Mohon tunggu...
Ardy Firmansyah
Ardy Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencari candu yang baru | Surat-surat Nihilisme

Lagi belajar nulis di Kompasiana~

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kenapa Berakhirnya Drama "The World of the Married" Membuat Pemirsa Makin Kesal?

16 Mei 2020   23:50 Diperbarui: 17 Mei 2020   00:38 1632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ji Sun Woo Merenungi Kehidupannya, Sumber : Dramabeans/JTBC

Episode terakhir dari drama The World of the Married sudah tayang pada hari Sabtu Malam, 16 Mei 2020 di Korea Selatan. Cerita dari dunia pernikahan yang penuh konflik dan masalah ini selalu menguras emosi para pemirsa di setiap episodenya.

Pada episode akhir, Lee Tae Oh yang tidak punya prinsip, nasibnya berada di ujung tanduk. Tetapi ia menggunakan Joon Young untuk mendapatkan hati dan perhatian lagi dari mantan istrinya yakni Ji Sun Woo.

Ji Sun Woo yang secara tidak sadar masih menyimpan perasaan terhadap Lee Tae Oh, tidak tahu harus bersikap seperti apa didepan sang anak. Joon Young pun muak dengan tingkah laku orang tuanya dan pergi meninggalkan mereka.

Ending dari drama ini memperlihatkan para tokoh yakni Sun Woo, Da Kyung dan Ye Rim yang akhirnya menjalani hidupnya masing-masing. Setelah berbagai permasalahan yang mereka alami dalam pernikahan mereka.


Namun nampaknya masih ada yang tidak bisa terima jika drama ini berakhir. Lalu kenapa beberapa pemirsa makin kesal dengan berakhirnya drama ini?

1. Terlanjur Marah, Eh Sudah Tamat Saja!

"Leh Kok Udah Tamat Saja!? Saya ingin Marah-marah lagi!!"

Begitu imajinasi saya ketika drama ini sudah berakhir, atau anda juga sepemikiran? Emosi negatif pemirsa ternyata bisa tersalurkan melalui drama Korea.

Mungkin bagi Anda yang memiliki kehidupan penuh tekanan, stres, penuh konflik dan masalah, tetapi tidak mau menyalurkannya ke  orang lain, drama The World of The Married adalah jawaban dari kegelisahan Anda.

Lebih baik marah ke Lee Tae Oh daripada ke bos, pasangan, teman, tetangga, saudara ataupun orang tua. Karena setidak sukanya kita kepada orang lain, mungkin Anda lebih tidak suka kepada Lee Tae Oh. Benar kan?

Daripada marah ke orang lain dan merusak hubungan, lebih baik marah ke Lee Tae Oh sebagai pelampiasan. Tapi drama ini sudah selesai, lalu bagaimana nasib pemirsa yang pengendalian emosinya buruk ya? Kesal karena tidak ada katarsis, memendam emosi jadinya.

2. Bukan Penasaran dengan Ceritanya, Tapi Emang Baper dan Kebawa Emosi!  

"Kok bisa bikin emosi Drakor satu ini !?"

Sebenarnya untuk masalah cerita pada umumnya pemirsa akan selalu merasa penasaran. Tapi untuk drama ini sepertinya bukan penasaran yang biasanya.

"Kira-kira hal apa yang bikin kita emosi dan baper lagi ya di Drakor ini!?"

Ekspetasi bahwa pemirsa akan tersayat-sayat hatinya ketika menonton Drakor ini sudah terbangun sejak awal episode. Ini yang membuat pemirsa akan emosi ketika melihat kejadian apapun di drama ini.

Apalagi tagline "Ji Sun Woo vs The World" cocok sekali dengan drama ini. Serasa sekampung Gosan (tempat drama ini) jadi terlibat dan membuat rumit kehidupan si Ji Sun Woo.

Lee Tae Oh sepertinya juga mempunyai karakter yang sangat dependen (bergantung) dengan orang-orang yang pernah mencintai, perhatian dan selalu ada disampingnya ketika dalam masa sulit. Buktinya, kenapa Tae Oh masih mengejar mantan istrinya setelah kehilangan segalanya?

Karakter orang dewasa yang "plin-plan" atau tidak teguh dan tegas dengan prinsip dalam drama ini memang selalu bikin geregetan. Tidak hanya di drama, di kehidupan nyata pun, kita tidak kuat menghadapi karakter orang yang seperti itu. Hal ini yang membuat emosi pemirsa dipermainkan, jadi baper dan marah.

3. Bikin Curiga Terus Kepada Pasangan

"Apa pasanganku selama ini kayak Lee Tae Oh juga ya!? Ah bentar-bentar gak mungkin deh. Tapi bisa jadi juga dia..... "

Siapa yang jadi berburuk sangka dengan pasangan setelah menonton drama ini? Meskipun hanya drama, dampaknya setelah menonton ini cukup besar.

Tokoh Lee Tae Oh juga menggambarkan laki-laki idaman yang tampan baik hati dan penuh perhatian dengan keluarga (pada awalnya sih). Bagaimana tidak berburuk sangka ya kalau gitu? Lee Tae Oh yang persona awalnya baik saja selingkuh.

Mungkin yang dulu cucian biasanya langganan di laundry sekarang mulai nyoba nyuci mandiri, sambil geledah-geledah baju pasangan dan berbisik dalam hati

"Pasti aku menemukan sesuatu. Mungkin saja selama ini dia pura-pura baik di depanku. "

Selanjutnya mulai kepo handphone pasangan, buka galeri, medsos, riwayat chat dan direct message. Sampai Anda berpikir negatif tingkat dewa.

"Sekarang dia mikirin aku nggak ya? Atau dia mikirin yang lain!? Awas aja!"

Setan yang ahli perihal suudzon mungkin sedang tertawa dan tidak menyangka hal ini terjadi. Iya, ternyata Drakor mengalahkan eksistensinya untuk memberikan pikiran negatif kepada umat manusia.

4. Tidak Baik untuk Kesehatan Mental

"Meskipun bisa buat katarsis bagi orang yang sering memendam amarahnya, tetapi justru ada beberapa dampak yang tidak boleh disepelekan."

Terpengaruh secara emosional. Ketika orang yang menonton drama ini dan langsung tersulut emosinya. Merasa iba, kasihan, tersinggung, sakit hati dan marah, ternyata bisa membawa dampak buruk pada rutinitas sehari-hari untuk beberapa orang.

Pengendalian emosi yang berkurang sehingga pikiran terganggu. Kurangnya konsentrasi hingga merasa stres akibat menonton drama ini, membuat aktivitas sehari-hari akan kurang berjalan dengan semestinya.

Perilaku yang aneh diantaranya adalah beberapa orang tidak bisa melihat batasan realita dan fiktif. Kenyataan dan drama itu jauh berbeda, tetapi masih ada sebagian orang yang menyalurkan emosinya untuk memaki dan berkomentar buruk di media sosial artis yang berperan di dalam drama The World of the Married.

"Perebut suami" dan "pelakor" menjadi istilah yang sering terlihat di kolom komentar artis Korea sasaran mereka. Hal ini terjadi akibat keterikatan pemirsa yang kuat dengan karakter yang diperankan atau situasi  yang ada dalam drama tersebut.

Fenomena ini (menonton dan menyikapi drama) terbilang normal jika pemirsa menganggapnya sebagai hiburan semata ataupun dedikasi sebagai penggemar series maupun film. Tetapi akan terlihat tidak normal ketika sudah berdampak buruk terhadap rutinitas atau produktivitas sehari-hari.

Selain itu berperilaku tidak pantas  seperti membela mati-matian dan mengejek itu terlalu berlebihan. Fanatisme dan keterikatan beberapa pemirsa dengan situasi di drama tersebut menghilangkan logika serta kesadaran mereka sendiri.

Pemirsa yang terlarut dalam situasi tersebut tidak bisa membedakan realita dan fiktif. Sikap yang mereka tunjukkan akan terlihat cenderung patalogis atau bermasalah.

Sehingga drama yang bertujuan untuk "entertaining" ini malah membuat sebagian pemirsa merasa stres, emosional, berdebat, mengejek, dan memaki bahkan kepada "pemeran" (Artis) secara langsung. Padahal mereka hanya memerankan karakter dari sebuah tokoh.

Apalagi jika ditonton terus menerus, terutama bagi yang mau binge watching, saya sarankan untuk tidak melakukannya. Melihat dampaknya terhadap perasaan dan pikiran, bisa memberikan pengaruh yang tidak baik untuk hari Anda. Mungkin saja Anda yang berharap hari Anda cerah dan ceria malah terganggu karena suasana hati yang buruk setelah melihat drama ini.

5. Sudah Emosi Jiwa, Tapi Tetap Nonton Sampai Akhir

"Padahal bikin emosi tapi kok nonton sampai tamat?"

Pemirsa sudah berekspetasi akan merasakan  naik turunnya emosi saat menonton drama ini. Padahal hal tersebut bisa bikin emosi jiwa ini kian membara. Ujung-ujungnya bikin dongkol dan bikin hati tersiksa. Saya saja sempat berhenti di episode 7, karena saat itu merasa sudah tidak sanggup melanjutkannya. 

Tetapi namanya sudah terlanjur candu. Kalau sudah suka pasti akan nunggu kelanjutan ceritanya. Meskipun pada akhirnya, beberapa diantara kita terkena "efek samping" setelah menonton drama ini. Seperti marah, sedih, kesal dan lain sebagainya.

Mungkin beberapa pemirsa menganggap jika menonton drama ini dapat meningkatkan coping mereka dalam menghadapi masalah. Ketahanan hati mereka akan dilatih sembari menonton drama yang bikin mereka tersayat-sayat. Tapi bukannya meningkatkan coping stress malah pemirsa jadi kesal dan stres.

***

Tamatnya drama The World of the Married memberikan nafas lega dan juga nafas kesal. Lega karena dramanya berakhir dan juga kesal akibat nonton dari awal sampai akhir.

Mungkin kesan "kesal dan menjengkelkan" memang sudah menjadi senjata utama dalam drama ini untuk menaklukan para pemirsa. Terutama melalui karakter, adegan dan situasi yang membuat kita sering naik darah.

Drama ini bukan memperlihatkan dan menakut-nakuti orang agar tidak menikah. The World of the Married hanya menceritakan sisi lain dari dunia pernikahan yang menyedihkan dan dianggap tabu yang mungkin bisa terjadi dalam dunia nyata. Pelajaran terpenting adalah komitmen dalam suatu hubungan pernikahan merupakan sesuatu yang tidak bisa dipermainkan.

Namun ada kesimpulan lain setelah lelah menonton setiap episode dari drama The World of the Married ini

"Nonton sebentar, sudah kesal. Berhenti nonton, jadi kesal. Sudah tamat, malah tambah kesal. "

Kritik dan Saran Terbuka untuk Tulisan Ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun