Walaupun tak ada kepastian tentang masa depan, momen reuni itu memberikan mereka kedamaian dan harapan. Senandung rindu di langit senja menjadi saksi bisu pertemuan dua insan yang pernah terluka, namun tetap terikat oleh rasa cinta yang tak lekang oleh waktu.
**
Hari-hari berikutnya terasa berbeda bagi Laras. Kehadiran Bima kembali mengusik hatinya. Perasaan cinta yang dulu terkubur kini bangkit kembali, lebih kuat dan lebih dewasa.
Namun, Laras dihantui oleh keraguan. Luka masa lalu masih membekas di hatinya. Dia takut untuk kembali terluka, takut untuk kembali merasakan sakitnya ditinggalkan.
Di sisi lain, Bima pun merasakan hal yang sama. Dia masih mencintai Laras, dan dia ingin kembali bersamanya. Namun, dia juga dihantui oleh rasa bersalah karena telah meninggalkan Laras di masa lalu.
**
Beberapa minggu setelah pertemuan itu, Bima memberanikan diri untuk mengajak Laras makan malam. Di bawah sinar bulan purnama, mereka berdua berbincang tentang masa lalu, tentang luka yang mereka rasakan, dan tentang harapan mereka untuk masa depan.
Bima dengan suara gemetar meminta maaf atas kesalahannya di masa lalu. Dia menjelaskan bahwa dia terpaksa pergi ke luar negeri karena tuntutan pekerjaan, dan dia tidak bermaksud untuk meninggalkan Laras. Dia menceritakan tentang perjuangannya di negeri orang, tentang rasa rindu yang selalu menghantuinya, dan tentang penyesalannya atas apa yang telah dia lakukan.
Laras mendengarkan dengan penuh perhatian. Air mata mengalir di pipinya saat dia mengenang kembali masa-masa sulit yang dia lalui setelah ditinggalkan Bima. Dia masih merasakan sakit hati, tetapi dia juga melihat ketulusan di mata Bima. Dia mulai menyadari bahwa dia masih mencintai Bima, dan dia ingin memberinya kesempatan kedua.
Namun, keraguan masih menghantui Laras. Dia takut untuk kembali terluka, takut untuk kembali merasakan sakitnya ditinggalkan. Dia membutuhkan waktu untuk merenungkan perasaannya dan untuk memastikan bahwa dia siap untuk mengambil risiko lagi.
**