Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 3.000 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 20-12-2024 dengan 2.392 highlights, 17 headlines, 112.449 poin, 1.133 followers, dan 1.315 following. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Ceroboh dan Si Kutu Buku (Keduanya Dicintai karena Istimewa)

19 Juni 2019   23:08 Diperbarui: 12 Oktober 2021   21:43 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dodi langsung menjawab Ayahnya," merapikan meja ayah, tadi baru saja ada gempa lokal" 

"Mas Dodi, kan ga boleh bilang Ayah. Aku kan ga sengaja," isak Ratri yang langsung berlari ke kamarnya, mengunci pintu kamarnya. 

(Dhuh, nangis lagi. Kenapa sih kok sedikit-dikit nangis. Kapan dewasanya) gerutu Dodi dalam hati.

Ayah masuk, meletakan tasnya di sofa depan. Dodi langsung menyambut ayahnya dengan jabat tangan, cium tangan ayah dan membawa tas kerja ayah masuk ruang kerja ayah. 

Ruang kerja ayah berada di bagian tengah rumah, Dodi suka menghabiskan waktu luangnya di sana. Banyak sekali buku-buku bacaan koleksi ayah dan ibu di sana. 

Ayah suka sekali bacaan biografi, sementara ibu suka karya sastra. Iya tentu saja suka juga bacaan-bacaan lainnya. Tapi kedua tema tadi yang paling sering dibaca.

Ibu keluar dari dapur membawa teh manis hangat untuk ayah dan sepiring singkong rebus. 

"Terimakasih Ibu" ayah segera menyeruput teh manis hangat dan mengambil singkong rebus itu. 

"Dodi, apalagi ulah adikmu hari ini? Kalian bertengkar lagi?"

Ibu tersenyum, "biasa, Dodi membantu membereskan kekacauan yang dibuat adiknya" 

"Oh gempa lokal tadi yang membuat meja Ayah harus dirapikan ya" lanjut Ayah sambil tersenyum lembut. Tidak ada kemarahan ataupun kekesalan. Padahal Ayah baru pulang kerja, dan lelah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun