Tidak mau kehilangan ART, beberapa keluarga ada yang menyiasatinya dengan membuat agar ART selalu mempunyai hutang pada majikan. Yang lain, malah menahan nahan upah. Tentu saja cara ini kurang bijak. ART yang sudah tidak betah bekerja, tentu saja bukan mitra yang ideal untuk membantu pekerjaan pekerjaan di rumah.
Sebagaimana halnya karyawan di suatu tempat kerja, godaan untuk keluar selalu ada. Namun lingkungan pekerjaan yang nyaman, kebebasan untuk berkreasi, biasanya mampu mengalahkan godaan semisal upah yang lebih besar.
10. ART tidak tahu berterima kasih
Sebagai ungkapan kecewa ditinggal pergi oleh ART, ada keluarga yang keceplosan mengatakan bahwa ART mereka “tidak tahu terima kasih”. Pandangan ini terlalu berlebihan. Untuk semua yang telah kita berikan kepada ART, bukankah sudah mereka “lunasi” dengan memberikan pengabdian selama ini. Ketika mereka memutuskan untuk tidak lagi bersama majikan, seharusnya disikapi sebagai sesuatu yang biasa dan wajar. Orang berubah pikiran dan masing masing punya rencana dengan hidupnya.
Lalu apa yang hendak disampaikan sebenarnya dengan tulisan ini?
Saya hanya ingin menegaskan bahwa tempatkanlah ART pada porsinya. Bahwa kehadiran mereka sifatnya hanya “membantu”. Hal hal yang bersifat pribadi dan merupakan sarana keintiman anggota keluarga, seperti masakan kesenangan, penyiapan pakaian kerja, tetaplah harus menjadi prioritas anggota keluarga.
Kewajiban kita sebagai majikan adalah memberikan lingkungan pekerjaan yang menyenangkan, ikatan persaudaraan dan perhatian. Selebihnya, biarkan ia bekerja.
Dan selalu siap dengan rencana cadangan bila ART tidak kembali ke rumah.
Arde Wisben.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H