Seikat mawar merah kembali dalam rengkuhan tanganku pagi itu. Andi datang lagi membawakannya pagi tadi. Katanya, untuk mewarnai seminggu ini karena dia tak kan mengunjungi lagi sampai akhir pekan. Ada pekerjaan yang harus Andi selesaikan di luar kota.Â
"Boleh request?" Sambil mengantar Andi ke sedan hitamnya. Anggukan kecil tanda setuju. "Bawakan aku mawar pink saja, bisa?"
Andi tertawa, "Sudah bisa request sekarang. Biasanya terima saja bunga apapun yang kuberi dengan senyum kecil saja. Pasti kubawakan yang pink"
Nampak mata Andi berbinar cerah. Sepertinya dia sangat senang, usahanya membuatku kembali mencintai bunga berhasil.Â
"Terimakasih Ksatria Baja Hitamku" bisikku lirih sesaat sebelum Andi masuk ke mobilnya. Kali ini Andi yang tersentak. Urung masuk mobil, menutup pintunya dan menatapku.Â
"Kau sudah ingat?" Senyum simpulku merekah menandakkan persetujuan.Â
"Tentu saja, sejak kau bilang my flower"
Andi tersenyum lebar. Puas, senang dan girang. Butuh waktu lama untuk mengingatkanku padanya. Terpisah lama sejak SD. Saat papa mama tiada, aku tinggal bersama kakek nenek di kota lain. Maka, Andi pun terpisah dariku.Â
Siapa yang akan ingat sahabat masa kecilnya, saat seluruh kenangan lama ingin terhapus. Saat semua memori tentang kota masa kecil ingin dilupakan. Sedikitpun aku tak lagi mengenang Andi.
Bahkan sekalipun dia menghujaniku dengan bunga, aku tak kunjung sadar kalau dia sahabat kecilku. Kupanggil dia kesatria baja hitam. Karena kesukaannya menirukan tokoh super hero masa kecil kami. Naik sepeda roda dua warna hijau yang disebutnya belalang tempur, nama kendaraan ksatria baja hitam.Â
Ksatria baja hitam masa kecilku selalu rajin memberiku setangkai bunga. Tapi bunga apa saja yang dilihatnya dipinggir jalan. Kadang bunga-bunga di halaman rumah tetangga. Dia akan menyapa pemilik rumah dan minta satu tangkai bunga untukku.