Mohon tunggu...
Ares Faujian
Ares Faujian Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Manggar Prov. Kep. Bangka Belitung

Saya berprofesi sebagai guru Sosiologi di SMA Negeri 1 Manggar dan juga aktif sebagai penulis serta editor buku/ artikel di Kep. Bangka Belitung. Selain pernah mendapatkan penghargaan literasi dari Bupati Belitung Timur hingga Ketua DPRD Belitung Timur tahun 2020. Beberapa prestasi dan apresiasi yang pernah saya raih di tingkat regional dan nasional, yaitu: (1) Lulus seleksi dan dipilih sebagai Fasilitator Literasi Baca-Tulis Tk. Regional Sumatra oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemdikbud RI tahun 2019; (2) Terbaik/ Juara III Nasional Guru Dedikatif dan Inovatif Kemdikbud RI tahun 2020, sehingga diapresiasi pula menjadi Agen Penguatan Karakter (APK) oleh Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemdikbud RI tahun 2020; (3) Anugerah Pegiat Literasi “Parasamya Suratma Nugraha” oleh Yayasan Komunitas Pengajar Penulis Jawa Barat tahun 2021; (4) Penghargaan ”10 Penulis Terbaik Kompetisi Opini Tingkat Nasional” oleh Masyarakat Linguistik Indonesia (MLI) Tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Pengelolaan Program Berdampak pada Murid di Sekolah

28 Mei 2023   23:17 Diperbarui: 28 Mei 2023   23:23 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

A. Pemikiran Reflektif Terkait Pengalaman Belajar

1. Pengalaman/ materi pembelajaran yang baru saja diperoleh

Materi modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid ini menadi pelengkap dari perjalanan penulis pada perjalanan Pendidikan Guru Penggerak

Pada esensinya, penulis mendapatkan pembelajaran bahwa pengelolaan program yang berdampak positif pada murid ini bisa dimulai dengan program-program yang sederhana dan berbasis kebutuhan murid. Jika kekuatan aset di sekolah sangat mendukung, manifestasi dari growth mindset (pola pikir bertumbuh/ berkembang) bisa menjadi penguat bahwa program sekolah bisa ditingkatkan levelnya sesuai dengan kondisi modal sekolah masing-masing.

Setelah melakukan pembelajaran, refleksi yang penulis dapatkan yaitu, pengelolaan program yang berdampak positif pada murid ini harus memperhatikan 3 aspek, yakni suara, pilihan dan kepemilikan murid. Terutama ihwal kepemilikan murid. Secara umum, aspek suara dan pilihan murid pada sebagian guru sudah diimplementasikan di kelas. 

Namun, ada hal yang menjadi pengalaman baru bagi penulis, yakni pengelolaan program harus juga memperhatikan aspek kepemilikan murid. Artinya, agar program ini bukan hanya milik guru ybs, maka dari itu, sebaiknya guru juga melakukan komunikasi dua arah (timbal balik) agar program juga menjadi kesadaran bersama dan mindfulness "kesadaran penuh" bagi siswa.

Materi modul 3.3 tentang Pengelolaan Program Berdampak Positif pada Murid ini semakin memperjelas dan memperdalam pengalaman hidup saya sebagai guru. Sehingga materi pada modul 3.3 ini ialah cara mengimplementasikan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan visi guru penggerak, dengan menuangkannya menjadi program yang berdampak positif pada murid. Materi-materi pada modul 3.3 ini yaitu:

  • Kepemimpinan murid, yaitu: a) definisi kepemimpinan murid, b) suara murid, pilihan murid, kepemilikan murid, c) kepemimpinan murid dan kaitannya dengan Profil Pelajar Pancasila;
  • Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid;
  • Pelibatan komunitas dalam program sekolah untuk mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid;
  • Program atau kegiatan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.

Supaya kita bisa membuat murid menjadi pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri (kemimpinan murid atau student agency), maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri. Hal ini dilakukan guna membangkitkan potensi kepemimpinannya agar dapat berkembang dengan baik. Dalam hal ini, peran guru adalah sebagai pendamping bagi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya, serta mengurangi kontrol guru terhadap mereka.

Menurut OECD (2019: 5), 'kepemimpinan murid' berkaitan dengan pengembangan identitas dan rasa memiliki. Konsep kepemimpinan murid ini sebenarnya berawal pada prinsip murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif memengaruhi kehidupan mereka sendiri dan lingkungan sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan. Kepemimpinan murid adalah tentang kapabilitas murid yang bertindak aktif dan membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab.

Albert Bandura (2006) mengemukakan empat sifat inti dari human agency atau student agency ini, yang disingkat IVAR.

  • I - Intensi = Kesengajaan (intentionality). Seseorang yang memiliki agency bukan hanya memiliki sekedar niat, tetapi di dalam niat mereka sudah termasuk rencana tindakan dan strategi untuk mewujudkannya;
  • V - Visi = Pemikiran ke depan (forethought). Pemikiran ke depan di sini bukan hanya sekedar rencana yang mengarahkan masa depan. Mereka yang berpikiran ke depan menjadikan visi (representasi kognitif dari visualisasi masa depan);
  • A - Aksi = Kereaktifan-diri (self-reactiveness). Seseorang yang memiliki agency, bukan hanya seorang perencana dan pemikir ke depan. Mereka juga seorang pengendali diri (self-regulator);
  • R - Refleksi = Kereflektifan-diri (self-reflectiveness). Seseorang yang memiliki agency akan memiliki kesadaran yang baik akan fungsi dirinya.

Dalam pemahaman dan mempelajari kepemimpinan murid, kita perlu menguasai konsep kepemimpinan murid tersebut, antara lain suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) murid. Melalui suara, pilihan, dan kepemilikan ini murid akan mengembangkan kapasitas dirinya menjadi pemilik bagi proses belajar dirinya sendiri (kesadaran). Dalam hal ini, tugas guru adalah menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya positif, dimana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan terhadap pengelolaan program sekolah yang berdampak positif bagi murid.

Profil Pelajar Pancasila menjadi identitas pelajar di Indonesia Emas 2045 dan menjadi deskripsi capaian kepemimpinan murid di Indonesia. Dimensi-dimensi pada profil ini dibagi menjadi 6 dimensi, yakni beriman, bertakwa dan berakhlak mulia; mandiri; berkebinekaan global; kreatif; bernalar kritis; dan bergotong royong.

Materi kepemimpinan murid sangat penting dipelajari. Hal ini agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, sehingga kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri. Alhasil, potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik dan sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.

Faktor lingkungan menjadi salah satu kunci dalam manifestasi kepemimpinan murid dan program-program sekolah pendukungnya. Disadur dari Noble, T. & H. McGrath (2016), faktor-faktor lingkungan ini akan memberikan efek pada diri seorang guru, antara lain;

  • Menstimulus pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif;
  • Mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif;
  • Melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan pendidikan;
  • Melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri dan sekitarnya;
  • Membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan;
  • Menempatkan murid sedemikian rupa sehingga terlibat aktif;
  • Menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh.

Komunitas adalah salah satu ihwal yang bisa mendukung berjalannya proses pendidikan di sekolah bagi murid, termasuk mewujudkan kepemimpinan murid dan program-program realisasinya. Sebagai pusat dari proses pendidikan, murid ini sebenarnya 'berada' dalam lintas komunitas. Mereka dapat berada sekaligus pada: a) komunitas keluarga; b) komunitas kelas dan antar kelas; c) komunitas sekolah; d) komunitas sekitar sekolah; e) komunitas yang lebih luas. Pentingnya melibatkan komunitas ini yaitu untuk mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid agar mewujudkan program sekolah yang berdampak positif bagi murid.

2. Emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar

Dalam pembelajaran dan praktik tentang pengelolaan program yang berdampak positif pada murid ini, penulis merasakan berbagai emosi yang bervariatif setelah mendengarkan curahan (suara dan pilihan) murid dengan RASA, yaitu Receive (menerima), Appreciate (mengapresiasi), Summary (merangkum) dan Ask (bertanya). Secara umum, penulis merasakan kebahagiaan, semangat perubahan, dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena bisa menambah pengetahuan dan wawasan baru dalam meningkatkan kompetensi keguruan untuk perbaikan mutu di satuan pendidikan.

Sebenarnya, ada perasaan khawatir pula dalam pembelajaran di modul 3.3 ini. Kekhawatiran ini yaitu jika tidak tersalur sepenuhnya dari aspirasi murid, tidak keterlaksanaannya program di sekolah, serta apakah akan berdampak positif pada murid. Namun penulis tetap optimis bahwa ketika menerapkan praktik coaching ini murid dan kolaborasi dengan warga sekolah, tentunya ini akan menjadi pengalaman baru ketika seorang Guru Penggerak benar-benar menjadi coach dan figur pengelola program yang berdampak positif pada murid.

3. Apa yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar

Pada realitanya, pengelolaan program yang berdampak pada murid ini sudah pernah penulis terapkan di sekolah. Pada kondisi ini, penulis pernah dalam posisi sebagai pembina bola basket, wali kelas, pembina paskibraka sekolah, dan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Yang sudah baik dalam pengelolaan program yang berdampak pada murid ini, yaitu sebagian pengelolaan program sekolah sudah memperhatikan aspek suara, pilihan dan kepemilikan murid. Namun guru masih dominan dalam pengelola program, sehingga aspek kepemilikan murid akan program tersebut masih dinilai belum tercapai.  

Untuk keberlanjutannya dalam proses belajar mandiri terkait pengelolaan program yang berdampak pada murid, esensi materi-materi yang disampaikan pada pembelajaran di modul 3.3 ini telah penulis pahami. Terutama ketika berbicara 3 aspek yang harus diperhatikan dalam pengelolaan program murid, yakni suara, pilihan, dan kepemilikan murid. Kemudian, ada pula empat sifat inti dari human agency atau student agency ini, yang disingkat IVAR. Tidak hanya itu, faktor lingkungan juga menjadi ihwal penting untuk membuat sekolah menjadi komunitas yang memiliki tujuan Indonesia Emas 2045, yakni Profil Pelajar Pancasila.

Beberapa hal yang penulis sebutkan ini telah menjadi persiapan perbaikan pembuatan dan pengelolaan program bagi penulis selanjutnya. Sehingga dengan adanya bekal ini, program yang akan dilaksanakan sekolah nantinya akan lebih berdampak positif bagi murid dan mempertimbangkan kebutuhan belajar mereka.

4. Apa yang perlu diperbaiki terkait dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar

Dalam keterlibatan diri dalam proses belajar di modul 3.3 ini, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Pertama, terkait refleksi pribadi penulis dengan kehadiran penuh (mindfulness) dalam pembelajaran (penugasan). Hal ini penulis sadari karena ada beberapa pekerjaan atau aktivitas lain yang penulis ikuti yang juga bersamaan dengan aktivitas PGP ini. Sehingga penulis berusaha untuk memanajemen dan membagi fokus namun tetap mindfulness dengan pembelajaran dan tetap mengumpulkan tugas sebelum deadline.

Namun dari segi proses pembelajaran, penulis perlu memperbaiki program penulis sendiri dengan perencanaan program yang lebih banyak melibatkan murid. Penulis menyadari bahwa program yang ada di sekolah dan penulis buat sebelumnya rerata bersifat satu arah, yaitu hanya dari guru atau kepala sekolah. Sehingga ihwal ini mengurangi kepemilikan program secara bersama-sama. Alhasil, murid hanya akan melakukan program jika ada instruksi dari guru. Alur pembelajaran di Ruang Kolaborasi banyak memberikan perbaikan pola pikir ini.

5. Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi

Pembelajaran modul 3.3 tentang pengelolaan program yang berdampak positif pada murid membuat penulis merasa lebih baik. Hampir seluruh kompetensi sebagai pendidik meningkat setelah melakukan pembelajaran ini yaitu, kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogi, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Karena perencanaan dan praktik program pada modul 3.3 ini melatih penulis menjadi lebih dewasa secara kepribadian, yang dipantik oleh mendengarkan (mengidentifikasi) dan mengevaluasi program-program sekolah sebelumnya bersama peserta didik. Dalam hal ini, penulis berperan sebagai coach dan mempraktikkan proses coaching.

Selanjutnya, modul 3.3 ini juga memperkuat kompetensi pedagogi dan profesional penulis. Hal ini terlihat dari perbaikan perencanaan program yang berbasis kebutuhan dan dampak positif pada murid, yang sebelumnya sudah didapatkan pembelajarannya melalui modul 3.3. Praktik coaching yang dilakukan oleh guru dalam menangani permasalahan dan evaluasi program sekolah sebelumnya oleh peserta didik, hal inilah yang akan menjadi refleksi, koreksi dan introspeksi penulis sebagai guru yang membuat program sekolah.

Tidak hanya itu, pembelajaran modul 3.3 ini juga membuat kompetensi sosial penulis menjadi lebih baik. Karena praktik coaching yang dilakukan dalam identifikasi/ evaluasi program sekolah sebelumnya ini membiasakan penulis menjadi pendengar yang baik dan juga peka terhadap lingkungan sosial di sekolah. Artinya, praktik coaching ini membuat penulis menjadi pribadi yang responsif terhadap pendidik lainnya dan juga untuk perbaikan pengelolaan program agar lebih berdampak positif pada murid.

Menurut penulis, keempat kompetensi pendidik ini saling terhubung perbaikannya dalam pembelajaran modul 3.3. Hal ini disebabkan proses coaching dan perencanaan pengelolaan program ini tidak hanya bermanfaat bagi murid (coachee), akan tetapi berdampak positif pula sebagai pembelajaran dan pengalaman bagi diri penulis sebagai coach.

B. Analisis Implementasi dalam Konteks CGP

1. Memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh

Pertanyaan kritis penulis: Apakah boleh penentuan program sekolah tanpa menampung aspirasi suara dan pilihan murid? (Konteksnya di luar pembelajaran berdiferensiasi).

Penulis pikir, sebaiknya tidak semua program yang dikelola oleh guru dan sekolah harus melibatkan suara dan pilihan murid. Apalagi konteks murid sekolah ini merupakan siswa yang kecenderungan pasif atau belum paham program yang tepat dan lebih berdampak pada murid itu sendiri. Penulis berasumsi, praktik coaching atau observasi dari guru bisa dilakukan ketika penetapan konten, proses dan produk pada pembelajaran berdiferensiasi. Namun untuk pembelajaran sosial emosional (PSE) satau program unggulan sekolah, guru atau kepala sekolah berhak menetapkan program tertentu untuk diterapkan di sekolah sebagai hasil analisis SWOT (strength, weakness, opportunity dan threat) sebelumnya.

Di sisi lain, penulis berpikir bahwa bisa jadi guru tahu sumber daya yang memiliki kekuatan pada murid di sekolah tsb. Namun sayangnya suara dan pilihan murid tidak ke arah kekuatan yang dimiliki, dikarenakan murid lebih memilih ekspektasi yang sederhana atau yang lainnya. Menurut penulis, alangkah sayangnya jika guru yang sudah memetakan kekuatan ini bisa menjadi prestasi, namun sayangnya murid tidak memiliki pola pikir yang terbuka atau bertumbuh (growth mindset) untuk mengoptimalkan kekuatan yang ada. Tentunya hal ini bisa menjadi pengecualian untuk penetapan suatu program sekolah, jika tujuannya untuk pengelolaan program yang berdampak positif pada murid. Karena penulis meyakini, guru sebagai orang tua di sekolah tetap akan berbuat yang terbaik dan tidak akan menyakiti masa depan muridnya. Untuk hal ini, sebenarnya guru bisa kembali melakukan praktik coaching kepada murid-muridnya di sekolah, untuk meyakini mereka.

2. Mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight) baru

Bagi penulis, materi pada modul 3.3 ini memiliki esensi yang penting dalam pengelolaan program di sekolah. Karena pengelolaan program ini mengarahkan pada dampak positif dan keterlibatan murid dalam perumusan program di sekolah. Penulis setuju jika memang aspirasi (suara) dan pilihan murid menjadikan program sekolah berbasis kepemilikan bersama. Terutama jika berhubungan dengan pembelajaran berdiferensiasi, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, dan program lainnya yang muaranya adalah optimalisasi SDM murid dan prestasi.

Wawasan baru dengan adanya program yang memperhatikan kepemilikan murid menjadi gagasan segar bagi penulis dalam memprakarsai pengelolaan program sekolah. Tentunya semua ini dilakukan dengan melibatkan modal-modal sekolah yang ada, seperti modal manusia, modal sosial, modal agama dan budaya, modal politik, modal lingkungan/ alam, modal fisik, dan modal finansial.

3. Menganalisis tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah maupun daerah)

Dalam menganalisis tantangan sesuai konteks sekolah dan daerah penulis, tantangan dalam pengelolaan program berdampak positif bagi murid yaitu terdapat pada konsistensi pelaksanaan program yang berjalan. Untuk sekolah dan daerah penulis, aspek literasi menjadi sesuatu hal yang direspon positif dan sudah beberapa sekolah memiliki praktik baik tentang ini. Namun para pelaku literasi belum terlalu banyak, sehingga beberapa tokoh literasi yang ada di tingkat sekolah perlu mempertahankan eksistensi dirinya sendiri dan praktik baik yang dilakukannya di sekolah. Hal ini dilakukan agar gema literasi terus ada dan tidak timbul tenggelam apalagi sampai hilang.

4. Memunculkan alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi

Dalam memunculkan alternatif solusi terhadap tantangan yang teridentifikasi di sekolah atau daerah ini, tentunya penulis akan melakukan kolaborasi dan memperbanyak diskusi kepada senior (kepala sekolah, rekan sejawat senior dan pengawas, serta tokoh masyarakat) dalam trik melakukan konsistensi pelaksanaan program di sekolah. Diskusi ini akan mempermudah dan menambah wawasan penulis dalam memperbaiki pengelolaan program, terutama dalam memperhatikan dampak positif kepada murid agar lebih humanis. Penulis juga perlu membuat kompetisi pada bidang program tsb agar semangat berkompetisi ini menjadi tali penyambung agar program ini bisa berlangsung kontinu dari tahun ke tahun.

 

C. Membuat Keterhubungan

1. Pengalaman masa lalu

Menjadi pendidik membuat kompetensi pribadi penulis menjadi bertambah dengan mempelajari modul 3.3 ini. Sebelumnya, penulis membuat program tidak memperhatikan aspek suara, pilihan dan kepemilikan murid, serta melaksanakannya tidak berkolaborasi dengan rekan guru. Ternyata dengan mempelajari materi pengelolaan program yang berdampak pada murid ini sangat bermanfaat sebagai tambahan sudut pandang sebagai murid itu sendiri. Artinya, dalam membuat perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut, kita harus berpikir sebagai pengamat dan objek program agar program yang dijalankan ini efektif dan tepat sasaran.

2. Penerapan di masa mendatang

Untuk penerapan di masa mendatang, penulis akan mengimplementasikan materi 3.3 ini dan juga mencari materi-materi lain agar quality control dalam pembelajaran dan pengelolaan program di sekolah bisa terjaga dengan baik. Tentunya hal ini bisa diperkuat dengan kolaborasi dan koordinasi yang baik dengan kepala sekolah, rekan sejawat, pengawas bina, orang tua, masyarakat dan juga stakeholders.

Dalam penerapan yang berkelanjutan, penulis akan mendalami inovasi praktik baik dari berbagai referensi. Hal ini penting dilakukan agar program sekolah bisa variatif, kekinian dan menjawab kebutuhan zaman peserta didik.

3. Konsep atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari

Materi pengelolaan program yang berdampak positif pada murid merupakan materi yang esensial pada Pendidikan Guru Penggerak (PGP). Karena penggeraknya adalah pemimpin pembelajaran yaitu guru, sehingga pembelajaran sosok pengelola program pada materi ini menjadi kunci agar ihwal-ihwal (materi) lainnya saling terhubung, bergerak dan menggerakkan perubahan di sekolah menjadi lebih baik. Terutama dalam mengelola program agar berdampak positif pada murid sebagai masa depan daerah.

  • Modul 1.1 Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD)

Materi modul 3.3 ini memiliki keterhubungan agar seorang pemimpin pembelajaran bisa mengelola program sekolah berlandaskan "berhamba" (berpusat) pada murid. Pemimpin pembelajaran (guru) harus menjadi penuntun seperti dalam Pratap Triloka KHD, yaitu menjadi role model dalam ketepatan dalam melakukan pemetaan, penggalian dan pengelolaan program dari aset-aset yang diidentifikasi di sekolah, salah satunya murid. Pemetaan ini juga mempertimbangkan suara, pilihan dan kepemilikan murid.

  • Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak

Materi modul 3.3 ini memiliki hubungan agar pemimpin pembelajaran sebagai pengelola sumber daya mengilhami nilai dan peran guru penggerak agar kekuatan aset-aset di sekolah bisa ditemukenali, dikelola, dan berdampak baik bagi murid. Misalnya guru sebagai pemimpin pembelajaran menerapkan nilai kolaboratif yang berdampak positif pada murid, yakni mampu berkolaborasi dengan tokoh masyarakat untuk menjadi sumber belajar dalam praktik baik pembelajaran Sosiologi di kelas. Untuk peran guru penggerak, materi modul 3.3 ini memiliki hubungan guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan program sekolah dengan memanfaatkan kekuatan aset-aset di dalamnya, faktor lingkungannya, dan mendorong kolaborasi (modal sosial dan modal politik). Semua ini tentunya dilakukan guna mendapatkan kemudahan dalam pengelolaan program yang berdampak positif bagi murid.

  • Modul 1.3 Visi Guru Penggerak

Modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid ini memiliki konektivitas terhadap materi modul 1.3 Visi Guru Penggerak. Karena sebelum menjadi event dan atau produk program, tentunya pengelolaan program harus memiliki visi agar manajerial program terarah dan tepat sasaran. Dalam materi modul 3.3 ini, pengelolaan program juga menggunakan dasar paradigma Inkuiri Apresiatif (IA) tahapan BAGJA pada materi modul 1.3 Visi Guru Penggerak, yang mana setiap orang memiliki kontribusi positif pada keberhasilan. Dalam implementasinya, guru sebagai pemimpin pembelajaran menggunakan IA untuk menggali suara, pilihan dan mendorong kepemilikan murid, sehingga kemudian melakukan perencanaan perubahan program. Tentunya ini semua tertuju pada visi pembelajaran dan pengelolaan program yang berdampak positif pada murid.

  • Modul 1.4 Budaya Positif

Modul 3.3 ini menjadi wujud dari pengelolaan program agar bisa diberdayakan menjadi budaya positif di sekolah. Guru sebagai pemimpin pembelajaran menjadi koneksi agar guru bisa memetakan modal manusia (murid) dan modal agama-budaya menjadi peningkatan kultur positif di sekolah melalui perwujudan program yang berdampak positif pada murid, seperti praktik disiplin positif, keyakinan kelas, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), hingga implementasi yang tepat pada segitiga restitusi.

  • Modul 2.1 Pembelajaran untuk Kebutuhan Belajar Murid

Modul 3.3 ini memiliki koneksi bahwa pembelajaran untuk kebutuhan belajar murid bisa diimplementasikan dalam pengelolaan program yang berdampak positif pada murid. Sehingga pembelajaran untuk kebutuhan murid ini bukan hanya dalam wujud pembelajaran intrakurikuler, namun juga pengelolaan program kokurikuler dan program ekstrakurikuler di sekolah. Misalnya program karya wisata, kegiatan ilmiah, pramuka, sepak bola, futsal, tarian daerah, fotografi, dll. Ragam program sekolah ini bisa didapatkan ketika guru membuka ruang diskusi dengan memperhatikan suara, pilihan dan kepemilikan murid, agar menjadi program yang disukseskan secara bersama-sama.

  • Modul 2.2 Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)

Modul 3.3 ini juga memiliki koneksi dengan modul PSE ini, yang mana modul 3.3 menjadi perwujudan pengelolaan program yang berbasis PSE. PSE sangat penting dilakukan dalam pembelajaran, baik itu intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Dengan merealisasikan PSE dalam program sekolah seperti pelatihan ESQ, outbond, family gathering, dll., maka sekolah sebagai komunitas akan memiliki warga yang memiliki kepribadian yang baik. Sehingga ihwal ini akan meningkatkan kualitas sekolah secara pendidikan karakter (Profil Pelajar Pancasila) dan pengelolaan program yang tepat karena berdampak positif pada murid.

  • Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik

Modul 2.3 ini memiliki relevansi agar pengelolaan program yang berdampak positif pada murid bisa terealisasi dengan baik di sekolah. Untuk membuat program yang sesuai dengan suara, pilihan dan kepemilikan murid, maka praktik coaching yang dilakukan oleh coach (guru) sangat bermanfaat untuk mengulik dan memberdayakan murid untuk membuat program yang berdampak untuk kebutuhan murid tsb. Sama halnya dengan di materi PSE, modul 2.3 coaching ini memiliki koneksi pada perbaikan sikap, perubahan perilaku belajar, transformasi cara mengajar, pola kepemimpinan pembelajaran di kelas, evaluasi program sekolah, hingga perencanaan program yang lebih mengedepankan dampak positif pada murid.

  • Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

Modul 3.3 sangat memiliki koneksi pada modul 3.1 ini. Karena memetakan dan mengolah program yang berdampak positif pada murid haruslah diambil keputusannya melalui kebijakan, aturan, dan eksekusi program berdasarkan nilai-nilai kebajikan. Pemimpin harus mempertimbangkan berbagai aspek untuk memperoleh keputusan yang berkualitas dan win win solution, yang artinya tidak merugikan berbagai pihak, apalagi murid. Sehingga gambaran kebajikan itu adalah upaya yang tepat dari seorang pemimpin pembelajaran dalam pengambilan keputusan yang mempertimbangkan suara murid, pilihan murid, kepemilikan murid, faktor lingkungannya, tujuannya (Profil Pelajar Pancasila), hingga aspek kepemimpinan murid tsb.

  • Modul 3.2 Pemimpin sebagai Pengelola Sumber Daya

Modul 3.3 juga memiliki hubungan yang vital terhadap modul 3.2. Hubungannya terdapat pada sosok pemimpin pembelajaran (guru) yang mampu mengelola sumber daya di sekolah. Artinya, pemimpin pembelajaran bukan hanya mampu memetakan dan mengelola sumber dayanya secara baik, namun juga harus berdampak positif pada murid. Salah satunya dengan melakukan pemetaan kekuatan-kekuatan aset yang melibatkan murid. Hal ini penting dilakukan agar sekolah bukan hanya memiliki kegiatan yang terorganisir baik, akan tetapi apakah kegiatan tersebut sudah berdampak positif bagi murid. Tentunya koneksi modul 3.2 dan modul 3.3 menjadi wawasan yang penting dalam membelajarkan guru sebelum menetapkan suatu program sekolah.

4. Informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP

Penulis banyak mendapatkan referensi tambahan tentang pengelolaan program yang berdampak pada murid ini melalui Youtube dan diskusi rekan lulusan Guru Penggerak. Referensi dan dialog dari rekan sejawat ini membantu meluruskan perencanaan, praktik, evaluasi dan tindak lanjut dari kebenaran serta ketepatan perencanaan program yang akan dilakukan.

Untuk mendukung pembelajaran praktik di modul 3.3, kita perlu belajar dan memahami ragam inovasi dan kreativitas praktik baik sekolah melalui berbagai referensi. Hal ini penting dilakukan oleh kalangan guru, agar sebagai pemimpin pembelajaran kita bisa menjadi pemimpin yang ideal sesuai dengan kondisi sosial budaya di daerah masing-masing untuk pembelajaran di sekolah kita. Tentunya semua ini akan mudah dan optimal dilakukan jika memanfaatkan modal-modal internal dan eksternal sekolah.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun