Saya bukanlah pakar, ahli atau peneliti, tulisan saya adalah bentuk keresahan pribadi. Referensi yang saya gunakan mungkin bisa sesuai atau bisa juga melenceng.Â
Tulisan ini hanya asumsi belaka dan tidak bermaksud untuk menyalahkan beberapa pihak.Â
Baca juga: Pengaruh Hubungan Parasosial Mengenai Influencer Marketing yang sedang Meningkat di Indonesia
Penjabaran dan Problematika pada Istilah Parasosial
Istilah parasosial (parasocial) pertama kali dikemukakan oleh Donald Horton dan R. Richard Wohl, dalam publikasinya yang berjudul 'Mass Communication and Para-social Interaction' pada tahun 1956.Â
Publikasi itu mencoba mencari tahu interaksi individu ketika sedang mengkonsumsi media seperti menonton televisi dan mendengar radio. Seperti apa interaksi dan hubungan ketika audiens menikmati penampilan atau acara dari figur media.Â
Dalam pengertiannya interaksi parasosial (parasocial interaction) akan menciptakan suatu ilusi tatap muka antara audiens dengan figur media (seperti selebriti, atlet, tokoh politik, tokoh film, karakter animasi, dsb) .Â
Dimana akan tercipta hubungan dan interaksi antara audiens dan juga figur media, layaknya hubungan interpersonal pada umumnya. Tetapi figur media tersebut tidak mengetahui interaksi persis seperti apa yang dilakukan oleh audiens yang menonton ataupun memperhatikannya.Â
Sehingga hal ini bisa  disebut dengan 'one sided relationship' atau hubungan satu arah. Audiens mengenal figur media, namun figur media tidak mengetahui dan mengenal audiens.Â
Contoh konkretnya mungkin seperti saat kita tertawa melihat acara komedi dari pelawak di Youtube ataupun televisi. Kita yang menonton meresponnya dengan tertawa ketika menontonnya lewat layar smartphone, tetapi sang pelawak tidak tahu persis apa yang sedang kita lakukan ketika menonton .Â
Namun meskipun tak berbalas, audiens merasa terhubung dan terkoneksi dengan penampilan para figur media. Misal seperti para penggemar K-pop yang teriak histeris ketika menonton grup idola yang menari di musik video.Â