Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.888 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 17-07-2024 dengan 2.280 highlight, 17 headline, dan 109.421 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Din and Dan

29 November 2019   20:45 Diperbarui: 13 Maret 2020   19:47 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepasang bunga Wijaya Kusuma. Photo by Ari

Dinda dan Dandi, dua sahabat yang sudah berteman sejak mereka bayi. Kenapa bisa begitu? Rumah mereka bersebelahan. Dandi lahir 1 tahun lebih awal darj pada Dinda. Meski begitu mereka masuk sekolah SD di usia sama. Dinda tidak mau sekolah TK lebih lama. Maunya cepat-cepat SD. Pada waktu itu masih diijinkan masuk SD dengan usia lebih muda. Akhirnya Dinda dan Dandi pun selalu satu kelas sejak mereka SD. Bagaimana tidak saling mengenal karakter masing-masing. Iya mereka sahabatan. 

Sekarang mereka sudah sama-sama kuliah namun di jurusan yang berbeda. Universitasnya sih sama. Dandi ambil jurusan informatika dan Dinda ambil jurusan sastra. Beda sekali ya bidang minatnya. Meski begitu, mereka bisa tetap salin cerita dan nyambung satu dengan yang lain saat mengobrol. 

Suatu kali selesai ujian akhir semester, mereka pun sedang menikmati masa liburan. "Din temani aku ke toko buku!". Cara bicara Ini semacam perintah saja dari kakak ke adiknya, dan Dinda udah terbiasa dengan hal itu.

"Kapan kakak?" Dinda suka sengaja menggoda Dandi dengan panggilan kakak kalau gaya bicaranya udah mulai nada perintah. Dandi tertawa, "Pagi ini ya kalau toko bukunya udah buka. Jam 10 an paling"

Dinda menggeleng. "Ga bisa Dan, pagi ini aku udah daftar seminar bedah buku karya sastra" Dandi tidak terlalu tertarik dengan buku karya sastra. Macam-macam, mulai dari aneka karya puisi maupun cerita pendek, dongeng hingga novel. Dandi lebih suka membaca buku-buku biografi dan aneka bidang ilmu lainnya. 

Dandi hanya bisa diam. Dia tahu kalau sudah urusan seminar tentang buku sohibnya ini paling cepat dapat infonya. Entah sudah berapa kali Dinda mengajak Dandi ikut seminar berkaitan dengan karya sastra. Dan sebanyak ajakan itu pula Dandi selalu menolak. Tapi herannya Dinda tak pernah bosan mengajaknya terus. 

Akhirnya pagi itu Dandi pergi ke toko buku sendiri. Sementara Dinda datang ke seminar bedah buku. Sepi rasanya tudak ada teman berbagi ide membandingkan isi buku yang ingin dia beli. Biasanya Dinda selalu memberi masukan dan pendapatnya berkaitan buku-buku pilihan Dandi. Ini tidak biasa bagi Dandi. Dia heran, mengapa tiba-tiba ada rindu menyeruak di hatinya untuk kehadiran seorang Dinda. 

Sementara itu Dinda duduk bersebelahan dengan Dodi. Seorang penggemar karya sastra yang juga penikmat musik sejati. Bisa dibilang Dodi ini kenalan baru Dinda di seminar tersebut. Namun pada saat istirahat seminar, mereka terlibat pembicaraan seru mengenai aneka karya sastra yang mereka suka. Dodi dan Dinda merasa sangat nyaman berbincang berdua meski baru kenal.

Akhirnya waktu seminar berakhir di sore hari. Saat Dinda keluar dari ruang seminar dengan wajah ceria beriringan dengan Dodi, tepat dilihat di depannya ada Dandi sudah menunggu. Dinda merasa aneh. Tak biasanya Dandi menjemputnya. Tapi langsung ditepisnya perasaan itu. Mungkin Dandi pas ada kegiatan lain di sekitar tempat seminar. 

"Hai Kakak, wah surprise nih aku dijemput" kata Dinda ringan menyambut kehadiran Dandi. Sementara itu Dodi menyahut " Wah beruntung sekali kamu Dinda, punya kakak yang perhatian. Sampai dijemput pulangnya" kata-kata Dodi membuat Dandi merasa tidak nyaman ataukah dia cemburu? "Siapakah lelaki ini, dia merasa tidak kenal dan baru pertama lihat. Apa dia teman baru Dinda? Mengapa sepertinya aku cemburu ya"batin Dandi.

"Dan, kenalkan ini Dodi, teman baru kenalan di seminar barusan." Masih dengan wajah sumringahnya Dinda mengisahkan. "Oya Dan, Dodi ini juga ternyata pintar bermusik, suka bikin lagu sendiri dengan lirik lagunya dia cinta sendiri. Keren ya"

Dinda masih bercerita dan memuji Dodi teman barunya. Entah mengapa hati Dandi merasa tidak suka dan tidak nyaman. "Hai Dodi, aku Dandi"

Dandi dan Dodi berjabat tangan. Setelah berbincang sedikit, Dodi pamit pulang. Terlebih Dodi tahu kalau Dinda akan pulang bersama Dandi. Dodi akhurnya tahu kalau Dandi adalah sahabat Dinda, bukan kakaknya. Sahabat yang mau menjemput, apakah lebih dari sahabat, batin Dodi. Pertemuan pertama ini sungguh berkesan bagi Dodi. Rasanya ada perasaan suka dan nyaman di hatinya mendadak bertandang setelah sekian lama membeku.

Dandi tidak banyak bicara di perjalanan mengantar pulang Dinda. Dinda jadi merasa aneh. Sahabatnya yang selalu suka banyak bicara tiba-tiba jadi pendiam. "Dan, kamu ada masalah? Kenapa mendadak jadi pendiam gini? Ga seru ah!" Kata Dinda memecahkan kebisuan perjalanan pulang.

"Kamu suka sama Dodi? " tanya Dandi kepada Dinda langsung pada inti masalah yang membuatnya jadi pendiam..

"Iya, suka. Dia anaknya keren Dan. Sudah suka puisi, pintar bikin lagu. Kayaknya tipe ideal yang aku suka deh. Bagaimana menurutmu Dan?" Dinda seolah tidak paham perasaan yang muncul di hati sahabatnya padanya.

"Iya kita lihat saja nanti. Kan baru pertama ketemu juga" Jawab Dandi. 

Hari-hari berlalu, Dinda dan Dodi semakin sering bersama. Terkadang mereka saling berbalas larik puisi. Ada kalanya Dodi memainkan gitarnya mencari nada yang tepat untuk untaian larik puisi mereka berdua. Sungguh relasi yang indah, menarik namun membuat hati Dandi menjadi terusik.

Dandi memang tak pernah lagi selalu bersama Dinda. Hanya sesekali saja selama liburan semester ini. Dandi memilih banyak mengunjungi perpustakaan daerah untuk menghabiskan waktunya. Sampai suatu ketika.

"Dan, ada kabar gembira. Dodi minta jadi pacarnya. Cuman aku belum jawab. Aku butuh masukan darimu" sebuah pesan sudah masuk di HP Dandi saat dia sedang sibuk membaca di perpustakaan. Dandi baru membacanya setelah tiba di rumah.

"Selamat ya" Jawab Dandi singkat pada pesan Dinda. Lalu dia mematikan HPnya. Dia tak ingin membicarakan hal itu. Dia ingin istirahat saja malam itu setelah seharian dia habiskan untuk membaca aneka buku. Tiba-tiba ada rindu menyeruak kalbu. Kehilangan sahabat baiknya, rasanya perih. Sebeneranya mereka masih bersahabat. Namun kehadirian Dodi seperti membentangkan jarak di antara Dandi dan Dinda. Setidaknya itu yang dirasakan Dandi. 

Lelah oleh rasa cemburu, Dandi tertidur sampai mentari menyembul di ufuk timur. 

"Dandi, bangun. Ada Dinda di ruang tamu" sepagi ini suara Dayu, kakak perempuannya membangunkannya. Bersamaan pintu kamarnya yang dibuka tanpa permisi. Selesai beberes cepat, mandi dan sudah wangi, Dandi turun untuk menemui sahabatnya. Didapatinya Dinda sedang mengobrol dengan mama dan papanya. 

"Pagi Pa, Ma. Hai Din" semua menoleh ke arah Dandi. Dayu datang dari dapur membawa makanan dan minuman untuk disajikan. Papa dan Mama Dandi menjawab sapaan Dandi lalu berbicang sejenak bersama.

"Dan, ini loh ditungguin dari tadi sama Dinda. Lama banget baru turun" kata Papa Dandi. 

"Lagian Pa, si Dinda ini sepagi gini udah main aja. Dia tuh yang mainnya kepagian. " Dandi menunjuk ke arah Dinda yang bengong mendengar kata-kata Dandi.

"Tumben Dan, biasanya kamu yang pagi-pagi banget main ke rumah Dinda. Kalian kan sahabatan sejak kecil juga." Kata mama Dandi. Dandi diam tak menjawab. 

"Dan, kamu baik-baik saja? " Tanya Dinda tiba-tiba. Dinda merasa aneh dengan sikao Dandi yang sepertinya tidak suka dengan kehadiriannya. Biasa bagi Dinda dan Dandi untuk saling mengunjungi di pagi hari saat libur. Lalu menghabiskan waktu bersama seharian dengan berbagai acara. 

"Dinda, Om dan Tante ke ruang belakang dulu ya. Kalian mengobrol saja, ayo Pa, Dayu" kata mama Dandi seraya berdiri dan pergi meninggalkan Dinda dan Dandi. Mama Dandi memang peka. Dinda hanya mengangguk.

"Dan, apakah aku membuatmu marah karena sesuatu?" Dinda langsung menanyakan kegundahan dan prasangka hatinya. Dandi hanya menggeleng. "Keluar yuk, makan bubur ayam di depan pasar" kata Dandi mengalihkan perhatian. 

"Aku sudah sarapan. Tapi aku temani yuk." Dandi menggeleng. "Tidak jadi ah, ga seru juga aku makan sendirian." Dandi akhirnya makan makanan yang dibawakan kakaknya, Dayu. Dinda merasa bersalah karena menolak ajakan makan bubur ayam favorit Dandi. Tapi dia memang masih kenyang. 

"Dan, aku rasa kau sepertinya sedang tak ingin mengobrol ya?" Dinda mengurungkan niatnya untuk mencurahkan hatinya mengenai Dodi. Mungkin bukan waktu yang tepat. Mereka berdua akhirnya saling diam. 

Dinda jujur merasa bingung dengan sikap sahabatnya. Apakah dia berubah karena Dodi? Ingin semua tanya itu dia sampaikan pada Dandi, tapi melihat gelagat Dandi yang malas bicara, Dinda pun akhirnya hanya diam. 

"Aku cemburu" tiba-tiba kalimat itu muncul begitu saja tersuarakan dari mulut Dandi. "Aku tahu, kau hanya menganggapku sahabat atau mungkin kakak. Tapi ternyata aku mempunyai rasa yang lain padamu. Aku tidak suka melihat kedekatanmu dengan Dodi."

Dinda terhenyak kaget tak terkira. Dia sama sekali tak menyangka kalau sahabatnya jatuh cinta padanya. Dia selama ini hanya menganggap Dandi sahabat baik. Tak pernah terbersit ingin menjadi kekasih. Apakah dengan pengungkapan rasa yang seperti ini akan membuat hubungan Dandi dan Dinda merenggang. 

"Tak usah bicara lagi. Aku tahu pasti rasamu hanya pada Dodi. Dia sosok laki-laki yang kau nanti selama ini kan." 

Dinda masih diam. Rasa sayangnya pada Dandi tak pernah bisa melebihi rasa persahabatan. Apakah sahabat bisa jadi cinta? Nyatanya bisa buat Dandi. Namun tidak bagi Dinda. Hatinya sudah terpaut pada sosok Dodi. 

"Apakah kita masih bisa tetap bersahabat?" Tanya Dinda pelan. Ada sedih melanda hatinya. Akankah demi bersama Dodi dia akan kehilangan sahabatnya? Kau harus pilih Dandi dan bersahabat terus dengannya namun tidak bersama lelaki pujaan hatinya, Dodi si musisi dan pemuisi itu. Ingin rasanya semua rasa tumpah dalam deraian air mata. 

Dandi yang sangat mengenali sahabatbya merasa bersalah. Dia tak ingin membuat Dinda menangis. Namun dia bisa melihat tanda-tanda akan meruah tumpah air mata itu. Secepat yang dia bisa dia berseru

"Ho ho ho, astaga sebentar lagi ada banjir air mata ya. Aduh harus segera beli es krim nih. Tenang saja, kita masih tetap bersahabat koq Din. Tentang rasaku padamu, anggaplah angin lalu. Ga usah pake nangis di sini. Ntar aku diomelin orang serumah udah bikin kamu nangis" kata Dandi sambil tertawa menggoda Dinda. 

Dinda merasa lega. Dandi masih mau bersahabat dengannya meski mungkin akan sedikit beda. HP Dinda berbunyi, sebuah panggilan telepon dari Dodi. 

"Iya Dodi, aku masih di rumah Dandi. Kamu sudah di depan rumah Dandi? Oke aku keluar"

Dandi menatap Dinda. "Koq Dodi tahu rumahku" sambil berjalan mengiringi Dinda ke luar menemui Dodi. Dinda hanya mengedikkan bahu. 

"Dodi, kamu tahu dari mana kalau Dinda ada di sini?" Tanya Dandi. "Tadi aku ke rumah Dinda, tapi kata mami Dinda, Dinda lagi di rumah Dodi. Lalu aku ditunjukkan di sini rumahmu. Jadi kususul Dinda kemari."

Dinda menatap ke arah Dinda " Aku mau pamitan sama om, tante dan kak Dayu ya"

Dinda meninggalkan Dodi dan Dandi di teras rumah.

"Kau jaga Dinda baik-baik. Ingat, aku mengawasimu. Jangan pernah menyakiti hatinya. Aku sudah menganggap Dinda seperti adikku" kata Dandi dengan nada tegasnya. 

Dodi mengangguk. "Aku pasti menjaganya. Terimakasih" 

Kata terimakasih dari Dodi menyiratkan makna, sebagai sesama lelaki dewasa, Dodi tahu kalau rasa yang dimiliki Dandi lebih dari sekedar menganggap Dinda sebagai adik. Tapi dia tak ingin membahasnya. Dodi tak ingin menyakiti hati Dandi.

"Aku udah siap" kata Dinda yang sudah berada di teras rumah. "Tante pesan, kamu udah dibuatkan sarapan di ruang makan. Aku pergi dulu ya Dan" Dandi hanya mengangguk. Di melepas pergi dua sejoli.

"Ah rasa, mengapa kau membuatku sesakit ini

Bila aku harus melepas pergi sebuah mimpi 

Tak bisakah aku sekedar berbagi

Oh mengapa menjadi sepahit ini"

Aku  baru saja berpuisi ya, keluh Dandi. Mengapa patah hati ini membuatkan jadi berpuisi, bukankah aku tak pernah berpuisi sebelumnya. 

Dandi masuk ke dalam rumah menuju ruang makan untuk menikmati santap pagi bersama keluarga yang sangat mencintainya. Mereka tak membahasnya, meski mereka sebenarnya tahu. Dandi belajar satu hal, tidak semua seindah seperti drama Korea. Dari sahabat menjadi kekasih. Nyatanya, sahabatnya memilih bersama lelaki lain dan bukan dirinya. 

"Din, semoga kalian berdua bahagia" bisik Dan dalam hatinya.

...

Din And Dan 

 ...


Artist: Fire House

Song: I live my life for you

...

Written by Ari Budiyanti

29 November 2019

#CerpenHatiAriBudiyanti

#CerpenAri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun