Keesokan harinya, selesai Sholat Subuh, perjalanan kami lanjutkan. Sekitar pukul enam pagi kami sudah antri di terminal 5 pelabuhan Merak menunggu giliran naik kapal feri untuk menyeberang ke Bakauheni, Provinsi Lampung. Setelah antri dua jam lebih, kami akhirnya naik kapal.
Pelayaran berjalan lancar. Sekitar pukul 10.30, kapal bersandar di dermaga pelabuhan Bakauheni.
Antrian ke luar dari lambung kapal ternyata lumayan cepat. Selang sepuluh menit, kami sudah berada di daratan Sumatera. Siap memacu mobil menyusuri jalan panjang lintas Sumatera.
Beberapa ratus meter setelah keluar area pelabuhan Bakauheni, langsung terlihat plang petunjuk jalan yang sangat mencolok. Pada plang itu tertera petunjuk arah. Lurus, menuju lintas timur, belok kiri menuju lintas tengah via jalan tol. Hmm, ini rupanya jalan tol lintas Sumatera yang beberapa waktu lalu diresmikan presiden.
Sesuai rencana semula, kami segera berbelok ke kiri dan masuk jalan tol. Tol sepanjang 140 kilometer tanpa ada satupun belokan maupun tanjakan itu kami lalui dengan lancar. Mobil bahkan sempat kugeber 140 km/jam. Tol berakhir di Terbanggi Besar.
Perjalanan selanjutnya melalui jalan negara dengan tingkat kesulitan yang bervariasi. Tidak saja karena kondisi fisik jalan, tapi juga karena padatnya lalu lintas oleh berbagai jenis kendaraan dengan segala macam karakter berkendara pengemudinya. Dan, yang paling menyulitkan adalah ketika bertemu dengan konvoi truk yang berjalan pelan karena sarat muatan. Kadang, empat sampai enam truk jalan beriringan pelan dengan jarak yang rapat. Sulit untuk disalip. Butuh kesabaran maksimal untuk bisa melewati iring-iringan seperti itu.
Wilayah-wilayah di Provinsi Lampung satu persatu kami lewati. Sejak keluar tol, kemudian melewati Kota Bumi dan kota-kota selanjutnya, sampai ke Kabupaten Waykanan di Lampung bagian utara yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, perjalanan relatif lancar tanpa ada kendala apapun selain masalah iring-iringan truk tadi. Mobil kami pun sejauh ini terasa prima dikendarai.
Menjelang Magrib, kami sudah dekat dengan Baturaja, kota tujuan akhir etape kedua kami.
Karena masih sore dan merasa masih cukup fit untuk lanjut nyetir, aku berpikir untuk lanjut saja, setidaknya sampai kota terdekat berikutnya.
"Bun, coba lihat peta, setelah Baturaja ini, kota berikutnya apa? Berapa kilo jaraknya dari sini?" tanyaku pada istri yang selama perjalanan memang menjadi navigator.
Meskipun tiap persimpangan selalu ada petunjuk arah, istri juga selalu mengaktifkan aplikasi google map di handphone-nya. Beberapa kali kami mengikuti saran petunjuk jalan dari google map, dan memang akurat. Aplikasi itu selalu menunjukkan jalan yang relatif lebih dekat dan tidak macet.