Mohon tunggu...
Ariby Zahron
Ariby Zahron Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Orang orang mengenalnya sebagai ariby, nama yang disematkan di setiap karya tulis yang ia ciptakan. Ariby Zahron juga suka memesan nasi bakar. Remaja Malang yang sedang mengabdi di tengah keramaian kotanya. Kadang-kadang ia jatuh cinta dengan Kota Malang lewat tulisannya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Semiotika Puisi Metafora "Asu"

26 September 2022   15:32 Diperbarui: 26 September 2022   15:34 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bait terakhir :

Sementara saya melangkah mundur,

anjing itu maju terus dengan nyalang.

Demi Ayah, saya ucapkan salam, "Selamat sore, asu."

Ia kaget. Saya ulangi salam saya, "Selamat sore, su!"

Anjing itu pun minggir, menyilakan saya lanjut jalan.

Dari belakang sana terdengar teriakan,

"Tolong, tolong! Anjing, anjing!"

Dalam dialog di atas banyak humor yang terkandung pada bait terakhir tersebut. Seperti kalimat "Sementara saya melangkah mundur, anjing itu maju terus dengan nyalang." . Ikon juga terdapat pada kalimat itu seperti "anjing itu maju terus dengan nyalang." Kalimat tersebut seperti menyatakan kesan kekanak-kanakan. Hubungan anak dengan  anjing seperti tidak bermasalah dan tidak dianggap berbahaya. Selanjutnya pada kalimat "Saya ulangi salam saya, "Selamat sore, su!"Anjing itu pun minggir, menyilakan saya lanjut jalan." Itu adalah indeks, yang membawa isyarat petanda. Ketika anak mengucapkan salam dan si anjing mempersilahkannya, seolah-olah memang si anak itu polos dan karena kepolosan itu mengajarkan kita semua untuk menghadapi ketakutan dengan sewajarnya. Dalam hati dan pikiran mereka seperti tidak tahu apa itu kematian, apa itu ketakutan, dan hendaknya segala hal yang tampak rumit mestinya dihadapi dengan bersahabat dan tetap bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun