Di sudut rumah-rumah panggung yang disiapkan untuk menampung orang-orang yang tiba di Baduy Luar, terlihat anak-anak serta orang dewasa mandi di sungai saat senja tiba. Suara gemercik air serta celotehan anak-anak menyegarkan diri di kegelapan sudah menjadi rutinitas sehari-hari. Sabun, pasta gigi, dan shampoo juga pantang digunakan untuk membersihkan diri bagi masyarakat Baduy, begitu pula pengunjung.
Kehidupan Suku Baduy memang masih sederhana, bahkan terkesan ketinggalan zaman di tengah melesatnya teknologi sekarang ini. Jangankan ada radio atau televisi, listrik pun sama sekali tidak ada di sini. Api dan air pun menjadi hal yang paling utama di sini. Mereka masih menggunakan penerangan dengan membakar batok kelapa saat gelap datang, begitu pula dengan bagaimana mereka memasak makanan.
Mereka segera membantu kami memasak persediaan makanan yang dibawa. Mereka menanak nasi dan memasak ikan sarden yang menjadi menu makan malam kami, ditemani teh hangat buatan asli warga Baduy yang sungguh nikmat rasanya. Beberapa orang dari kami yang bisa berbahasa Sunda juga mencoba sedikit berbincang-bincang dengan penghuninya untuk menghangatkan suasana.
Malam semakin larut, kami beristirahat ditemani sinar bulan yang terang dan udara dingin yang cukup membuat tubuh gemetar. Tertidur pulas hingga gelap berganti terang. Tanpa kasur, bantal, dan guling, serta selimut.
Di pagi hari setelah sarapan, kami berkumpul di depan rumah panggung untuk berbincang-bincang dengan kepala desa. Pertanyaan demi pertanyaan disampaikan dan dijawab dengan gamblang dan ramah oleh sang Kepala Desa dengan bahasa Sunda Wiwitan yang diterjemahkan langsung oleh bapak pemandu di sampingnya.
Suku Baduy punya tradisi dan aturan sendiri. Kehidupan sehari-hari dalam mencari nafkah, soal pernikahan, hingga pemakaman. Mereka pun tidak ragu untuk datang ke Jakarta jika diundang, berjalan kaki tanpa alas siap ditempuh tanpa alasan.
Inilah yang masih dipertahankan masyarakat Baduy hingga saat ini. Pakaian khasnya, cara hidupnya, memiliki karakter dan identitas serta menjaga utuh warisan para leluhurnya.Â
Mereka memang tertutup dari kehidupan di dunia luar dan modernisasi, namun sangat terbuka untuk orang luar suku yang ingin tahu lebih banyak tentang budaya di sini. Sebuah kekayaan budaya Indonesia yang harus tetap dijaga kearifannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H