"Ya, Tuhan, selamatkanlah kami." Aku bergumam dalam suasana hati yang kalud. Tanpa sadar mata mulai berembun.
Jalanan lurus ini seolah tidak ada akhirnya. Jarak truk dengan kami sekarang hanya satu atau dua meter saja. Sangat dekat. Kami benar-benar akan segera tertabrak.
Di saat situasi sudah sangat genting, sekilas aku melihat kira-kira lima puluh meter di depan, sepertinya ada tanah terbuka yang tidak ditumbuhi pepohonan. Hanya terlihat ada semak belukar, meski aku tak yakin sepenuhnya, karena suasana gelap.
Aku putuskan akan membelokkan mobil secara mendadak ke sana, meski sangat berisiko.
Bisa saja tanah terbuka itu ternyata jurang, dan jika mobil kami berbelok dengan kecepatan tinggi ke sana, maka kami akan terjun ke jurang.
Tapi, memang tak ada upaya lain yang bisa ditempuh. Aku ambil risiko terburuk itu. Toh, jika tertabrak, sama saja akibatnya, kami juga akan celaka.
Aku lirik spion kabin. Tampak truk itu benar-benar sudah sangat dekat. Deru mesinnya meraung-raung memekakkan telinga.
Sepersekian detik sebelum truk itu berhasil menabrak, secara tiba-tiba aku banting setir dengan kuat ke kanan. Mobil berubah arah secara mendadak dan meluncur tak terkendali ke tanah terbuka yang ditumbuhi semak-semak.
Segera aku injak rem dengan kuat namun berangsur-angsur. Injak lalu lepas, injak lagi lalu lepas, secara cepat, supaya mobil tidak terguling.
Mobil berguncang hebat karena keluar dari badan jalan dan akhirnya berhenti di tengah-tengah semak yang tersibak oleh mobil.
"Alhamdulillah, bukan jurang. Kami selamat," gumamku sedikit lega. Setidaknya kami tidak celaka.