“Jika orang tidak membunuh ayahku, mungkinkah kami bisa hidup seperti itu?”, tanya Clara ke Bayu Samudra. Bos Gangster itu hanya menoleh ke Clara. Lalu dia bercerita.
“Sepuluh tahun lalu, ayahmu menyelamatkan aku dari serangan segerombolan Gali yang bersenjata tajam, di sebuah Gudang, di pinggir Kota Yogyakarta. Sekalipun kami penuh luka, tetapi kami berdua selamat. Banyak musuh tumbang oleh sabetan pisau ayahmu. Aku sendiri tercabik cabik banyak luka di tubuhku oleh serangan lawan”, kata Bayu Samudra. Clara menyimak cerita itu sungguh-sungguh.
“Seseorang di situ lalu memotret kami berdua yang sedang tertawa walau tubuh penuh luka. ini fotonya. Simpanlah”. Bayu Samudra menyerahkan selembar foto. Clara mengamati foto itu. Itu foto medium close up ayahnya dan Bayu Samudra. Wajah mereka tampak ceria, tertawa bersama, walau ada beberapa percikan merah di tubuh dan sebagian wajah mereka. Clara menyimpan foto itu.
“Dan Ini pisauku”. Lelaki itu mengambil dan menyerahkan sebuah pisau. Bentuknya seperti jenis pisau tajam yang biasa dipakai oleh militer. Sarungnya terbuat dari bahan kulit berwarna hitam.
“Terimalah. Pakailah pisau ini. Bunuh dia orang itu jika engkau telah menemukannya. Percayalah. Apa pun yang terjadi, organisasi akan melindungimu”. Clara menerima pisau itu.
Lalu mereka berpisah.
***
Kehadiran Brigadir Clara Larasati di tim serse narkoba membuat Bripka Magnus Wicaksono sebagai kepala tim bertanya: mengapa dia dimutasi di sini? Bukankah perempuan ini yang baru saja mengacaukan kerja tim penggerebekan narkoba?
Bripka Magnus Wicaksono protes ke atasannya. Dia masuk ruang pimpinan.
“Ijin pak. Mengapa dia dimutasi ke tim kita? Bukannya dia baru membuat masalah soal penggerebekan Bos Preman Didiek Jalu?”, tanya Magnus.
“Dia tangguh dan memiliki kemampuan. File data dirinya bagus. Biarkan dia mencoba di tim serse narkoba. Beri dia kesempatan. Dia ingin menangkap seseorang”, jawab Kompol Surya Sindunata di ruangannya.