Mohon tunggu...
Aramaya
Aramaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis novel Tiga Belas (2023: Media Semesta) dan novel Aku Hanya Seorang Anak Perempuan (2023: Media Semesta)

Perempuan kelahiran '05 yang gemar berhalusinasi dan bermain-main dengan dunia fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Asmaraloka

9 Juni 2024   10:00 Diperbarui: 12 Juni 2024   21:00 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 ilustrasi: Berpisahnya pasangan. (Sumber: Thinkstockphotos via kompas.com) 

Aku juga ada di sana, terduduk tanpa tenaga ketika menyaksikan bagaimana tubuh itu mulai diangkat untuk dibawa ambulans. Tidak ada yang bisa kulakukan di sana selain menangis dan meraung menyebut namanya. 

‘Loka, Loka, jangan pergi, Loka. Jangan pergi.’

Begitulah kiranya aku memanggilnya. Memohon padanya untuk tidak meninggalkan aku sendirian di sana. Namun, ia terlalu bisu untuk mengiyakan permohonanku saat itu. Karena nyatanya, dia sudah pergi terlalu jauh. Tanpa pamit, tanpa aba-aba. 

Yang dia tinggalkan untukku hanyalah sebuah kotak penuh darah miliknya yang diberikan petugas padaku yang menunggu jasadnya. Katanya, itu ditemukan di sakunya. 

Aku memejamkan mataku. Masih bisa kulihat bagaimana isi dari surat yang juga ada di dalamnya. Hanya satu kalimat, dan itu terus teringat setiap kali aku menutupkan mataku sesaat. 

‘Ayo hidup yang lama bersamaku.’

Itulah yang tertulis di sana. Namun, belum lagi kotak itu ia berikan padaku, ia sudah melanggarnya. 

“Hidup yang lama denganmu apanya, yang ada itu aku hidup yang lama tanpa kamu di dalamnya. Tega sekali,” rajukku sendirian entah pada siapa. 

“Aku tidak pergi ke mana-mana,” bisik suara yang kembali kudengar itu.

Aku memejamkan mataku ketika aku merasakan seseorang memelukku dari belakang. Ia mengusap lembut pipiku dan entah mengapa, aku merasa bahwa saat itu dia tersenyum. Senyum yang begitu manis seperti diingatanku.

“Aku ada di sini, Mara. Bersamamu,” bisiknya kembali sebelum menyandarkan kepalanya di pundakku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun