Bisa Jadi, inilah 7 Akar Masalah Daya Serap APBD Rendah. Solusinya Bagaimana? Â
JAKARTA, -Realisasi APBD rendah. Sedikitnya Rp250 triliun belum dibelanjakan oleh pemda. Realisasi Pendapatan Kabupaten/Kota baru tercapai 43,21% per 21 Juli 2023. Sedangkan realisasi Belanja daerah baru mencapai 35,41%. Angka ini masih jauh dari yang dipatok oleh Pemerintah Pusat. Hal ini seperti diberitakan KOMPAS, 24 Juli 2023. (sumber).
Seperti kita tahu, bahwa APBD suatu daerah disusun oleh kepala daerah dengan pengesahan dari DPRD. Dan data tentang APBD Provinsi/Kabupaten/Kota itu pun sebenarnya dapat pula kita pantau melalui laman resmi Kemenkeu, link infonya di sini: Â https://djpk.kemenkeu.go.id/portal/data/apbd.
Daya serap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang rendah adalah masalah serius yang saat ini dihadapi oleh pemerintah daerah (Pemda) di berbagai wilayah. Daya serap yang rendah ini dapat berdampak negatif pada pembangunan dan kualitas pelayanan publik, serta menyulitkan pencapaian tujuan pembangunan daerah.
Marilah mencari tahu, mengapa daya serap APBD suatu daerah bisa rendah. Apakah akar masalahnya? Dan bagaimana upaya solusinya? Ulasan ini mencoba menjawab dua pertanyaan tersebut.
Namun untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut, lebih dahulu penulis mengajak memahami esensi apa itu APBD, darimana dana APBD diperoleh, dan bagaimana mekanisme anggaran APBD dikelola oleh pemda. Hal ini agar kita bisa melihat secara lebih luas tentang persoalan seputar penyerapan APBD. Â
Pengertian APBDÂ
APBD singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Secara lebih rinci, APBD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran keuangan yang dibuat oleh Pemda (provinsi, kabupaten, atau kota) di Indonesia.
Anggaran ini mengatur semua sumber Pendapatan yang akan diterima oleh Pemda dari berbagai sumber, serta Penggunaan anggaran untuk kegiatan pelayanan publik dan pembangunan di daerah tersebut.
Mekanisme APBD terdiri dari Pendapatan dan Belanja
Pendapatan Daerah:Â Bagian ini mencakup semua Pendapatan yang akan diterima oleh Pemda dari berbagai sumber, seperti pajak daerah, retribusi, bagi hasil pajak dari pemerintah pusat, dan sumber pendapatan lainnya.
Belanja Daerah:Â Bagian ini mencakup seluruh anggaran Pengeluaran yang akan digunakan oleh Pemda untuk kegiatan operasional, pembangunan, dan pelayanan publik, termasuk pengeluaran untuk infrastruktur, kesehatan, pendidikan, sosial, dan lain-lain.
APBD disusun setiap tahun oleh Pemda dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan masyarakat, dan DPRD.
Proses penyusunan APBD harus mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku serta mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial di masing masing daerah Kabupaten/Kota.
Setelah disetujui oleh DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), APBD akan dijalankan oleh Pemda dan diawasi pelaksanaannya oleh pemangku kepentingan, termasuk DPRD, BPK dan KPK, untuk memastikan dana publik digunakan secara efisien dan efektif guna meningkatkan pelayanan dan pembangunan di daerah.
Darimana Sumber Anggaran APBD diperoleh?
Sumber anggaran APBD diperoleh dari berbagai sumber Pendapatan yang dihasilkan oleh pemerintah daerah. Pemda memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengelola pendapatan daerah sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Berikut adalah beberapa sumber Pendapatan utama dalam APBD:
Pajak Daerah:Â Pemda dapat mengenakan berbagai jenis pajak yang ditetapkan oleh undang-undang, seperti pajak kendaraan bermotor, pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, pajak bumi dan bangunan (PBB), dan lain-lain. Pendapatan dari pajak ini menjadi sumber utama dalam APBD.
Retribusi:Â Pemda juga dapat memungut retribusi atas pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah, seperti retribusi parkir, retribusi pasar, retribusi terminal, dan sejenisnya.
Bagi Hasil Pajak dari Pemerintah Pusat:Â Sebagian dari pendapatan dari pajak yang dikenakan oleh pemerintah pusat juga dibagi secara proporsional kepada pemda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pendapatan Asli Daerah Lainnya:Â Selain pajak dan retribusi, pemda juga bisa mendapatkan pendapatan dari berbagai sumber lain seperti hasil pengelolaan kekayaan daerah (misalnya pendapatan dari perusahaan daerah), hasil investasi, hasil penjualan aset, dan lain-lain.
Alokasi Dana dari Pemerintah Pusat: Pemerintah pusat juga memberikan alokasi dana kepada Pemda untuk mendukung pembangunan dan pelayanan publik di daerah tersebut. Alokasi dana ini dapat berupa Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Insentif Daerah (DID), yang ditentukan berdasarkan kriteria tertentu.
Sumber Pendapatan Lainnya: Pemda dapat memperoleh pendapatan dari berbagai sumber lainnya seperti sumbangan, hibah, dan lain-lain.
Menurut penulis, sumber-sumber pendapatan dalam APBD di atas, dapat bervariasi di antara berbagai daerah Kabupaten/Kota. Hal ini tergantung pada kondisi ekonomi, potensi sumber daya, dan kebijakan fiskal yang diambil oleh Pemda setempat.
Maka prinsip penyusunan APBD suatu daerah mempertimbangkan keseimbangan antara Pendapatan (Pemasukan) dan Belanja (Pengeluaran) daerah yang bersangkutan, untuk mencapai tujuan pembangunan dan pelayanan publik yang optimal.
Alur Mekanisme Pengelolaan APBDÂ
Mekanisme pengelolaan APBD yang telah disetujui bersama antara Pemda dan DPRD stempat, mencakup serangkaian langkah dan prosedur untuk mengelola anggaran Pemda secara transparan, akuntabel, dan efisien. Penerapan mekanisme pengelolaan tersebut menjadi tanggung jawab eksekutif atau pemerintah daerah.
Umumnya, mekanisme pengelolaan APBD dipraktikkan pemda melalui tahapan sebagai berikut:
Tahap Penetapan Prioritas: yakni Pemda menetapkan prioritas penggunaan anggaran sesuai dengan alokasi kebutuhan masyarakat dan visi misi pembangunan daerah. Prioritas ini akan menjadi acuan dalam mengalokasikan dana APBD ke berbagai bentuk program dan kegiatan.
Tahap Pelaksanaan Anggaran:Â Pemda lalu mengimplementasikan anggaran sesuai dengan program dan kegiatan yang telah direncanakan. Proses ini melibatkan berbagai kegiatan satuan kerja di Pemda, seperti antara lain: melaksanakan proyek, membeli barang/jasa, dan menyediakan pelayanan publik.
Monitoring dan Evaluasi: Selama pelaksanaan anggaran, Pemda wajib melakukan monitoring dan evaluasi terhadap realisasi program dan kegiatan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa anggaran digunakan sesuai dengan rencana, mencapai hasil yang diharapkan, serta mengidentifikasi permasalahan yang mungkin muncul. Fungsi monitoring ini melibatkan DPRD setempat.
Akuntabilitas dan Transparansi: pada tahap ini, Pemda wajib menyediakan informasi tentang penggunaan anggaran kepada masyarakat secara terbuka dan transparan. Laporan keuangan harus dipublikasikan secara berkala agar masyarakat dapat memantau pengelolaan APBD.
Audit Keuangan:Â selanjutnya, pemakaian anggaran oleh Pemda akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau lembaga auditor independen lainnya untuk memastikan bahwa pengelolaan anggaran telah sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Revisi APBD (Jika Diperlukan): Dalam beberapa kasus, APBD dapat direvisi jika terjadi perubahan kondisi ekonomi atau kebutuhan mendesak yang memerlukan penyesuaian anggaran. Revisi ini harus melalui proses persetujuan ulang oleh DPRD.
Pertanggungjawaban dan Evaluasi Akhir:Â Pada akhir tahun anggaran, Pemda wajib menyusun laporan pertanggungjawaban atas penggunaan anggaran dalam bentuk Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (LPPA). Evaluasi akhir ini akan menjadi dasar dalam menyusun APBD untuk tahun anggaran berikutnya.
Nah, proses mekanisme tahapan pengelolaan APBD tersebut di atas, menjadi penting untuk memastikan bahwa anggaran APBD oleh Pemda digunakan secara tepat sasaran, efisien, dan memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat dan tercapainya pembangunan daerah. Proses yang transparan dan akuntabel juga membantu meminimalkan potensi praktik korupsi dan penyalahgunaan anggaran.
Tujuh Alasan Mengapa Daya Serap APBD Rendah
Daya serap APBD rendah, artinya anggaran yang tersedia dalam APBD tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Pemda. Dengan melihat alur mekanisme pemakaian APBD dan melihat fenomena praktik serapan anggaran itu di lapangan (berbasis data seperti penulis sampaikan di awal tulisan ini), maka sebenarnya kita bisa melihat akar potensi permasalahan rendahnya penyerapan anggaran ini.
Menurut catatan penulis, sedikitnya ada tujuh alasan atau akar potensi masalah penyebab daya serap APBD rendah. Apa saja? Bagaimana solusinya?
Satu. Kompleksitas Proses Perizinan, Pengadaan dan Rumitnya Birokrasi
Proses perizinan, pengadaan barang yang kompleks serta lambatnya kerja Birokrasi, dapat menyulitkan pelaksanaan proyek dan program. Banyaknya aturan dan Birokrasi yang rumit seringkali memperlambat pelepasan anggaran dan pelaksanaan proyek, menyebabkan daya serap APBD menjadi rendah.
Solusi:Â Pemda harus melakukan evaluasi terhadap prosedur perizinan dan pengadaan, dan melakukan upaya untuk menyederhanakan dan mempercepat proses tersebut. Penggunaan teknologi dalam pengadaan barang/jasa juga dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi anggaran.
Dua. Rencana Anggaran yang Tidak Realistis.
Penyusunan rencana anggaran yang tidak realistis dapat mengakibatkan daya serap APBD yang rendah. Jika proyeksi Pendapatan tidak sesuai dengan kenyataan atau rencana Penggunaan anggaran tidak tepat sasaran, maka anggaran APBD tidak akan terserap secara optimal.
Solusi:Â Penting bagi Pemda untuk melakukan analisis yang lebih akurat dalam menyusun rencana anggaran. Data yang valid dan kajian mendalam tentang kebutuhan masyarakat harus menjadi dasar dalam menetapkan prioritas program penggunaan anggaran.
Tiga. Kendala Eksternal seperti Bencana Alam atau Krisis Ekonomi.
Faktor eksternal seperti bencana alam atau krisis ekonomi dapat mempengaruhi daya serap APBD. Bencana alam, seperti gunung meletus, banjir, dan gempa bumi misalnya, dapat mengakibatkan pergeseran anggaran untuk penanganan darurat. Sementara krisis ekonomi, seperti inflasi yang melonjak misalnya, Â dapat menurunkan pendapatan daerah.
Solusi: Membangun Dana Cadangan atau Asuransi Bencana dapat membantu mengatasi dampak negatif akibat bencana alam. Selain itu, Pemda harus memiliki rencana kontingensi untuk menghadapi krisis ekonomi, seperti melakukan Efisiensi Anggaran dan mengalokasikan dana untuk stimulus ekonomi.
Empat. Kendala Administrasi dan Manajemen Keuangan.
Rendahnya kemampuan administrasi dan manajemen keuangan di pemda dapat menyebabkan daya serap APBD rendah. Kurangnya keterampilan SDM Pemda dalam mengelola anggaran dan melaksanakan proyek dapat menghambat penggunaan anggaran secara efisien.
Solusi:Â Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam bidang administrasi dan manajemen keuangan perlu menjadi prioritas. Pelatihan dan pendidikan bagi para pegawai Pemda yang terlibat dalam pengelolaan anggaran dapat membantu meningkatkan kinerja mereka.
Lima. Ketidakmampuan dalam Mengidentifikasi dan Mengelola Risiko.
Tidak adanya sistem pengelolaan risiko yang baik di Pemda, dapat menyebabkan proyek-proyek pemerintah menghadapi berbagai risiko, seperti biaya melebihi anggaran atau penundaan dalam pelaksanaan proyek APBD.
Solusi:Â Pemda harus memperkuat kemampuan dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko proyek. Studi kelayakan yang komprehensif dan analisis risiko yang cermat harus dilakukan sebelum memulai proyek atau program tertentu.
Enam. Perencanaan yang Tidak Partisipatif.
Ketika perencanaan anggaran tidak melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, program-program yang disusun akan cenderung tidak sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi rakyat. Hal ini berakibat daya serap APBD menjadi rendah.
Solusi: Masyarakat harus dilibatkan dalam proses perencanaan anggaran melalui mekanisme partisipatif seperti rapat-rapat konsultasi publik atau forum-forum diskusi. Pendengaran aktif terhadap suara masyarakat akan membantu menyusun program APBD yang lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.
Tujuh. Korupsi dan Penyalahgunaan Anggaran.
Salah satu alasan paling kritis untuk rendahnya daya serap APBD adalah korupsi dan penyalahgunaan anggaran. Hal ini sudah menjadi rahasia umum. Ketika anggaran dipergunakan dengan tidak transparan dan jujur, maka manfaatnya tidak akan dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan. Akibatnya serapan APBD selanjutnya pun terhambat atau macet.
Solusi: Pemda harus mengambil langkah-langkah tegas dalam mencegah dan menindak korupsi. Peningkatan pengawasan dan akuntabilitas, serta penerapan sistem pengaduan publik, dapat membantu mencegah dan mengurangi praktik korupsi anggaran proyek APBD.
Catatan akhir.
Menurut penulis, daya serap APBD yang rendah adalah masalah serius yang harus segera ditangani oleh pemerintah daerah. Berbagai upaya yang terkoordinasi dan terarah dalam mengatasi kompleksitas dan tantangan tersebut adalah kunci untuk meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
Demikianlah tujuh potensi akar masalah mengapa daya serap APBD rendah dan kemungkinan solusi yang bisa ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut. Tentu saja, kompleksitas pembangunan di setiap daerah bisa berbeda beda, yang menyebabkan akar masalah  daya  serap terhadap APBD pun mungkin saja turut menjadi unik atau berbeda sesuai konteks dan kondisi lokal Pemda setempat.
Namun demikian penulis berharap ulasan ini semoga memicu semangat Pemda untuk peduli pada upaya meningkatkan daya serap APBD setempat, agar denyut pembangunan di daerah semakin nyata dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Semoga negara kita semakin maju dan berkembang.
SelesaiÂ
*penulis adalah mantan mahasiswa fakultas ilmu sosial dan ilmu politik UGM Yogyakarta.
ÂBaca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H