Dalam dunia pendidikan Indonesia, kurikulum merupakan fondasi yang sangat penting dalam menentukan arah dan kualitas pendidikan. Dalam beberapa dekade terakhir, kurikulum di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan, dimulai dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), kemudian Kurikulum 2013 (K13), dan yang terbaru adalah Kurikulum Merdeka yang mulai diperkenalkan sejak 2021.Â
Pergantian kurikulum ini sering kali memicu perdebatan di kalangan praktisi pendidikan, akademisi, dan masyarakat umum. Salah satu isu yang kerap muncul adalah apakah kurikulum Indonesia perlu dikembalikan ke KTSP atau K13.
Artikel ini akan membahas argumen-argumen dari berbagai perspektif tentang kelebihan dan kekurangan KTSP dan K13, serta relevansi Kurikulum Merdeka dalam konteks pendidikan masa kini, berdasarkan data dan pendapat para ahli.
 Kilas Balik Kurikulum KTSP dan K13
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diperkenalkan pada tahun 2006 dan berfokus pada desentralisasi pendidikan. Dalam KTSP, setiap sekolah memiliki kebebasan untuk merancang kurikulumnya sendiri, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik lokal.Â
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa sekolah-sekolah di Indonesia memiliki keragaman dalam hal sosial, budaya, dan ekonomi, sehingga diperlukan fleksibilitas dalam implementasi pendidikan.
Namun, pada 2013, pemerintah meluncurkan Kurikulum 2013 (K13) dengan tujuan meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih seragam di seluruh Indonesia. K13 mengedepankan pendekatan pembelajaran tematik integratif, dengan penekanan pada pendidikan karakter dan keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan kreativitas.
Meskipun kedua kurikulum tersebut memiliki tujuan yang baik, ada berbagai kritik dan tantangan dalam implementasinya. Beberapa kalangan menilai bahwa K13 terlalu rumit dan sulit diimplementasikan di berbagai daerah, khususnya di sekolah-sekolah yang masih memiliki keterbatasan infrastruktur dan sumber daya.
 Argumen untuk Kembali ke KTSP atau K13
Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa beberapa pihak berpandangan bahwa kurikulum Indonesia perlu dikembalikan ke KTSP atau K13.
1. Stabilitas dan Konsistensi dalam Pendidikan
Pergantian kurikulum yang terlalu sering dianggap dapat mengganggu stabilitas sistem pendidikan. Perubahan dari KTSP ke K13, dan sekarang ke Kurikulum Merdeka, membutuhkan waktu untuk adaptasi, baik bagi guru maupun siswa.Â
Salah satu pendapat datang dari Prof. Dr. Abdul Malik Fadjar, mantan Menteri Pendidikan, yang menekankan pentingnya stabilitas dalam pendidikan. Ia menyatakan bahwa, "Pendidikan membutuhkan waktu untuk menunjukkan hasilnya, dan terlalu sering mengganti kurikulum dapat memutus kesinambungan proses pembelajaran."
2. Keterbatasan Infrastruktur
Salah satu alasan kuat mengapa beberapa praktisi pendidikan ingin kembali ke KTSP adalah keterbatasan infrastruktur pendidikan di banyak daerah di Indonesia. K13, dengan pendekatannya yang lebih kompleks, membutuhkan sumber daya yang memadai, termasuk teknologi dan tenaga pendidik yang terlatih.Â
Dr. Bambang Suryadi, seorang peneliti pendidikan, mencatat bahwa "Kurikulum 2013 memang baik dalam konsep, tetapi masih banyak sekolah di daerah-daerah yang belum siap secara infrastruktur untuk menjalankannya dengan optimal."
3. Pemberdayaan Guru
Dalam KTSP, guru memiliki kebebasan lebih besar dalam menyusun rencana pelajaran sesuai dengan kondisi lokal dan kebutuhan siswa. Sebaliknya, K13 memiliki kerangka yang lebih ketat, yang membuat beberapa guru merasa terbatas.Â
Siti Mulyani, seorang guru di salah satu sekolah di Yogyakarta, menyatakan bahwa "KTSP memberi ruang lebih bagi kami untuk berkreasi dalam mengajar. Kami bisa lebih fleksibel dalam menyusun materi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan konteks lokal."
 Argumen untuk Melanjutkan Kurikulum Merdeka
Di sisi lain, ada pandangan yang menilai bahwa Kurikulum Merdeka adalah langkah maju yang perlu dilanjutkan, dan pengembalian ke KTSP atau K13 hanya akan menghambat kemajuan pendidikan Indonesia.
1. Pendekatan yang Lebih Fleksibel
Salah satu keunggulan Kurikulum Merdeka adalah fleksibilitas yang ditawarkannya. Menurut Prof. Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kurikulum Merdeka dirancang untuk memberikan kebebasan yang lebih besar kepada guru dan siswa dalam memilih materi dan metode pembelajaran yang sesuai.Â
"Dengan Kurikulum Merdeka, kita ingin menciptakan lingkungan belajar yang lebih berpusat pada siswa, di mana guru memiliki otonomi untuk mengadaptasi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa," jelasnya.
2. Relevansi dengan Keterampilan Abad 21
Kurikulum Merdeka juga menekankan pengembangan keterampilan abad ke-21 yang relevan dengan dunia kerja saat ini, seperti kemampuan berpikir kritis, komunikasi efektif, dan kolaborasi.Â
Prof. Suyanto, seorang pakar pendidikan, menekankan bahwa "Indonesia tidak bisa kembali ke kurikulum yang terlalu fokus pada aspek akademis saja. Kita perlu mempersiapkan generasi yang mampu beradaptasi dengan cepat di dunia yang semakin kompleks."
3. Evaluasi yang Berbasis Kompetensi
Salah satu kritik utama terhadap KTSP dan K13 adalah sistem evaluasinya yang masih terlalu berfokus pada hasil ujian. Dalam Kurikulum Merdeka, penilaian lebih diarahkan pada kompetensi siswa, bukan sekadar penguasaan materi.Â
Hal ini, menurut Dr. Ratna Megawangi, seorang ahli pendidikan anak, adalah "langkah positif untuk mengurangi tekanan ujian dan mendorong pembelajaran yang lebih bermakna."
 Tantangan Implementasi Kurikulum Merdeka
Meskipun memiliki banyak keunggulan, Kurikulum Merdeka juga menghadapi tantangan dalam implementasinya, terutama di daerah terpencil yang memiliki keterbatasan akses terhadap teknologi dan pelatihan guru yang memadai.Â
Beberapa guru melaporkan bahwa mereka masih belum sepenuhnya memahami bagaimana menerapkan Kurikulum Merdeka dengan efektif. Oleh karena itu, diperlukan dukungan lebih dari pemerintah dalam hal pelatihan dan penyediaan infrastruktur.
Apakah kurikulum Indonesia perlu dikembalikan ke KTSP atau K13 merupakan pertanyaan yang kompleks dan membutuhkan pertimbangan matang. Di satu sisi, KTSP dan K13 memiliki kelebihan dalam memberikan stabilitas dan keteraturan dalam sistem pendidikan, terutama di daerah-daerah dengan keterbatasan infrastruktur. Namun, Kurikulum Merdeka juga menawarkan pendekatan yang lebih fleksibel dan relevan dengan tuntutan zaman.
Menurut Prof. Arief Rahman, seorang pakar pendidikan, "Yang paling penting bukanlah soal kurikulumnya, tetapi bagaimana kurikulum tersebut diimplementasikan dengan baik.Â
Jika para guru dan siswa bisa mendapatkan dukungan yang memadai, Kurikulum Merdeka bisa menjadi jawaban untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia."
Pada akhirnya, keputusan apakah kurikulum Indonesia harus dikembalikan ke KTSP atau K13, atau tetap melanjutkan Kurikulum Merdeka, perlu mempertimbangkan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi di lapangan, serta komitmen untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.
#SalamLiterasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H