Dodi langsung menjawab Ayahnya," merapikan meja ayah, tadi baru saja ada gempa lokal"Â
"Mas Dodi, kan ga boleh bilang Ayah. Aku kan ga sengaja," isak Ratri yang langsung berlari ke kamarnya, mengunci pintu kamarnya.Â
(Dhuh, nangis lagi. Kenapa sih kok sedikit-dikit nangis. Kapan dewasanya) gerutu Dodi dalam hati.
Ayah masuk, meletakan tasnya di sofa depan. Dodi langsung menyambut ayahnya dengan jabat tangan, cium tangan ayah dan membawa tas kerja ayah masuk ruang kerja ayah.Â
Ruang kerja ayah berada di bagian tengah rumah, Dodi suka menghabiskan waktu luangnya di sana. Banyak sekali buku-buku bacaan koleksi ayah dan ibu di sana.Â
Ayah suka sekali bacaan biografi, sementara ibu suka karya sastra. Iya tentu saja suka juga bacaan-bacaan lainnya. Tapi kedua tema tadi yang paling sering dibaca.
Ibu keluar dari dapur membawa teh manis hangat untuk ayah dan sepiring singkong rebus.Â
"Terimakasih Ibu" ayah segera menyeruput teh manis hangat dan mengambil singkong rebus itu.Â
"Dodi, apalagi ulah adikmu hari ini? Kalian bertengkar lagi?"
Ibu tersenyum, "biasa, Dodi membantu membereskan kekacauan yang dibuat adiknya"Â
"Oh gempa lokal tadi yang membuat meja Ayah harus dirapikan ya" lanjut Ayah sambil tersenyum lembut. Tidak ada kemarahan ataupun kekesalan. Padahal Ayah baru pulang kerja, dan lelah.Â