Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa yang Membuat Negara Demokrasi bisa Runtuh?

31 Agustus 2024   08:05 Diperbarui: 31 Agustus 2024   08:05 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://www.infoakurat.com/2018/03/contoh-negara-demokrasi.html)

Negara demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Dalam sistem ini, rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang mereka pilih dalam pemilihan umum. Prinsip-prinsip utama demokrasi meliputi kebebasan berpendapat, kesetaraan di depan hukum, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Sistem pemerintahan demokrasi memiliki akar yang dalam dalam sejarah peradaban manusia, dengan akar utamanya dapat ditelusuri kembali ke Yunani Kuno, khususnya di kota Athena pada abad ke-5 SM. Athena adalah salah satu negara-kota pertama yang mengadopsi demokrasi langsung, di mana warga negara berpartisipasi langsung dalam pembuatan keputusan politik. Namun, konsep demokrasi modern mulai berkembang secara signifikan di Eropa pada abad ke-17 dan ke-18, didorong oleh pencerahan dan gagasan-gagasan tentang kebebasan individu, hak asasi manusia, dan pemerintahan berdasarkan persetujuan rakyat.

Revolusi Inggris, Revolusi Amerika, dan Revolusi Prancis adalah peristiwa penting yang menandai munculnya demokrasi modern. Revolusi-revolusi ini memperkenalkan prinsip-prinsip seperti kedaulatan rakyat, pemerintahan yang berbasis pada hukum, dan hak-hak sipil. Selama abad ke-19 dan ke-20, konsep demokrasi terus berkembang dan menyebar ke berbagai belahan dunia, dengan berbagai negara mengadopsi sistem pemerintahan demokratis yang berbeda-beda. Meskipun perjalanan menuju demokrasi sering kali diwarnai dengan konflik dan perjuangan, prinsip-prinsip dasar demokrasi kini menjadi fondasi pemerintahan di banyak negara di seluruh dunia.

Walaupun sering dianggap sebagai sistem pemerintahan yang paling relevan dan ideal untuk diterapkan saat ini, sistem pemerintahan demokrasi nyatanya tidak tanpa kelemahan dan tantangan. Salah satu kritik utama terhadap demokrasi adalah kecenderungannya untuk menjadi lambat dalam pengambilan keputusan. Karena demokrasi melibatkan banyak pihak dan membutuhkan konsensus, proses pengambilan keputusan bisa memakan waktu lama, terutama dalam situasi krisis di mana tindakan cepat diperlukan.

Selain itu, demokrasi juga rentan terhadap populisme, di mana politisi menggunakan retorika sederhana dan janji-janji yang tidak realistis untuk meraih dukungan rakyat. Populisme ini bisa mengarah pada kebijakan yang tidak bijaksana atau merusak dalam jangka panjang, dan dalam beberapa kasus, dapat mengancam prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri.

Ketidaksetaraan juga menjadi masalah dalam demokrasi. Meskipun setiap warga negara memiliki hak suara, tidak semua suara memiliki pengaruh yang sama dalam kenyataan. Kelompok-kelompok dengan kekuatan ekonomi atau akses ke media memiliki kemampuan lebih besar untuk mempengaruhi opini publik dan keputusan politik, yang dapat menyebabkan ketimpangan dalam representasi dan kebijakan.

Terakhir, demokrasi dapat menghadapi tantangan dari polarisasi politik. Ketika masyarakat terpecah secara tajam antara pandangan politik yang berlawanan, kemampuan untuk mencapai konsensus dan berfungsi secara efektif sebagai negara dapat terhambat. Polarisasi ini dapat menyebabkan kebuntuan politik, mengurangi kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga demokratis, dan bahkan memicu konflik sosial.

Meskipun menghadapi berbagai masalah ini, demokrasi tetap menjadi sistem yang paling banyak diterapkan di dunia karena kemampuannya untuk memberikan kebebasan, keterwakilan, dan kontrol terhadap kekuasaan, meski dalam praktiknya tidak selalu sempurna.

Apa yang menyebabkan negara demokrasi dapat runtuh?

(https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/3356-kpk-tahan-2-tersangka-baru-pemberi-suap-proyek-di-labuhan-batu)
(https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/3356-kpk-tahan-2-tersangka-baru-pemberi-suap-proyek-di-labuhan-batu)

Runtuhnya negara demokrasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang melemahkan fondasi dan prinsip-prinsip demokrasi. Beberapa penyebab utama runtuhnya negara demokrasi antara lain:

1. Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan: Ketika pejabat negara dan politisi terlibat dalam praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi menurun. Korupsi dapat merusak integritas lembaga-lembaga negara, mengurangi efektivitas pemerintahan, dan memperdalam ketidaksetaraan.

2. Polarisasi Politik yang Ekstrem: Polarisasi politik yang tajam, di mana masyarakat terbagi menjadi kelompok-kelompok dengan pandangan yang sangat berlawanan, dapat menciptakan kebuntuan politik. Ketika kompromi menjadi mustahil, proses demokrasi terganggu, dan ketidakstabilan politik meningkat, yang dapat membuka jalan bagi pemerintahan otoriter.

3. Populisme dan Pemimpin Otoriter: Pemimpin populis yang memanfaatkan ketidakpuasan rakyat dapat merusak prinsip-prinsip demokrasi dengan mengabaikan hukum, melemahkan lembaga-lembaga independen, dan membatasi kebebasan sipil. Dalam beberapa kasus, pemimpin semacam ini dapat memperpanjang kekuasaan mereka dan mengubah sistem demokrasi menjadi otoritarianisme.

4. Krisis Ekonomi dan Sosial: Krisis ekonomi yang parah, kemiskinan, atau ketidaksetaraan yang meningkat dapat menyebabkan ketidakpuasan yang meluas di kalangan masyarakat. Ketika kebutuhan dasar tidak terpenuhi, warga negara mungkin menjadi lebih mudah dipengaruhi oleh janji-janji otoritarian atau solusi ekstrem yang menawarkan stabilitas cepat, meskipun dengan mengorbankan kebebasan dan demokrasi.

5. Lemahnya Lembaga Demokrasi: Ketika institusi demokratis seperti pengadilan, parlemen, dan media tidak berfungsi dengan baik atau gagal untuk menjalankan peran mereka secara independen dan efektif, demokrasi menjadi rentan. Lembaga-lembaga yang lemah tidak mampu menahan tekanan dari kekuatan otoriter atau melindungi hak-hak warga negara.

6. Militerisme dan Kudeta: Dalam beberapa negara, militer dapat memainkan peran dominan dalam politik. Jika militer merasa bahwa stabilitas nasional terancam atau jika mereka tidak puas dengan pemerintahan sipil, mereka mungkin mengambil alih kekuasaan melalui kudeta, yang sering kali mengakhiri pemerintahan demokratis.

7. Intervensi Asing: Intervensi dari negara lain, baik melalui dukungan bagi pihak tertentu atau melalui invasi, dapat mengganggu proses demokrasi. Dukungan terhadap rezim otoriter atau upaya untuk mempengaruhi hasil pemilu bisa merusak kedaulatan dan integritas demokrasi.

8. Erosi Nilai-Nilai Demokrasi: Ketika masyarakat mulai kehilangan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi, seperti penghormatan terhadap hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, dan supremasi hukum, demokrasi bisa runtuh dari dalam. Erosi ini seringkali disertai dengan meningkatnya sikap apatis atau sinisme terhadap proses politik.

Faktor-faktor ini dapat berinteraksi satu sama lain, menciptakan kondisi yang mendorong keruntuhan demokrasi dan transisi menuju bentuk pemerintahan yang lebih otoriter atau totaliter.

Daftar negara-negara di dunia yang pernah menerapkan sistem pemerintahan demokrasi namun runtuh akibat masalah yang menggorogotinya

(https://international.sindonews.com/read/1105981/45/9-negara-yang-kacau-dan-hancur-setelah-terapkan-sistem-demokrasi-1684818359)
(https://international.sindonews.com/read/1105981/45/9-negara-yang-kacau-dan-hancur-setelah-terapkan-sistem-demokrasi-1684818359)

Beberapa negara di dunia pernah menerapkan sistem pemerintahan demokrasi namun kemudian mengalami keruntuhan akibat berbagai masalah internal. Berikut adalah beberapa contoh negara tersebut:

  1. Jerman (Republik Weimar, 1919-1933): Jerman memiliki pemerintahan demokrasi parlementer selama periode Republik Weimar setelah Perang Dunia I. Namun, berbagai faktor seperti krisis ekonomi akibat Depresi Besar, polarisasi politik ekstrem antara sayap kiri dan kanan, serta lemahnya dukungan terhadap sistem demokrasi di kalangan elit politik dan militer, menyebabkan runtuhnya demokrasi di Jerman. Hal ini memfasilitasi naiknya Adolf Hitler dan Partai Nazi, yang kemudian mengubah Jerman menjadi negara totaliter.

  2. Chile (1970-1973): Chile adalah negara demokrasi yang stabil di Amerika Latin hingga tahun 1973. Terpilihnya Salvador Allende sebagai presiden dengan program sosialisme demokratis menyebabkan ketegangan politik dan ekonomi yang meningkat, termasuk perlawanan dari militer dan intervensi dari AS. Pada tahun 1973, militer Chile, di bawah pimpinan Jenderal Augusto Pinochet, melakukan kudeta yang menggulingkan Allende, mengakhiri pemerintahan demokratis dan memulai periode pemerintahan militer yang represif.

  3. Venezuela (1958-1999): Venezuela pernah menjadi salah satu negara demokrasi paling stabil di Amerika Latin setelah menggulingkan diktator Marcos Pérez Jiménez pada tahun 1958. Namun, pada tahun 1999, Hugo Chávez terpilih sebagai presiden dengan janji-janji populis. Chávez mengonsolidasikan kekuasaan, mengubah konstitusi, dan melemahkan lembaga-lembaga demokrasi. Seiring waktu, pemerintahan Venezuela menjadi semakin otoriter, terutama di bawah penerus Chávez, Nicolás Maduro, yang menghadapi krisis ekonomi dan politik yang parah.

  4. Argentina (1973-1976): Argentina memiliki sejarah demokrasi yang bergejolak. Setelah periode kekacauan politik dan ekonomi di awal 1970-an, militer Argentina melakukan kudeta pada tahun 1976 yang menggulingkan pemerintahan Isabel Perón. Ini mengakhiri periode demokrasi dan memulai "Perang Kotor," di mana pemerintahan militer melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang luas.

  5. Thailand (1932-1938, 1946-1957, dan periode lainnya): Thailand memiliki sejarah panjang pergantian antara pemerintahan demokrasi dan militer. Sejak menjadi monarki konstitusional pada tahun 1932, negara ini mengalami beberapa kali kudeta militer yang menghentikan demokrasi. Krisis politik, ketidakstabilan ekonomi, dan peran kuat militer sering kali menyebabkan demokrasi di Thailand runtuh dan digantikan oleh pemerintahan militer.

  6. Myanmar (Burma) (1948-1962, 2011-2021): Myanmar meraih kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948 dan awalnya beroperasi sebagai negara demokratis. Namun, pada tahun 1962, militer melakukan kudeta dan mendirikan pemerintahan junta. Setelah periode pemerintahan militer, Myanmar mengalami transisi menuju demokrasi pada tahun 2011. Namun, demokrasi di Myanmar kembali runtuh pada Februari 2021 ketika militer menggulingkan pemerintah sipil yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi dalam sebuah kudeta.

Negara-negara ini menunjukkan bagaimana berbagai faktor seperti militerisme, populisme, krisis ekonomi, dan lemahnya lembaga demokrasi dapat menyebabkan runtuhnya sistem demokrasi dan transisi menuju otoritarianisme.

#SalamLiterasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun