Keesokan harinya Pak Tani menangkap kancil dan mengurungnya di sebuah kurungan.Â
Saya dan kakak-kakak mendengarkan dengan saksama. Penasaran kisah selanjutnya. Kemudian kata Bapak, Pak Tani tidak langsung menghukum Kancil pada hari itu juga. Pak Tani menunggu sampai besok.
Ternyata kancil ini binatang yang cerdik. Kancil pura-pura mati dalam kurungan. Waktu Pak Tani lihat, kancil tidak bergerak, pak Tani mengura kancil sudah mati. Lalu pak Tani memastikan dengan membuka kurungan Kancil.Â
Lalu, apa yang terjadi, ketika kurungan dibuka, kancil lari sekencang-kencangnya meninggalkan pak Tani. Kancil berhasil meloloskan diri. Kancil berjanji tidak mau lagi datang ke kebun ketimun milik pak Tani.
Ceritanya mungkin ada sedikit inovasi dari Bapak. Itu kisah Kancil yang saya ingat dan dengar di masa kecil.Â
Bapak menasihati kami. Apa yang dilakukan Kancil itu salah, mencuri adalah perbuatan yang buruk dan merugikan orang lain. Bukan hanya orang lain, mencuri juga merugikan diri sendiri. Pencuri harus dihukum seperti Kancil yang ditangkap oleh Pak Tani dengan jebakan pulut.
Selain itu, kisah Kancil juga mengajarkan untuk cerdik saat menghadapi masalah. Meskipun dalam hal ini kancil bersalah, bukan berarti kancil mau menerima nasib. Kancil tidak mau dihukum lebih lanjut sama Pak Tani. Makanya Kancil menggunakan kecerdikannya untuk melarikan diri.
Kata Bapak, kalau kita menghadapi masalah berat, jangan kemudian menyerah. Harus berusaha menemukan solusi atau jalan penyelesaian masalah.Â
Tapi berbeda halnya dengan rasa bersalah, kalau kita bersalah, iya harus mau mengakui dan menerima hukuman atas kesalahan kita.
Lalu kalau sudah tahu akan kesalahannya, tidak boleh mengulangi lagi. Seperti kancil yang tidak mau lagi mencuri di kebun ketimun milik pak Tani. Kancil takut ditangkap lagi oleh Pak Tani.
Lalu dari cerita ini, Bapak juga mengingatkan jangan lengah. Pak Tani sudah lengah sehingga timunnya berhasil dicuri sama Kancil. Lalu Pak Tani juga tidak hati-hati sehingga Kancil berhasil melarikan diri.