Astaga! Aku kaget bukan kepalang. Setelah belokan, aku tidak melihat apa-apa lagi. Mana truk tua tadi? Padahal jarak kami tak lebih tiga detik. Kalaupun truk itu ngebut setelah berbelok, harusnya masih terlihat. Aku tarik tuas lampu jauh, terlihat jalanan lurus sampai ke batas pandangan. Tapi tidak terlihat truk itu.
Kiri kanan jalan keadaannya masih sama, perbukitan dan jurang.
'Apa truk tadi jatuh ke jurang? Atau ... jangan-jangan itu truk ... ah, aku tak berani meneruskan pikiran yang terakhir itu.
Kali ini aku benar-benar didera rasa takut. Aku geber mobil sekencang-kencangnya. Aku ingin segera bertemu dengan permukiman penduduk desa, posko mudik, atau pos polisi, atau apapun lah.
Aku lirik speedo meter, kecepatan mobil sembilan puluh kilo meter per jam. Sangat kencang untuk ukuran di jalanan sempit dan tidak mulus begitu. Tapi aku nekat karena ingin segera menemukan peradaban.
Tiba-tiba, dari arah belakang terdengar suara klakson yang sangat keras, dan tiba-tiba pula sorot lampu menyala. Sebuah truk tua tiba-tiba telah memepet kami dan terus-terusan mengelakson seperti tidak sabar ingin mendahului.
"Gila! Truk apa ini?!
-bersambung-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H