Mohon tunggu...
Ardy Pratama
Ardy Pratama Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hanya seorang pengamat, bukan seorang ahli... Yang menyampaikan opini dalam bentuk tulisan dari sudut pandang diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Lion Air, "We Make People Cry"?

21 Februari 2015   22:15 Diperbarui: 4 April 2017   17:24 2424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_370046" align="aligncenter" width="506" caption="Sumber : blog.traveloka.com"][/caption]

"We Make People Fly" merupakan tagline dari Lion Air. Maskapai yang berdiri pada tahun 1999 ini menghebohkan masyarakat lantaran pada tanggal 18 Februari 2015 kemarin atau bertepatan dengan libur Imlek, terjadi kekacauan penerbangan. Ribuan penumpang terlantar tanpa adanya kejelasan. Bahkan insiden ini menjadi olok-olokan di media social. Cek disini http://chirpstory.com/li/252969.

Menurut saya, ini adalah puncak dari masalah yang terjadi di Lion Air. Jujur saja diantara semua maskapai di Indonesia saya bisa bilang Lion Air memiliki service yang buruk. Di beberapa bandara yang pernah saya singgahi, selama menggunakan jasa Lion Air, bisa dihitung dengan jari jumlah staff counter check-in yang ramah dan mau senyum kepada para penumpang yang antri check-in.

Terlihat dari wajah yang kurang ramah, nada bicara yang terkesan jutek, dan layanan yang seringkali lambat karena asik mengobrol dengan rekan kerja di area counter check-in. Beruntungnya saya yang berdomisili di Jogja, di Bandara Adi Sucipto tidak mengenal Terimnal seperti di Bandara Soekarno-Hatta. Sehingga conter check-in semua maskapai hanya berseblahan tanpa ada penyekat tertutup, hanya terpisah oleh meja. Jadi dengan jelas bisa terlihat bagaimana para staff airline bekerja disini :)

Di Bandara Adi Sucipto Jogja, counter check-in Lion Air bersebelahan dengan counter Air Asia. Bukan rahasia lagi bahwa kedua maskapai LCC ini bersaing ketat di bisnis penerbangan di Indonesia. Namun, dari counter check-in saja sudah "terasa" perbedaannya. Di counter Lion Air, seperti yang saya bilang sebelumnya, nyaris tidak ada senyuman di wajah staff check-in. Berbanding terbalik dengan counter Air Asia yang memang memiliki layanan yang sangat baik dengan staff yang ramah dan penuh senyum. Apalagi jika Lion Air dibandingkan dengan maskapai sekelas Citilink dan Garuda, jauh!

Kenapa saya membandingkan Lion Air dan Air Asia? Karena segmen pasar kedua maskapai ini sama, yaitu layanan low cost carrier. Namun kedua maskapai ini mempunya cara yang berbeda dalam melayani penumpang dan juga menangani kasus yang terjadi di perusahaan mereka.

Masih teringat jelas musibah jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501. CEO Air Asia Tony Fernandes dengan sigap memberikan klearifikasi melalui akun Twitternya  dan Official Twitter dari Air Asia pun terus aktif memberikan perkembangan terbaru. Bahkan Tony turun langsung untuk memimpin dan mengkondisikan staff di lapangan.

Ini menujukkan bagaimana pucuk pimpinan perusahaan Air Asia peduli terhadap penumpang dan staff yang menjadi korban, penumpang lain yang akan terbang dengan Air Asia, dengan juga staff lapangan Air Asia. Hal ini membuat para keluarga korban, calon penumpang, dan staff Air Asia menjadi tenang karena Air Asia menunjukkan kepedulian dan tanggung jawab. Sehingga menjaga image dan brand Air Asia tetap positif di mata konsumen.

Hal yang sebaliknya justru terjadi di Lion Air. Terkesan ada tembok katau jarak antara konsumen dan perusahaan Lion Air. Akun social media Lion Air terkesan mati. Padahal saat ini social media menjadi peranan penting bagi brand-brand besar untuk terus mempromosikan produk, berkomunikasi dengan konsumen, dan memperkuat brand mereka.

Dan parahnya kesan cuek pun terlihat pada management Lion Air. Saat terjadinya penumpukan penumpang, management Lion Air cuek-cuek saja. Bahkan terbilang sulit untuk ditemui dan dimintai penjelasan mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Ribuan orang yang terlantar tidak mendapatkan kejelasan apakah mereka bisa terbang atau tidak. Kompensasi pun tidak diberikan, padahal kompensasi adalah hak yang harus konsumen dapatkan dan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 49 Tahun 2012, yang berbunyi :


  1. Keterlambatan lebih dari 60 (enam puluh) menit sampai dengan 120 (seratus dua puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman dan makanan ringan (snack box).
  2. Keterlambatan lebih dari 120 (seratus dua puluh) menit sampai dengan 180 (seratus delan puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meal) dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya, atau ke badan usaha angkutan udara lainnya, apabila diminta penumpang.
  3. Keterlambatan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) menit sampai dengan 240 (dua ratus empat puluh) menit, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan (snack box), makanan berat (heavy meal) dan apabila penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke badan usaha angkutan udara niaga lainnya, maka kepada penumpang tersebut wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat di angkut pada penerbangan hari berikutnya.


Nyatanya peraturan tersebut tidak dijalankan oleh Lion Air. Jangankan hotel untuk menginap, makanan saja tidak diberikan oleh para penumpang. Lelah, lapar, dan emosi menjadi satu dan akhirnya membuat ribuan penumpang yang terlantar menjadi marah besar. Terminal 3 menjadi kacau dan lounge keberangkatan diblokir oleh para penumpang. Mereka menuntut Direksi Lion Air untuk memberikan penjelasan. Namun seperti yang sudah diperkirakan, tidak ada satu pun direksi yang tampak.

Padahal penumpang hanya butuh kejelasan : kami terbang atau tidak. Kalau jadi terbang, kira-kira kapan? Dan kalau tidak jadi terbang, kompensasi kami bagaimana? Proses refund seperti apa?

Namun direksi Lion Air seperti tidak bergeming. Bahkan Jum'at kemarin. Angkasa Pura akhirnya turun tangan untuk menalangi dana kompensasi bagi para penumpang. Saat diundang untuk meeting guna menyetujui dana talangan pun pihak Lion Air datang di saat-saat akhir, padahal sudah berjam-jam ditunggu oleh Angkasa Pura dan Kemenhub.

Padahal bukan hanya kerugian materi saja yang dialami oleh para penumpang. Mereka harus kehilangan tenaga dan waktu. Bahkan tidak sedikit wisatawan asing yang menjadi korban. Mereka yang harusnya bisa mengejar penerbangan lanjutan ke negara asal mereka, harus terlunta-lunta tanpa adanya kejelasan. Ada orang tua yang terpaksa memundurkan jadwal pernikahan anaknya akibat jadwal terbangnya entah tertunda sampai kapan.

Bukan yang Pertama


Insiden penundaan dan pembatalan Lion Air ternyata membuka dugaan-dugaan lebih lanjut. Maskapai Low Cost Carrier (LCC) Indonesia yang sempat digadang-gadang paling sukses itu, terindikasi mempunyai segudang masalah.

Mulai dari beban utang, track record buruk, hingga perlakuan ke pegawai tak selayaknya. Tapi, kasus yang dialami oleh Lion Air bukan menjadi yang pertama.

Meski menegaskan bahwa penundaan saat ini merupakan kesalahan teknis, tak bisa dipungkiri bahwa citra Lion Air bakal terus menurun.

Pada 2013, terdapat kerjadian tertundanya 55 penerbangan yang ada karena ada permasalahan dengan pegawai ground handling di Bali.

Selain permaslahan delay, maskapai milik Rusdi Kirana itu pun sudah mengalami puluhan permasalahan teknis. Kebanyakan kasus kecelakaan tersebut adalah tergelincirnya pesawat saat memasuki landasan.

Tahun lalu, pesawat Lion Air sempat mengalami kecelakaan saat mendarat Bandara Ngurah Rai dan menyebabkan dua penumpang terluka.

Namun, baru satu kecelakaan dari maskapai tersebut yang menyebabkan korban tewas. Yakni, insiden tergelincirnya di Bandara Adisumarmo, Solo, yang menewaskan 26 orang penumpang.

Karena track record tersebut, Skytrax, lembaga pemeringkat industri penerbangan, memberikan berikan Lion Air rating dua bintang. Dalam laporan tersebut, Skytrax memberikan penilaian paling rendah dalam penanganan penundaan dan pembatalan terbang dengan 1,5 bintang dari skala lima.

Penilaian tersebut juga didukung oleh FlightStats, lembaga informasi soal kinerja OTP maskapai. Dari 20 rute paling aktif selama satu tahun terakhir, OTP Lion Air dinilai hanya mencapai 69 persen. Hal tersebut dengan rata-rata delay 30 menit di setiap penerbangan.

Sebenarnya, terdapat beberapa maskapai yang mengalami kasus serupa baik di luar maupun dalam negeri. Contoh saja, BUMN Penerbangan Merpati.

Dengan on time performance (OTP) sebesar 70,46 persen, Merpati sering mendapatkan keluhan. Belum lagi, utang yang menggunung Rp 15 T membuat perusahaan tak bisa memperhatikan kesejahteraan pegawai.

Pada puncaknya, sekitar kelompok pilot Merpati pun sempat beberapa melakukan aksi mogok, hal tersebut akhirnya menjadi alasan Merpati membatalkan penerbangannya.

Saat ini, Merpati pun menjadi mayat hidup yang tak bisa beroperasi. “Kami minta ke Kementerian Perhubungan untuk memperpanjang izin penerbangan. Sebab, saat ini kami sedang konsentrasi untuk membayar gaji karyawan,” terang Menteri BUMN Rini Soemarno beberapa waktu lalu.

Bukan hanya Merpati, kejadian serupa pun pernah menimpa ke Spirit Airlines. Maskapai yang mengubah konsep menjadi LCC pada 2010 itu, sempat mengalami insiden besar terkait pembicaraan gaji pilot.

Pada 12 Januari 2010 pun, maskapai tersebut terpaksa membatalkan penerbangan semua jurusan karena mogok kerja.

Raport Merah Maskapai Lion Air Dalam Bisnis Penerbangan


Merdeka.com mencatat berbagai 'prestasi' Lion Air yang mengecewakan penumpang. Berikut paparannya.

1. Masuk kategori maskapai terburuk sejagat

Merdeka.com - Lion Air Indonesia termasuk dalam lima besar penerbangan terburuk sedunia menurut situs Australia AirlineRatings.com. Selain itu ada sekitar lima maskapai penerbangan milik Indonesia yang berada dibawah rata-rata penerbangan aman dunia.

Lima maskapai tersebut antara lain AirAsia Indonesia, Garuda Indonesia, Sriwijaya Air, Wings Air, dan Xpress Air. Selain Lion Air, maskapai yang sangat tidak aman lainnya yaitu Kam Air Afghanistan, Nepal Airlines, SCAT Airlines Kazakhstan, dan Tara Air Nepal.

Kelima maskapai terburuk ini dilarang masuk dalam European Union Member States dan sangat tidak dianjurkan digunakan di Amerika Serikat,

Baik dan buruknya maskapai penerbangan dinilai dengan memberikan bintang. Bintang enam dan tujuh untuk maskapai teraman, bintang empat dan lima untuk maskapai yang aman, bintang dua dan tiga untuk yang buruk hingga rata-rata, sedangkan bintang satu untuk maskapai yang buruk sekali.

2. Paling banyak langgar izin terbang

Merdeka.com - Kementerian Perhubungan telah melakukan audit di lima bandara besar di Indonesia. Lima bandara yang diaudit antara lain Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Kualanamu Medan, Bandara Ngurah Rai Bali dan Bandara Hasanuddin Makassar.

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menuturkan, dari hasil audit itu, 61 rute penerbangan terbukti melanggar izin atau di luar izin yang diberikan kementerian.

"Berdasarkan audit tersebut sebanyak 61 penerbangan dari 5 maskapai yang melanggar perizinan yang telah ditetapkan," ujar Jonan di kantor Kemenhub, Jakarta, Jumat (9/1).

Dari lima maskapai tersebut, rute penerbangan Lion Air terbanyak melanggar izin. Jonan menyebut, 35 rute penerbangan milik Lion Air terbukti tidak sesuai izin dari Kemenhub. Masih dari grup Lion, maskapai Wings Air melakukan pelanggaran izin terhadap 18 rute penerbangannya.

Jonan mengaku sudah menyiapkan sanksi untuk maskapai yang melanggar izin. Namun dia tidak menyebutkan secara detail.

"Kami akan memberikan sanksi atas pelanggaran dan meminta maskapai penerbangan tersebut untuk mengajukan izin dengan persyaratan yang lengkap," ucapnya.

3. Identik dengan delay

Merdeka.com - Lion Air memang memiliki reputasi buruk terkait keterlambatan penerbangan atau delay. Hal tersebut juga dikeluhkan para konsumen yang melaporkan ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Dari data YLKI, konsumen angkutan udara meragukan kinerja Lion Air terkait ketepatan waktu penerbangan maskapai tersebut. Bahkan, maskapai milik Waketum PKB Rusdi Kirana ini selalu mendapat keluhan konsumen soal keterlambatan penerbangan.

"Dari 100 konsumen yang mengadu ke kita soal maskapai penerbangan, memang paling diragukan itu Lion Air," ujar Ketua Harian YLKI Sudaryatmo kepada merdeka.com di Jakarta, Kamis (19/2).

Namun tidak dipungkiri, Lion Air merupakan maskapai paling banyak dalam mengangkut penumpang setiap harinya.

"Tapi lion juga kan mengangkut penumpang paling banyak setiap harinya. Keluhan yang paling banyak ke Lion Air itu, salah satu delay," kata dia.

4. Bagasi dibobol atau hilang

Merdeka.com - Kasus bagasi hilang di maskapai Lion Air cukup sering terjadi. Bahkan beberapa kasus pun sampai masuk ke ranah hukum, baik perdata maupun pidana. Merdeka.com mencatat beberapa di antaranya.

Agustus 2011 Herlina Sunarti menggunakan Lion Air dari Jakarta menuju Semarang. Sesampainya di Semarang, tas Polo hitamnya yang berisi kosmetik dan pakaian hilang. Dalam mediasi tersebut, Lion Air berjanji akan mengganti Rp 100 ribu/kg sesuai peraturan yang berlaku. Hal ini jelas ditolak oleh Herlina. Alhasil, BPSK Kota Semarang pada 3 Oktober 2011 menghukum Lion Air mengganti rugi sebesar Rp 25 juta.

Kasus bagasi hilang di pesawat Lion Air kali ini menimpa seorang dokter dari desa Silian Barat, Minahasa Tenggara (Mitra) Sulut, Mobilani Sandag. Sejumlah barang berharga dalam tasnya yang bernilai Rp 8 jutaan raib entah ke mana.

Titi Yusnawati, istri Kasat I Direktorat Narkoba Polda Kalbar AKBP Fransetyono, Jumat (3/1), kehilangan sejumlah perhiasan yang disimpan di dalam koper saat penerbangan dengan menggunakan maskapai Lion Air JT 715 dari Pontianak tujuan Jakarta. Perhiasan tersebut hilang saat koper masuk bagasi pesawat.

5. Layanan Lion Air buruk

Merdeka.com - Anggota Komisi V DPR periode 2009-2014 Nusyirwan Soejono, menilai Lion Air bermasalah soal layanan pada konsumen. Menurutnya Lion Air pantas mendapat catatan khusus dari asosiasi penerbangan internasional lantaran pelayanan yang buruk dan tak kunjung membaik.

"Paling tidak saya akan memberikan pendapat bahwa selayaknya, sewajarnya Lion Air mendapatkan catatan khusus dari pengawas penerbangan dunia," kata Nusyirwan.

Politikus PDIP ini mengingatkan Lion Air, seluruh maskapai penerbangan dalam negeri dipantau oleh regulator luar negeri. Jika tak kunjung membaik, Lion bisa dihukum tidak boleh terbang keluar negeri.

"Itu juga dipantau dalam menjalankan prosedur-prosedur dan langkah yang sesuai. Regulator dalam negeri (Kemenhub) juga diawasi melakukan pengawasan transportasi udara. Transportasi udara berlaku 2 ketentuan itu regulator dalam negeri dan asing," tegasnya.

"Siap-siap saja teguran peringatan dari asosiasi penerbangan dunia. Bahkan tidak bisa terbang keluar negeri. Dalam negeri masih ditolerir. Kalau itu terbang keluar negeri lama kelamaan penilaian tidak baik bagi Lion Air," tutupnya.

Setelah semua kekacauan yang terjadi, apakah Pak Jonan sebagai Menteri Perhubungan bisa bertindak tegas kepada Lion Air?!

Menurut Direktur Umum Lion Air Edward Sirait, jumlah maskapai Lion Air saat ini adalah 110 unit dan 6 pesawat cadangan. Beberapa tahun yang lalu Lion Air sempat membuat heboh karena memborong 234 pesawat Airbus dan 230 unit pesawat Boeing. Saya khawatir dengan management yang kacau seperti saat ini, ketika nantinya semua pesawat itu beroperasi akan timbul kekacauan yang lebih parah jika tidak adanya perbaikan pada internal Lion Air.

Dari kejadian kemarin ada beberapa hal yang bisa kita cermati :


  1. Komunikasi antara maskapai dan penumpang. Lemahnya komunikasi dan koordinasi di semua lini Lion Air tampak ketika staff lapangan tidak berdaya menghadapi para penumpang. Manager on Duty dan direksi Lion Air terkesan tutup mata dengan terlantarnya penumpang. Sehingga staff lapangan menjadi bingung untuk memberikan penjelasan kepada penumpang yang semakin emosi.
  2. Jujur saja sebagai maskapai LCC, bukan berarti semuanya serba low cost. Aspek keamanan penerbangan sudah menjadi hal mutlak. Namun sisi kenyamanan di bidang jasa adalah prioritas utama bagi para penumpang. Karena itu adalah hak bagi para penumpang dan melayani adalah kewajiban bagi maskapai.
  3. Lion Air tidak dekat dengan calon penumpang. Di era sekarang ini, dimana komunikasi dua arah antara perusahaan dan konsumen menjadi hal positif untuk brand, Lion Air justru sebaliknya. Maskapai ini terkesan pasif dan cuek. Bandingkan dengan maskapai-maskapai lain yang aktif di jejaring sosial untuk terus menumbuhkan nilai positif untuk brand mereka.
  4. Tamparan bagi Pak Jonan. Jelas sekali perbedaan yang terlihat ketika musibah AirAsia QZ8501 Pak Jonan langsung bergerak cepat, membekukan izin terbang, dan memecat beberapa staff Aviasi dan Angkasa Pura. Namun terkesan melempem ketika menghadapi Lion Air. Wajar jika publik mengaitkan ''kalem" nya Pak Jonan ini lantaran pemilik Lion Air, Rusdi Kirana, menjabat sebagai Wantimpres.
  5. Tidak dipenuhinya hak bagi penumpang yang terlantar. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 49 Tahun 2012 ada poin-poin yang mengatur kompensasi para penumpang. Tetapi Lion Air tidak memenuhi itu.
  6. Lion Air selalu berkilah jika menyangkut masalah delay. Direktur Utama Lion Air, Edward Sirait, mengatakan akan memperbaiki kinerja Lion Air. Saya yakin hal ini sudah diucapkan berulang-ulang, namun nyatanya masih saja Lion Air sering di delay.
  7. Pemerintah, Komisi V DPR, YLKI, dan Ombudsman dengan didukung oleh masyarakat harus mengaudit dan menginvestigasi perusahaan Lion Air untuk mencari pokok masalah mengapa Lion Air selalu menjadi langganan delay.
  8. Kemenhub seharusnya bisa memberikan sanksi tegas dengan memberikan denda serta pembekuan izin penerbangan selama sebulan penuh dan melakukan audit terhadap perusahaan Lion Air.


Masyakarat Indonesia meninginkan jasa angkutan penumpang baik darat, laut, maupun udara bisa memberikan layanan yang baik bagi para penumpang. Kemenhub pun sudah seharusnya menindak tegas pelanggaran-pelanggaran oleh perusahaan angkutan yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi para pengguna jasa angkutan. Bukan terkesan melempem dan membiarkan. Karena Kemenhub sebagai institusi yang memiliki otoritas untuk mengatur perusahaan angkutan di Indonesia.

Kalau Kemenhubnya saja melempem, kapan masalah di dunia penerbangan bisa selesai?!?! Atau rubah saja tagline Lion Air dari "We Make People Fly" menjadi "We Make People Cry".

Jika Anda peduli dengan masalah maskapai di Indonesia, mohon dukungan Anda dengan menandatangani petisi online berikut ini. Sudah lebih dari 9.000 orang menandatangani dan menyebarkan petisi ini --> https://www.change.org/p/pak-ignasiusjonan-investigasi-menyeluruh-kasus-delay-lion-air


Rerefensi :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun