Misalnya para insinyur Gurkha, Signals and Transport regiments, Band of the Brigade of Gurkhas , Gurkha Contingent of the Singapore Police Force, Gurkha Dog Company, Gurkha Independent Parachute Company dan Gurkha Military Police.Â
Di museum disebutkan bahwa selama Perang Dunia 2, sebanyak 120.000 tentara Gurkha ikut berperang dan 20.000 diantaranya gugur. Tentara Gurkha sendiri dikenal sebagai tentara yang pemberani, kuat dan tidak takut mati.
Selain itu, cerita mengenai tentara Gurkha ini juga ditampilkan di Military Museum di Kathmandu. Namun, ceritanya tidak selengkap di Gurkha Memorial Museum. Di museum di Kathmandu ini "hanya" dipamerkan senjata, pisau Gurkha, foto, seragam dan medali para tentara Nepal tersebut.
Nepal, yang bukan bekas negara koloni Eropa manapun, memperingati peran mereka di Perang Dunia 2 dengan cara mengangkat cerita tentang tentara mereka sendiri. Sebaliknya, Pakistan dan Sri Lanka adalah negara bekas koloni Eropa (dalam hal ini, Inggris).Â
Jadi, fokus di museum-museumnya adalah pada kejadian nation-building pasca-colonial era. Seperti umumnya negara-negara bekas negara jajahan, cerita masyarakat lokal memang seringnya "tenggelam" dibandingkan dengan kisah penjajah berkebangsaan Eropa.
 Buktinya, cerita tentang tentara Pakistan dan Sri Lanka yang tergabung dalam British Army dalam Perang Dunia 2 tampak "terlupakan" di museum-museum Pakistan dan Sri Lanka.Â
Menarik ya! Ternyata latar belakang sejarah kolonialisme suatu negara juga mempengaruhi narasi museum di negara tersebut.Â
*Halo dalam Bahasa Punjabi adalah sata sri akala; vanakkam dalam Bahasa Tamil juga berarti halo; sedangkan namaskara adalah halo dalam Bahasa Nepali.
Disclaimer: tulisan ini sudah pernah dipublikasikan di blog pribadi penulis: www.museumtravelogue.com. Juga tersedia dalam bentuk rekaman podcast di akun #MuseumTravelogue Talk yang dapat didengarkan di Spotify, Anchor, Google Podcasts, ataupun Apple Podcasts.Â