Mohon tunggu...
Ardy Firmansyah
Ardy Firmansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Mencari candu yang baru | Surat-surat Nihilisme

Lagi belajar nulis di Kompasiana~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengomentari Fisik Tak Selalu Berarti "Body Shaming"

6 Maret 2020   12:28 Diperbarui: 7 Maret 2020   22:44 3122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Freepik

Mungkin pada awalnya korban tidak menggubris komentar-komentar seperti ini. Tapi ketika hal ini terus menerus terjadi. Maka korban akan merasa jenuh dan sakit hati. Korban akan memiliki pandangan yang buruk terhadap bentuk tubuhnya, percaya diri mereka akan menurun dan yang lebih parah adalah mempunyai pemikiran untuk bunuh diri.

Contohnya pada tahun 2019 ada sebuah survei di Inggris yang menjelaskan, satu dari delapan orang dewasa mengalami stress berat dan mereka mempunyai pikiran untuk melakukan bunuh diri karena mulai memandang buruk body image mereka. Sebelumnya pada tahun 2014, penyanyi pop USA Kesha melakukan percobaan bunuh diri dan hampir meninggal, karena sang produser memanggil dia "fat refrigrator". Berbahaya bukan?

Padahal menurut saya "standar" dari cantik, tampan atau penampilan menarik adalah hal yang subjektif. Tetapi hal ini malah dijadikan bahan untuk melakukan body shaming. Memang jika dilihat bahwa beberapa orang Indonesia menganggap hal tersebut mungkin hanya basa-basi dan sebuah candaan. Lalu bagaimana jika korban belum mempunyai pemaknaan dan penerimaan yang baik tentang citra tubuhnya?

Ketika Body Shaming Bisa Saja Hanya Sebuah "Pemaknaan"

A: Halo bro, lama gak ketemu, eh kamu kok Gendutan sih?

Aku: Iya emang lagi gemuk bro gimana lagi.

B: Enggak kok kamu gak gemuk (kata Si B kepadaku)

B: (Bisik-bisik ke A) Gimana sih kamu lagi body shaming in dia lho. Gak sopan

Padahal sebenarnya saya santai saja-saja dengan ungkapan "gemuk" dan "kurus". Lha wong badan saya emang begini. Kurus ya gapapa, gemuk ya gapapa.

Gara-gara isu body shaming ini saya teringat dengan ucapan salah satu dosen psikologi saya. Bahwa dalam psikologi pemaknaan terkait suatu pengalaman adalah hal yang terus menarik untuk digali, karena pemaknaan setiap individu ataupun kelompok terhadap suatu permasalahan itu beda-beda. Ada yang memaknai negatif, ada yang biasa saja dan ada yang positif.

Misal pengalaman pertama kali ketika dalam kerumunan atau keramaian di konser. Mungkin jika ekstrovert mereka akan memaknainya dengan enjoy dan bahagia, kalau introvert mungkin akan berusaha sesegera mungkin keluar dari kerumunan itu dan mencari tempat sepi, karena ia merasa pusing dan gerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun