Aku kehilangan kata-kataku.
"Hmm... atau kau lebih suka 'kitab biru?'**)" dia berucap pelan, lebih seperti bergumam pada dirinya sendiri dibanding bicara denganku.
Aku masih diam. Masih terlalu syok untuk menanggapi.
"Yan?" suaranya mendadak berubah serius. Aku menoleh ke arahnya. "Ja--ngan bilang..., seleramu itu yang di 'kitab beruang'?***)"
"Pfffftttt....BUAHAHAHAHAHAHAHA..."Â
Sia-sia saja aku menahan tawa. Gelakku pecah begitu saja.Huh? 'Beruang' dia bilang? Postur tinggi besar dan berbulu jelas tidak akan pernah masuk dalam kriteriaku. Sampai kapan pun. Aku lebih suka tipikal yang imut.
"Hey, Yan...," katanya setelah tawaku mereda. "Kamu manis lho kalau tertawa. Tidak asam seperti seharian ini..."
Tiba-tiba kesadaran merasuk dalam otakku. "Ja..., jadi kamu yang ngeliatin aku dari tadi?"
Dia tersenyum, lalu perlahan mengangguk.Â
"Oh iya, kita belum kenalan," ujarnya menyodorkan tangan. "Aku Deddy. Mau makan malam bareng habis acara ini?"
Aku tersenyum, menyambut uluran tangannya. Hangat. Sehangat kelegaan yang menjalar ke seluruh tubuhku.Â