Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa yang Membuat Negara Demokrasi bisa Runtuh?

31 Agustus 2024   08:05 Diperbarui: 31 Agustus 2024   08:05 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/3356-kpk-tahan-2-tersangka-baru-pemberi-suap-proyek-di-labuhan-batu)

(https://international.sindonews.com/read/1105981/45/9-negara-yang-kacau-dan-hancur-setelah-terapkan-sistem-demokrasi-1684818359)
(https://international.sindonews.com/read/1105981/45/9-negara-yang-kacau-dan-hancur-setelah-terapkan-sistem-demokrasi-1684818359)

Beberapa negara di dunia pernah menerapkan sistem pemerintahan demokrasi namun kemudian mengalami keruntuhan akibat berbagai masalah internal. Berikut adalah beberapa contoh negara tersebut:

  1. Jerman (Republik Weimar, 1919-1933): Jerman memiliki pemerintahan demokrasi parlementer selama periode Republik Weimar setelah Perang Dunia I. Namun, berbagai faktor seperti krisis ekonomi akibat Depresi Besar, polarisasi politik ekstrem antara sayap kiri dan kanan, serta lemahnya dukungan terhadap sistem demokrasi di kalangan elit politik dan militer, menyebabkan runtuhnya demokrasi di Jerman. Hal ini memfasilitasi naiknya Adolf Hitler dan Partai Nazi, yang kemudian mengubah Jerman menjadi negara totaliter.

  2. Chile (1970-1973): Chile adalah negara demokrasi yang stabil di Amerika Latin hingga tahun 1973. Terpilihnya Salvador Allende sebagai presiden dengan program sosialisme demokratis menyebabkan ketegangan politik dan ekonomi yang meningkat, termasuk perlawanan dari militer dan intervensi dari AS. Pada tahun 1973, militer Chile, di bawah pimpinan Jenderal Augusto Pinochet, melakukan kudeta yang menggulingkan Allende, mengakhiri pemerintahan demokratis dan memulai periode pemerintahan militer yang represif.

  3. Venezuela (1958-1999): Venezuela pernah menjadi salah satu negara demokrasi paling stabil di Amerika Latin setelah menggulingkan diktator Marcos Pérez Jiménez pada tahun 1958. Namun, pada tahun 1999, Hugo Chávez terpilih sebagai presiden dengan janji-janji populis. Chávez mengonsolidasikan kekuasaan, mengubah konstitusi, dan melemahkan lembaga-lembaga demokrasi. Seiring waktu, pemerintahan Venezuela menjadi semakin otoriter, terutama di bawah penerus Chávez, Nicolás Maduro, yang menghadapi krisis ekonomi dan politik yang parah.

  4. Argentina (1973-1976): Argentina memiliki sejarah demokrasi yang bergejolak. Setelah periode kekacauan politik dan ekonomi di awal 1970-an, militer Argentina melakukan kudeta pada tahun 1976 yang menggulingkan pemerintahan Isabel Perón. Ini mengakhiri periode demokrasi dan memulai "Perang Kotor," di mana pemerintahan militer melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang luas.

  5. Thailand (1932-1938, 1946-1957, dan periode lainnya): Thailand memiliki sejarah panjang pergantian antara pemerintahan demokrasi dan militer. Sejak menjadi monarki konstitusional pada tahun 1932, negara ini mengalami beberapa kali kudeta militer yang menghentikan demokrasi. Krisis politik, ketidakstabilan ekonomi, dan peran kuat militer sering kali menyebabkan demokrasi di Thailand runtuh dan digantikan oleh pemerintahan militer.

  6. Myanmar (Burma) (1948-1962, 2011-2021): Myanmar meraih kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948 dan awalnya beroperasi sebagai negara demokratis. Namun, pada tahun 1962, militer melakukan kudeta dan mendirikan pemerintahan junta. Setelah periode pemerintahan militer, Myanmar mengalami transisi menuju demokrasi pada tahun 2011. Namun, demokrasi di Myanmar kembali runtuh pada Februari 2021 ketika militer menggulingkan pemerintah sipil yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi dalam sebuah kudeta.

Negara-negara ini menunjukkan bagaimana berbagai faktor seperti militerisme, populisme, krisis ekonomi, dan lemahnya lembaga demokrasi dapat menyebabkan runtuhnya sistem demokrasi dan transisi menuju otoritarianisme.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun