Tapi itulah yang terjadi!
Bahkan, hal serupa bisa ditemukan pada beberapa portal media populer macam Tempo atau Detik. Dan besar kemungkinan hal yang sama juga bisa didapati pada media-media lainnya.
Mungkin saja ada yang memberi pembelaan jika fenomena tersebut sebagai konsekuensi “wajar” dari eskalasi kejadian yang berlangsung akhir-akhir ini.
Kita bisa menyaksikan dua arus opini kini sudah terbelah.
Pertama adalah mereka yang menganggap Prancis sudah bablas menjalankan kebebasan berpendapat dengan membiarkan berulangnya aksi penghinaan dan penistaan terhadap kepercayaan agama.
Lalu di sisi lawannya adalah mereka yang beranggapan jika Turki, lewat presidennya Recep Tayyip Erdoğan, tidak pantas mengeluarkan komentar atau kritik keras terhadap kejadian di Prancis, apalagi pihak Prancis menyebut Erdoğan tidak terlihat berbelasungkawa terhadap orang-orang yang menjadi korban teror.
Dan bagian mengerikannya adalah sebagian orang, yang jumlahnya tidak sedikit, kemudian menarik kesimpulan (ini dapat dilihat di kolom komentar pada banyak kiriman mengenai dua kejadian di atas), bahwa para korban teror Prancis dan korban bencana alam di Turki, layak menjadi korban atas (sekali lagi) konsekuensi “wajar” dari eskalasi kejadian yang berlangsung akhir-akhir ini.
Padahal, tragis jika membayangkan seandainya mereka yang kehilangan nyawa malah bisa saja tidak peduli sama sekali dengan kehebohan yang sedang terjadi terkait isu SARA (dan politik) itu. Bisa saja mereka hanya orang normal yang berusaha bertahan hidup di tengah situasi dunia yang sedang bertarung habis-habisan melawan pandemi.
Tapi tragedi yang merenggut nyawa mereka malah dengan gampangnya dijadikan lelucon oleh sebagian orang yang hampir seluruhnya tidak mengenal mereka, tidak mengetahui apa-apa mengenai hidup mereka dan tinggal jauh dari tempat di mana jasad mereka terkulai tak bernyawa.