 

Mengapa Kau hadirkan cinta jika hanya untuk menyiksa? 

Kami tak pernah meminta untuk saling jatuh cinta, bukankah Kau yang menggerakkan nya? 

Bukankah Kau lah sang penguasa hati manusia?

Apakah maksud dan tujuan Mu dengan mengikatkan hati kami satu dengan lain nya, begitu kuat, tapi kemudian Kau renggut dan Kau pisahkan dengan hidup di tanah yang berbeda?  

Satu di tanah Jawa dan satu lagi di tanah Khatulistiwa?  

Aku kah yang salah dengan meninggal kan nya pergi ke seberang samudra? 

Mengapa antara cinta, jodoh dan takdir kami  sangat jauh dari apa yang kami harapkan? 

Untuk inikah  kami dilahirkan? 

 Kembali ada tetesan air yang mengalir dari kelopak mata ku, malam itu. "Akhh, Cinta,!" Mengapa kau pernah singgah?@Arie,17102020  


Video koleksi Radja Channel Youtube 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun